40. Apa Itu salah?

19 4 0
                                    

"Aku hanya memperjuangkan cintaku, apa itu salah?"

_Kaluna Agnesia_

.

.

.

Warning! 18+
Harap bijak dalam memilih bacaan.

"Jadi dugaan gue benar."

Gilang memiringkan tubuhnya untuk memfokuskan pandangannya pada sosok disampingnya yang masih mengulas senyum di bibirnya.

"Lo pelakunya, Stevani Arabella?"

Luna membuka perlahan kelopak matanya, namun hanya hitam yang menghampirinya, seperti terhalang sesuatu. Ia mencoba untuk membukanya namun nihil sebab kedua tangannya tidak bisa digerakkan, begitu pula dengan kedua kakinya. Tidak, seperti seluruh tubuhnya tidak bisa digerakkan, dirinya diikat?

"Tunggu, ini kenapa?" gumam Luna.

Ia menggerakkan tubuhnya dengan brutal, berusaha melepaskan diri dari tali yang mengikat tubuhnya, namun percuma saja karena tali yang mengikatnya sangat erat, yang ada ia malah menyakiti tubuhnya sendiri.

Luna mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi sebelumnya. Seingatnya ia tadi sedang dalam perjalanan menuju tempat yang dikatakan oleh Jayden lewat pesan singkat, lalu saat sampai ia terlihat bingung karena tempat itu adalah sebuah gedung terbengkalai yang terletak di ujung jalan dekat sekolahnya.

Ia sempat mengira jika Jayden salah mengirim alamat, maka dari itu hendak menelepon pria itu untuk bertanya. Namun sebelum niatnya terlaksana ia merasa seseorang menutup mulutnya dengan kain dan setelah itu ia tak mengingat apapun.

"Oh, lo udah bangun?"

Tubuh Luna menegak kaku ketika terdengar suara pintu yang dibuka, diikuti dengan suara seseorang.

"S-siapa... Lo, siapa?"

"Lo nggak ngenalin suara gue? Jahat banget," ujar sosok tersebut.

Luna memekik kecil saat kain yang menutupi kedua matanya ditarik secara paksa, membuat kepalanya ikut tertarik, sedangkan si pelaku penarikan terkikik kecil melihatnya.

"Kalau sekarang, gimana?"

Luna mengerjapkan kedua matanya, berusaha menyesuaikan cahaya yang berlomba-lomba masuk ke dalam retina nya. Ia kemudian menyipit saat melihat sosok yang dikenalnya tengah berdiri di hadapannya dengan pakaian serba hitam.

"Bella?"

Bella tersenyum lalu melambai kecil sebagai balasan, "ya, ini gue."

Luna mendesah lega karena mendapati sosok yang dikenalnya, Bella pasti bisa menolongnya.

"Tolong, tolong gue. Tolong lepasin ikatan ini, sakit."

Bella mengangkat kedua alisnya, "lepasin?" tanyanya yang dibalas anggukan kuat oleh gadis didepannya itu. Ia tertawa kecil sebelum membuka suara, "kenapa gue harus lepasin lo saat aku udah bersusah-payah buat ngikat lo?" lanjutnya.

Kedua mata Luna membola mendengar penuturan Bella, "lo... yang ngikat gue?"

"Tentu aja, kenapa lo masih nanya?"

"Tapi, kenapa?"

"Kenapa?"

Bella meletakkan jari telunjuknya pada dagu, gestur seolah-olah berpikir. Ia kemudian berpaling menatap sosok yang duduk dengan santai di sudut ruangan.

"Cakra, menurut lo kenapa gue ngikat dia?"

Luna menolehkan kepalanya ke belakang dan mendapati sosok lain yang juga dikenalnya berada di sudut ruangan, tiba-tiba rasa takut menjalar di tubuhnya.

Cakra yang ditanyai pun hanya tersenyum kecil, "tentu aja karena lo mau main sama dia."

Bella menjetikkan jarinya didepan wajah Luna yang kini berubah pucat, "lo dengar itu kan? Gue mau main sama lo."

"Apa mak-sudnya?" tanya Luna tergagap.

"Selesaiin dalam 10 menit, gue tunggu lo di luar," kata Cakra.

Bella hanya mengangguk kecil sebagai balasan, lalu setelah itu Cakra melangkahkan kakinya keluar dari ruangan. Ia perlu memastikan jika tak ada satu orangpun yang memergoki perbuatan bejatnya dengan sang sahabat.

Bella kembali mengalihkan pandangannya pada Luna yang masih menatapnya ketakutan seolah-olah dirinya adalah malaikat pencabut nyawa. Ya, meskipun memang begitu kenyataannya.

Kedua netra Luna bergetar ketakutan, "kenapa? Kenapa Lo ngelakuin ini ke gue?"

Bella mendengus kecil, "bukannya gue udah jawab pertanyaan itu tadi? Apa lo sekarang mendadak hilang ingatan?!"

Luna sedikit terlonjak mendengar seruan Bella. Apakah gadis didepannya ini benar-benar Bella yang dikenalnya?

Bella menghela napas kasar lalu tersenyum teramat manis, ia menundukkan badannya agar sejajar dengan wajah Luna.

"Maafin gue. Lo tanya kenapa gue ngelakuin ini ke lo kan? Oke, gue akan jawab."

Bella mendekatkan wajahnya pada Luna yang kini memejamkan kedua matanya erat-erat, ia meniup pelan wajah didepannya yang mau tak mau membuat gadis itu membuka mata dan menatapnya.

"Hah, wajah lo benar-benar memuakkan. Gue nyesel lihatnya, gue habisin sekarang aja gimana?" sarkas Bella, ia menjauhkan tubuhnya dan menutup kedua matanya dengan sebelah tangan.

Bella tertawa kecil seakan-akan kalimat yang dikatakannya lucu, "tapi gue nggak becanda, wajah lo emang benar-benar memuakkan."

"Apa salah gue, Bella?" Luna kembali mengulangi pertanyaannya yang sama.

"Astaga, lo ini dungu juga ya. Oke, gue akan jawab itu sekarang."

Bella mengangkat kakinya dan mengetuk cukup kuat dada Luna, membuat empunya sedikit memekik.

"Salah lo karena lo udah jadi pengganggu di hubungan gue sama Jayden," lanjut Bella

Luna mendongakkan kepalanya menatap tak percaya pada Bella, kedua matanya memicing.

"Gue cuma perjuangin cinta gue, apa itu salah?"

To Be Continue.

Sorry for typo(s).

RUWET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang