35. Selamat yang terlambat.

19 4 0
                                    

"Lo kenapa sih, Bell? Gue hitung dari tadi lo udah buang napas 23 kali dalam 7 menit," ujar Cakra yang merasa jenuh karena mendengar Bella terus menghela napas.

"Dia bahkan udah ngelakuin lebih banyak pas di kelas tadi," sambung Elga. Ia sudah lelah mengingatkan Bella untuk berhenti melakukan itu namun percuma, perkataannya hanya dianggap angin lalu.

"Kenapa? Ada yang ganggu pikiran lo?" tanya Gilang ikut bergabung dalam pembicaraan.

Karena Bella tak kunjung menjawab, Cakra memutuskan untuk kembali membuka suara, "Jayden?" tebaknya.

Bella menatap sekilas ke arah Cakra lalu menghela napas, lagi.

"Jadi gue benar, emangnya kenapa sama Jayden?" tanya Cakra lagi.

Bella kembali menghela napasnya sebelum membuka suara, "dia nggak masuk sekolah hari ini, dia juga nggak ngangkat telepon gue atau balas pesan yang gue  kirim. Gue khawatir sama Jayden," ujarnya yang akhirnya mengeluarkan apa yang ia rasakan sejak tadi malam.

"Kau tidak perlu khawatir dengan Jayden, dia pasti baik-baik saja. Lagipula Jay sudah besar, dia pasti bisa menjaga dirinya sendiri."

Bella mengerang kecil lalu menggelengkan kepalanya, Cakra tidak paham apa yang dirasakannya jadi dia bisa mengatakan itu dengan mudah.

"Ah... gue tahu, Luna pasti lagi mainin sandiwaranya lagi sampai Jayden nggak ngangkat telepon dan balas pesan yang lo kirim itu," celetuk Elga tanpa tahu suasana.

Cakra menolehkan kepalanya cepat, ia menginjak pelan kaki Elga yang membuat gadis itu memekik pelan. Apa-apaan tunangannya ini, bukannya menenangkan Bella malah memperkeruh suasana.

Elga melipat bibirnya ke dalam menyadari kesalahannya, ia memiringkan badannya lalu mengelus pelan punggung Bella.

"So-sorry, gue nggak bermaksud ngomong gitu kayak gitu."

"Udahlah Bell, lo keliatan jelek banget kalau masang ekspresi kayak gitu," ujar Cakra yang berniat mencairkan suasana namun malah dibalas delikan tajam oleh Bella.

"Yang dibilang Cakra benar. Udah lah jangan sedih lagi, lagipula kan ini hari ulang tahun lo, harusnya lo senang-senang bukan bersedih."

Bella menangguk kecil mendengar perkataan Gilang. Benar, hari ini hari ulang tahunnya tapi itulah yang membuatnya semakin bersedih. Biasanya Jayden adalah orang yang pertama kali mengucapkan selamat kepadanya, tapi kali ini berbeda. Jangankan mengucapkan selamat, kekasihnya itu tidak mengangkat teleponnya untuk sekedar memberinya kabar.

"Udah dong Bell, jangan sedih terus. Lo muka jelek banget tahu nggak, males banget gue lihatnya" ujar Elga main-main yang dibalas kekehan ringan oleh Bella.

"Nah, gitu dong. Lo emang harus senyum. Oh iya, jangan lupa bayar makanan kita, lo yang traktir kita kan?" ujar Cakra yang terkesan memaksa.

Bella tertawa kecil sebelum akhirnya menganggukkan kepalanya, "fine, gue yang traktir kalian. Pesan aja lagi kalau emang masih mau makan."

Cakra tersenyum lebar mendengarnya.

"Good, kalau gitu gue mau pesan makanan lagi," ujarnya lalu segera bangkit dari duduk dan berjalan menjauh untuk memesan makanan yang dikatakannya.

.

"Muka cemberut terus, mau pergi jalan-jalan dulu?" tawar Gilang.

"Lain kali aja deh, gue lagi nggak mood. Kita langsung pulang aja, gue mau tidur," balas Bella dengan suara lesu, entah kenapa ia tidak memiliki tenaga lagi untuk melakukan aktivitas lain.

Gilang menyerahkan helm serepnya pada Bella yang diterima dengan wajah kecut oleh gadis tersebut, dengan main-main ia menarik kembali helmnya dari tangan Bella.

"Kenapa?"

"Kasih gue senyuman dulu, baru kita pulanng."

Bella mengerang pelan mendengarnya, "Gilang, please."

Gilang menggelengkan kepalanya, ia tetap keukuh dengan pendiriannya, "satu senyuman."

Bella menghela napasnya panjang lalu memasang senyum terbaik yang ia punya, "udah kan? Bisa kita pulang sekarang?"

Gilang tersenyum kecil melihat wajah Bella yang berubah dalam hitungan detik. Ia menganggukkan kepalanya lalu menyerahkan helm ditangannya pada Bella.

"Oke tuan putri, kita pulang sekarang.

Bella menepuk pelan pundak Gilang lalu bertumpu untuk naik di atas jok motor besar milik pria itu, "geli tahu gue dengarnya.

.

Bella menyembunyikan wajahnya dibalik lipatan tangannya, bunyi detak jarum jam yang menunjukkan pukul satu dini hari terdengar selaras dengan detak jantungnya, begitupula dengan suara petir yang bersahutan.

Sudah lewat tengah malam, tapi sampai sekarang kekasihnya itu belum memberi kabar apapun padanya.

Jadi Jayden benar-benar melupakan hari ulang tahunnya?

Bella menghembuskan napasnya kasar. Rasa marah, kecewa, sedih, semuanya tercampur aduk didalam hatinya. Tak pernah sekalipun terbesit di pikirannya bahwa Jayden lebih mementingkan orang lain dibandingkan dirinya. Jika orang tersebut adalah mama Jayden maka ia tidak masalah, tapi orang tersebut adalah Luna yang tak lain dan tak bukan adalah seseorang yang berusaha merusak hubungan mereka.

Bella bangkit dari sofa ruang tamunya dan bergegas menuju kamarnya, namun langkahnya terhenti saat mendengar ketukan di pintu rumahnya. Dengan langkah berat ia berjalan untuk membuka pintunya, ia tidak berharap lebih jika orang tersebut adalah Jayden.

"Selamat ulang tahun, sayang!"

Bella menyipitkan matanya mendengar kalimat penuh semangat yang diucapkan oleh pria yang tak lain dan tak bukan adalah kekasihnya sendiri.

"Ayo buat permohonan dulu terus habis itu tiup lilinnya," ujar Jayden tanpa melunturkan senyum diwajahnya, ia bahkan megabaikan bajunya yang basah karena terkena air hujan.

Bella memejamkan matanya untuk membuat permohonannya seperti yang diminta Jayden lalu meniup lilin di atas kue tersebut, membuat kekasihnya itu bertepuk tangan.

Rasa kesal yang sebelumnya bersarang dihatinya perlahan menguap kala melihat sang kekasih yang kini berada dihadapannya.

"Makasih."

"Nggak, harusnya aku yang minta maaf. Maaf karena nggak bisa jadi orang pertama yang ngucapin selamat ulangtahun buat kamu," ujar Jayden dengan raut wajah bersalah.

"Nggak apa-apa, setidaknya kamu bisa jadi orang terakhir yang ngucapin selamat ulang tahun buat aku."

"Aku juga minta maaf karena nggak bisa kasih kabar sama kamu. Ponselku lowbat dan aku nggak sempat ngisi juga, aku nggak bisa ninggalin Luna dari kemarin," jelas Jayden.

Senyum yang sebelumnya terlukis di bibir Luna melenyap dan digantikan dengan raut wajah tak terbaca.

"Luna? Jadi dari kemarin kamu ada di rumah dia?"

To Be Continue.

Sorry for typo(s).

RUWET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang