45. Sick.

24 3 0
                                    

Jayden melangkahkan kakinya menuju lantai tiga, dimana kelas Bella berada. Ia sengaja datang kemari untuk menjemput kekasihnya tersebut agar bisa makan siang bersama. Kedua netranya tanpa sengaja menatap Elga yang serius membaca buku ditangannya.

Jayden tersenyum kecil, tiba-tiba sebuah ide melintas di otaknya. Ia menempelkan tubuhnya pada daun pintu yang membuatnya terlihat seperti cicak lalu melangkahkan kakinya sepelan mungkin, berusaha tidak menimbulkan suara sekecil apapun yang bisa membuat rencananya gagal.

Setelah dirasa berada dalam jarak yang cukup dekat, Jayden merogoh saku celananya dan mengambil kecoa mainan yang biasanya ia gunakan untuk menakut-nakuti siswi perempuan dikelasnya. Ia mengintip sekilas dan tersenyum kecil saat Elga tidak menyadari keberadaannya. Maka dari itu, dengan cepat Jayden segera melemparkan kecoa mainan tersebut pada Elga dan berteriak heboh.

"HUAAA MONSTER! MONSTER! DUNIA DALAM BAHAYA!"

"AGGHH!!!"

Jeritan nyaring Elga terdengar bersahutan dengan suara tawa Jayden yang menggelegar.

"Muka lo geliin banget, anjir," ujar Jayden disela-sela tawanya semakin menjadi-jadi.

Kedua mata Elga berkedip cepat lalu memicing tajam setelah memproses kejadian yang baru saja terjadi, "Jayden sialan! Lo apa-apasn sih? Lo mau gue jantungan?!"

"Harusnya lo lihat wajah lo pas kaget tadi, like a fools."

"Siapa yang lo bilang bodoh, hah? Lo yang bodoh, sialan!" Elga melempar kotak Persil biru tuanya pada Jayden yang ditangkap dengan mudah oleh pemuda itu

"Nggak kena, wlek!"

Elga mendengus sebal, "ambil mainan nggak berguna lo ini," ujarnya sembari menunjuk kecoa mainan yang tergeletak di samping mejanya.

Jayden tertawa kecil lalu berjalan mengambil mainannya, dengan sengaja ia mendekatkannya pada Elga yang membuat gadis itu kembali memekik.

"Simpan atau gue bakar sekarang!"

"Iya, iya. Nih, udah gue simpan," ujar Jayden lalu memasukkan kembali mainan tersebut pada saku celananya.

Elga menghembuskan napasnya kasar dan kembali mendudukkan dirinya di kursi “nyebelin banget.”

"Kok lo sendirian aja sih? Bella dimana?" tanya Jayden yang baru menyadari jika kekasihnya tidak berada di kelas.

"Bella? Dia kan nggak masuk sekolah hari ini," ujar Elga diiringi dengan kerutan didahinya.

"Loh, kenapa nggak masuk?" tanya Jayden sedikit terburu, kenapa ia tidak tahu jika kekasihnya itu tidak masuk sekolah?

Elga menutup novel romansa ditangannya dan memfokuskan pandangannya pada pria didepannya.

"Hari ini kan Bella lagi demam, lo nggak tahuya ?"

"Demam?"

.

"Hatchii!"

Bella mengusak hidungnya yang terasa gatal karena bersin secara terus-menerus, belum lagi kepalanya yang terasa pening semakin membuatnya tidak berdaya.

Tubuh Bella sedikit tersentak saat pintu kamarnya tiba-tiba dibuka oleh seseorang dari luar.

"Jayden?"

Kedua netra Bella membulat terkejut saat melihat sang kekasih memasuki kamarnya dengan dua kantung plastik ditangannya.

"Kamu ngapain ke sini?"

"Jenguk kamu lah, apa lagi?" balas Jayden yang tersirat nada menyindir didalamnya.

"Kamu tahu–" ucapan Bella terhenti saat tangan kanan Jayden mendarat didahinya.

"Elga," balas Jayden singkat.

"Oh."

"Gimana kondisi kamu?" tanya Jayden yang tersirat nada khawatir, suhu tubuh kekasihnya benar-benar panas.

"Aku baik-baik kok, nggak perlu khawatir," kata Bella diiringi dengan senyuman di bibir pucatnya.

Jayden mendengus kecil, "apanya yang baik-baik aja? Suhu tubuh kamu tinggi banget."

Kruuukk

"Apa tadi?" tanya Jayden dengan kedua alis yang mengerut, kedua matanya kemudian menatap Bella yang juga menatapnya dengan kedua mata membulat, "kamu udah makan?" sambungnya.

"Aku udah–"

"Hari ini," potong Jayden dengan cepat yang dibalas gelengan singkat oleh Bella.

"Jdi kamu juga belum minum obat? Apa-apaan, demam kamu ngak akan turun kalau di diemin aja. Kenapa nggak minta tolong sama bibi?"

"Bibi lagi izin, ada acara keluarga di rumahnya. "

"Terus papa kamu?"

"Kerja, katanya ada proyek besar yang digarap, jadi tidak bisa rawat aku."

"Terus kenapa nggak minta tolong sama aku?!" Jayden tanpa sadar menaikkan nada bicaranya yang membuat Bella menutup mulutnya.

Jayden menghela napas, "aku bilang juga apa, harusnya semalam kita nunggu sampai hujannya reda jadi kamu nggak akan demam kaak gini. Tubuh kamu nggak tahan cuaca dingin, tapi kamu malah ngeyel nerobos hujan pakai alasan belum kerjain tugas matematika. Benar, kamu pasti udah selesaiin tugas itu tapi lihat sekarang, kamu demam dan tugas yang kamu kerjain itu berakhir sia-sia karena kamu nggak masuk sekolah. Kalau udah begini, siapa susah? Ya kamu sendiri, kalau kamu nurut sama aku-“

Jayden menghentikan perkataannya saat mendapati Bella yang menatapnya tanpa berkedip. Ia kembali menghela napas, tangannya menarik kursi kayu didekat meja belajar dan mendudukinya.

"Aku minta maaf, aku Cuma nggak suka lihat kamu sakit kayak gini," ujar Jayden dengan suara yang kembali normal.

Sebelah tangan Jayden terangkat untuk mengusap lembut surai sang kekasih, "kapan terakhir kamu potong rambut? Poni kamu udah panjang."

"Aku mau manjangin poni," balas Bella yang membuat kekasihnya tersebut mengangguk mengerti.

"Jay," panggil Bella setelah terjadi keheningan cukup lama diantara mereka.

"Hm?"

"Sebenarnya aku baik-baik aja setelah kehujanan kemarin, aku langsung mandi dan ganti baju," tutur Bella yang membuat kerutan tipis muncul di dahi sang kekasih.

"Terus kenapa kamu bisa demam kayak gini?"

Bella meremas kecil selimut yang menutupi tubuhnya hingga bagian leher, "sebenarnya kemarin–"

To Be Continue.

Sorry for typo(s).

RUWET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang