31. Promise.

17 4 0
                                    

Bella tertawa begitu lebar melihat Jayden yang berlari mengejar dirinya yang tengah mengayuh sepeda sewaan mereka.

Ya, mereka hanya menyewa satu sepeda karena hanya sepeda ini yang tersisa tadi, kekasihnya itu mengatakan jika mereka bisa berboncengan tapi nampaknya ia memiliki ide yang menurutnya lebih menyenangkan.

Selepas Jayden membayar uang sewa, Bella dengan tergesa menaiki sepeda tersebut dan mengayuhnya dengan cepat, meninggalkan sang kekasih yang akhirnya berlari mengejarnya.

"Aaaa!"

Bella berteriak saat Jayden berhasil menangkapnya dan duduk di boncengan sepeda. Ah benar-benar, bagaimana bisa kekasihnya itu berhasil mengejarnya yang padahal sedang menaiki sepeda.

"Apa ini seru?" tanya Jayden saat dirinya berhasil duduk di boncengan sepeda, kedua tangannya memeluk pinggang sang kekasih dan menggesekkan dahinya yang dihiasi peluh pada punggung sempit sang kekasih.

"Jay, jangan ngelap keringat kamu di baju aku dong," rengek Bella sembari berusaha menjauhi tubuhnya dari serangan sang kekasih, namun percuma saja karena pinggangnya dipeluk erat oleh kekasihnya itu.

"Jay kamu berat banget, berapa berat badan kammu?" tanya Bella saat kakinya mulai terasa pegal karena mengayuh sepeda.

"Hei, nggak boleh nanyain berat badan sama cowok. Nggak sopan tahu," balas Jayden tanpa melonggarkan pelukannya dari pinggang kekasihnya.

Bella mendengus kecil lalu mencubit pelan lengan kekasihnya, "kalimat itu ditujuin buat cewek bukan buat cowok, dimana kamu belajar kalimat kayak gitu?"

Jayden terkekeh kecil sebagai balasan, "aku pernah dengar kalimat itu di film."

Jayden menundukkan kepalanya saat merasa sepeda yang ditumpanginya semakin melambat. Kekasihnya sudah lelah? Apa dia memang seberat itu? Mungkin benar, 65 kg terlalu berat untuk 46 kg.

"Mau gantian?"

Bella mengangguk cepat mendengarnya, ia menghentikan kayuhan sepedanya dan membiarkan Jayden mengambil alih setir.

"Aku nunggu kamu ngomong gitu dari tadi, dasar nggak peka," tutur Bella lalu mendudukkan dirinya di boncengan.

Jayden tertawa mendengar penuturan sang kekasih, keduanya tangannya membawa lengan sang kekasih melingkari pinggangnya.

"Pegangan yang erat ya, kita mau terbang sebentar lagi."

Bella mengeratkan pelukannya seperti perintah sang kekasih. Kedua matanya terpejam erat saat Jayden mengayuh sepeda dengan sekuat tenaga hingga ia merasa benar-benar terbang.

"Nggak! Jay, pelanin sepedanya!" seru Bella yang diabaikan oleh Jayden, kekasihnya itu malah tertawa lebar dan semakin menambah kecepatan kayuhnya.

.

Sepasang kekasih itu mendudukkan dirinya di atas kap mobil, menghadap ke arah barat guna menatap sang Surya yang hendak kembali ke peradaban. Membiarkan bias oranye menyorot mereka seolah-olah keduanya adalah pemeran utama di sebuah pementasan drama.

"Gimana hari ini?" Jayden berinisiatif memecah keheningan yang terjadi diantara mereka sejak belasan menit berlalu.

Bella menolehkan kepalanya pada sang kekasih dan mengulas senyum manis, “seru banget, makasih banyak udah ngajak aku kesini."

Jayden ikut tersenyum melihatnya, sebelah tangannya terangkat untuk mengacak pelan surai sang kekasih.

"Aku yang harusnya bilang makasih karena kamu udah mau nemenin aku ke sini."

Jayden mengerjapkan matanya beberapa kali, sebelah tangannya mengambil ponselnya yang berdering panjang didalam saku celana. Bella mendekatkan wajahnya, senyum yang terukir di bibirnya perlahan lenyap saat melihat id caller si penelepon.

Luna.

Jayden mengalihkan pandangannya dari ponsel ke arah sang kekasih yang kini menatapnya dengan raut wajah tak terbaca. Ia kemudian menatap ponselnya saat panggilan tersebut terputus, namun tak lama kemudian ponselnya kembali berdering dari penelpon yang sama. Jayden sedang bergelut dengan pikirannya, haruskah ia mengangkat panggilan dari Luna? Atau–

"Lakuin apapun yang kamu mau, Jay. Aku nggak akan ngelarang kamu," ujar Bella yang akhirnya membuka suara.

Mematikan panggilan tersebut.

Seulas senyum kembali terulas di bibir Bella, ia merasa sangat puas dengan apa yang dilakukan sang kekasih.

Jayden menatap Bella yang tersenyum ke arahnya, "tentu aja aku pilih kamu," ujarnya sembari mengelus pelan pipi kemerahan sang kekasih

Bella mencekal lengan Jayden, membuat usapan sang kekasih pada pipinya terhenti. Kedua netra madunya menatap dalam pada obsidian sehitam malam sang kekasih, senyum yang terukir di bibirnya perlahan lenyap.

"Jay, kamu bisa janji sama aku?"

Jayden mengangkat kedua alisnya lalu bertanya, "janji apa?"

"Jangan pernah tinggalin aku, kecuali maut memisahkan kita."

Jayden terdiam sejenak mendengar hal tersebut kemudian menjawab, "aku tidak bisa janji sama hal itu."

Bella membolakan matanya sarat akan keterkejutan, "a-apa? Kenapa?"

Jayden menggenggam sebelah tangan Bella yang sebelumnya menahan tangannya. 

"Sayang, kamu tahu takdir kan?" tanya Jayden yang dibalas anggukan kecil oleh sang kekasih.

"Siapa yang bisa melawan takdir? Nggak ada. Karena semua udah ditentukan oleh tuhan."

Bella mengerjapkan matanya beberapa kali lalu berkata, "tapi... maut juga termasuk takdir."

Jayden tersenyum kecil lalu mengangguk pelan menyetujui perkataan sang kekasih, "kamu benar."

Bella memicingkan kedua matanya lalu menarik lengannya yang digenggam oleh Jayden, "terus kenapa kamu mempersulit pembicaraan kita?"

"Sayang, dengarin aku. Aku nggak bisa janji untuk nggak ningalin kamu sampai maut memisahkan kita, karena apa? Karena aku sendiri juga tidak tahu jawabannya," ujar Jayden yang mencoba memberikan penjelasan yang namun disalah artikan oleh Bella.

"Lalu? Itu artinya kamu akan ninggalin aku? Gitu?" tanya Bella dengan nada yang sarat akan kekesalan.

"Hei, kenapa pacar Jayden yang manis ini gampang banget mara?"

Jayden mencoba menggenggam kembali tangan Bella karena kekasihnya itu beberapa kali menolaknya. Ia kemudian menghela napasnya sebelum kembali membuka suara.

"Oke, gini aja. Dengarin aku."

Jayden menangkupkan kedua tangannya pada wajah Bella, membuat kekasihnya itu mau tak mau menatap wajahnya.

"Aku, Jayden Dhanurendra berjanji nggak akan pernah meninggalkan kekasihku, Stevani Arabella, kecuali takdir memisahkan kita," tutur Jayden dengan wajah serius, tak ada nada main-main di dalam kalimatnya.

Bella menatap dalam mata sang kekasih untuk menemukan kebohongan didalamnya, namun nihil. Hanya ada hanya tatapan serius dan tulus didalamnya.

"Kamu janji?" tanya Bella yang kemudian memunculkan senyuman lebar Jayden.

Jayden menganggukkan kepalanya, ia menarik tubuh sang kekasih ke dalam pelukan hangatnya.

"Tentu sayang, kamu bisa pegang janji aku."

To Be Continued.

Sorry for typo(s).

RUWET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang