19. Suamiku, Pacarku

55.9K 5K 192
                                    

Tadinya aku mau awet-awet stok draft, biar nggak buru-buru tamat, tapi jadi gak tahan setelah lihat ceritaku ini dipromosikan di lapak reply-nya Wattpad Rekomendasi, dan dapat respons positif banget😭😭

So, aku kasih aja dehh, satu bab buat hari ini.... Tapi, sebelumnya aku mau ingatin lagi kalau salah satu karya pertamaku masih PO. Barangkali ada yang mau ngintip masa-masa suram Papa Rey, mertuanya Daffa, bisa lho keep novel Just Wina. Xixixi🥰🥰

Untuk link pemesanan, ada di bio aku, atau mau langsung via DM juga boleh. Nanti kita deeptalk bahas Kesultanan Al-Fatih dinasti Ottoman🙏

Aku tunggu sampai tanggal 22 Agustus, yaaaaa..... Happy Reading😘😘😘😘









❤❤❤❤❤












Aira tidak pernah merasa sebahagia ini bisa kencan dengan pacar barunya yang begitu tampan dan cool seperti Tom Cruise pas bujang.

Duduk berdua di teras rumah, menyantap bakso keliling, minum teh hangat, kebetulan langit malam ini dihiasi bintang, bulan yang terang benderang seperti masa depannya, halaman rumahnya begitu hijau tidak seperti rumput terangga, pun dengan bunga-bunga yang mulai tumbuh, juga... Jemuran!

Aira lupa belum melipat jemurannya saat mengangkat pakaian tadi. Wanita yang tadi kasmaran itu beranjak dari duduknya, lalu misuh-misuh sambil cemberut.

"Mas, aku kan udah bilang kalau aku lupa lipat jemuran itu, tolong ke pinggirin aja, biar nggak menghalangi pemandangan!" misuhnya sambil mengangkat jemuran kosong sendirian, memindahkannya ke pinggiran carport.

Aira sudah biasa mengangkat jemuran kosong, alias masih mampu. Beda kalau jemurannya masih penuh, Aira harus teriak-teriak minta tolong gotongin jemuran pada Daffa.

"Embernya juga!" Aira meraih ember di halaman, memindahkan menjadi dekat dengan jemurannya.

Setelah halamannya beres, Aira kembali duduk di teras bersama pacar barunya. Ia menghembuskan napasnya, lalu tersenyum. Jangan sampai mood-nya buruk mengingat pacarnya tidak sedikitpun membantunya memindahkan jemuran tadi. Biarlah, Aira wanita kuat dan sabar, makanya berjodoh dengan Daffa yang perlu dikurung dalam microwave supaya sifatnya lebih menghangat, sehangat kayu bakar neraka.

"Mas, kalau dulu kita pacaran mungkin bakal kayak gini kali ya." Aira mulai membayangkan hal-hal romantis bersama Daffa sebagai pacarnya. "Kamu ngapel ke rumah Papa, terus kita ngobrol di teras sambil.... Mas kalau ngobrol sama pacar biasanya ngapain aja?"

Bayangan romantis Aira berganti dengan rasa penasaran. Daffa kan jarang ngobrol, pikirnya. Sekalinya ngobrol, malah bikin emosi naik sampai nembus atmosfer.

"Ya ngobrol. Ngapain lagi." Daffa mengangkat bahunya, lalu menyuapkan bakso dari mangkoknya,

Aira cuma bisa mengelus dada sendiri, ketimbang ngelus dada Raja Salman di Arab Saudi. Rasanya, Aira pengin minta donasi stok kesabaran dari Bank dunia, sekalian mengajukan pinjaman, kalau-kalau ia mau kabur dari Daffa.

Akan tetapi, dongkol-dongkol juga, Aira tetap berusaha ramah. Ingat, ia sedang pacaran dengan Daffa. Jangan sampai ia marah, dan malah bertengkar kayak remaja labil yang kalau patah hati, nangisnya bisa sampai pingsan.

"Maksudnya tuh, Mas biasanya ngobrolin apa sama pacar? Mas pernah pacaran kan sebelum nikah sama aku?"

"Nggak." Daffa menggeleng, membuat Aira membulatkan matanya terkejut. Ia minum teh tawar hangatnya sebelum menyimak Daffa begitu antusias. "Saya tuh paling males kalau disuruh pacaran. Dulu, nggak ada wanita yang... Memikat."

Lovely Husband [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang