16. Suami Jujur

45.6K 4.8K 178
                                    

"Mas Daffa itu nggak sayang sama Aira."

"Tapi kemarin jadi beli kentangnya?"

"Ya jadi."

"Ya udah, berarti Daffa sayang sama kamu."

"MAMA!!" Aira mulai kesal karena ibunya tampak biasa saja mendengar Daffa mengurangi uang belanjanya, dan malah fokus pada kolor sobek di tangannya.

Aira bukannya tidak ingat dengan nasihat Daffa yang mengatakan bahwa urusan rumah tangga tidak boleh keluar rumah. Aira hanya bingung bagaimana menghadapi pengiritan Daffa yang tiba-tiba. Aira belum juga terbiasa dan membutuhkan saran dari orang lain. Lagipula, Aira konsultasi pada ibunya sendiri, Aira percaya pada Ayyara. Tidak mungkin ibunya akan menyebarkan masalah rumah tangga anaknya lagi pada orang lain.

"Maksudnya, tuh uang jajan Aira juga dikurangin," lanjut Aira curhat.

Ayyara menjawab sambil memasukan benang pada lubang jarum, "Mama nggak percaya kalau kamu bilang tiba-tiba Daffa nggak sayang kamu. Kayak nggak mungkin aja. Mama masih ingat gimana dulu dia yakinin Mama supaya ngasih kamu ke dia. Terus, kemarin juga Mama dibikin tersanjung sama Daffa, makan malam terakhir. Kamu nunduk ke kolong meja, Daffa halangin sudut meja. Sama persis kayak yang Mama lakuin dulu pas kamu masih kecil."

Ayyara bergidig setelah benangnya berhasil masuk lobang jarum. "Papa kamu aja nggak pernah kayak gitu. Rasanya Mama nggak bakal nyesal udah ngasih kamu ke Daffa. Dan, Ra, Mama pernah bilang nggak kalau udah sayang itu bakal susah. Maksudnya, beda sama cinta, perasaan sayang itu lebih kuat. Ibaratnya, cinta bisa luntur karena waktu dan kebersamaan. Tapi perasaan sayang itu nggak, semakin lama bersama, semakin sayang. Ketika kalian saling menyayangi, bahkan buat marah aja bakal susah."

"Lagian, pengiritan Daffa itu masih wajar kalau menurut Mama mah." Ayyara tidak dulu menjelujur celana milik suaminya demi memberi pengertian pada putrinya yang baru mengalami hidup sebagai seorang istri. "Daffa masih ngasih kamu uang jajan, mana nggak sedikit. Nih ya, dulu Mana jarang banget dikasih uang jajan sama Papa kamu. Paling, Mama nyisihin dari uang belanja, atau kalau-kalau jajan berdua sama Papa. Daffa mah masih mending. Dan juga, Ra, Daffa kan udah jelasin kenapa dia kurangin pengeluaran. Itu buat masa depan kalian juga, supaya nggak kesulitan. Kenapa kamu malah kesal dan malah kayak yang nggak mau ngerti sama suami. Kamu gagal jadi istri kalau gitu."

Aira hanya bisa terdian di tempatnya, menunduk merenungi penjelasan ibunya yang menohok. Gagal menjadi istri adalah hal yang Aira takutkan semenjak berjanji pada Daffa akan menjadi istri yang baik. Dan kemarin, Aira tidak sadar dengan perilakunya yang kurang sabar hanya karena Daffa mengurangi jatahnya, sampai Aira berniat ingin mengurangi jatah Daffa juga.

"Ra, kamu pasti udah tahu kan kalau dalam rumah tangga itu bukan cuma perkara hidup bareng," lanjut Ayyara selagi putrinya masih melamun. "Tapi bareng-bareng jalaninya. Dalam rumah tangga itu banyak hal yang perlu dihadapi bersama. Mau bahagia, sedih, susah, harus tetap bersama. Jangan sampai kamu mau sama Daffa pas dia jaya aja, tapi pas suami kamu lagi di bawah, kamu nggak terima. Kamu curhat kayak gini tuh malah bikin Mama khawatir, takut kamu malah jadi istri yang pengin hidup enak aja, tanpa mau dukung suami. Jangan kayak gitu ya, Ra. Seberapapun yang Daffa kasih ke kamu, kamu terima aja dan bilang makasih. Jangan bikin Daffa malah nggak semangat karena lihat wajah kecut kamu. Toh kalau Daffa dapat lebih juga, pasti dikasihin ke kamu, nggak mungkin dikasih ke orang lain."

Aira mulai merasa bersalah pada Daffa, ia malah menangis tersedu ingat perlakuan ketusnya pada Daffa hanya karena dikurangi uang belanja. "Mama, Aira berdosa banget."

Ayyara malah tertawa sebelum membawa putri semata wayangnya, ke dalam dekapannya, dan mengusapnya penuh sayang, meredakan tangisnya.

"Nanti sore, pas Daffa pulang, kamu sambut kayak biasanya ya. Katanya kamu suka peluk Daffa kalau pulang. Jangan judes-judes lagi, kamu tuh cewek harusnya lemah lembut, ini malah niruin Papanya aja." Ayyara melerai pelukannya setelah Aira agak tenang, ia mengambil kembali celana dan alat jahitnya. "Mama harus jahit kolor Papa kamu. Heran Mama tuh sama Papa kamu, pake kolornya kayak gimana ini sampai sobek gini."

Lovely Husband [END]Where stories live. Discover now