44. Date in minimarket.

21 4 0
                                    

Jayden dan Bella berada di salah satu meja di depan toserba, sekalian berteduh karena hujan tiba-tiba mengguyur kota.

"Pelan-pelan aja kalau makan, lagipula aku nggak bakalan minta kok. Nanti kamu kesedak kalau ma–"

Uhuk uhuk!

"Aku bilang juga apa."

Jayden dengan cepat membuka sebotol air mineral dan menyerahkannya pada sang kekasih yang langsung diteguk dengan terburu-buru. Bella kemudian menetralkan napasnya dengan wajah yang memerah padam.

"Panas banget."

Bella mengusap pelan tenggorokannya yang terasa panas karena tersedak saus sambal, ia kemudian tersenyum begitu melihat Jayden yang menatapnya dengan dengan raut wajah datar.

"Ayamnya enak, aku sampai lupa diri makannya."

Bella kembali melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda tadi, ia bahkan mengabaikan rasa panas di tenggorokannya.

"Kamu boleh habisin semua, tapi makannya pelan-pelan aja," ujar Jayden mengingatkan.

"Iya, tuan."

Terjadi keheningan cukup lama diantara keduanya karena sibuk dengan urusan masing-masing.

Jayden sibuk memperhatikan Bella, ia bahkan beberapa kali mengambil foto sang kekasih yang sedang menikmati ayam goreng. Sedangkan Bella sibuk menghabiskan satu box ayam goreng dihadapannya dengan khidmat, mengabaikan Jayden yang terlihat sibuk dengan dunianya.

"Aku dengar papa kamu udah pulang," ujar Jayden yang berinisiatif memecah keheningan diantara mereka.

Bella menatap sang kekasih lalu mengangguk kecil setelahnya, "iya, dia udah pulang tiga hari yang lalu. Eh, kok kamu bisa tahu?" tanyanya kemudian.

"Gilang yang kasih tahu aku."

Bella mengaggukkan kepalanya mengerti mendengarnya.

"Kenapa kamu nggak kasih tahu aku?"

Bella tersenyum kecil mendengar kalimat yang terselip nada merajuk itu, "emangnya kenapa? Kamu mau ketemu sama papa?" godanya.

Kedua obsidian Jayden membulat sekilas, otaknya berputar menemukan alasan, "hah? Aku, aku–"

Bella menutup mulutnya dengan sebelah tangannya yang bersih dari noda minyak, menahan tawanya yang hampir meledak karena melihat wajah linglung Jayden.

Sedangkan Jayden menatap heran sang kekasih yang berusaha menahan tawanya. Kenapa? Apa ada yang lucu?

"Aku cuma becanda, maaf nggak ngabarin kamu waktu papa pulang kemarin," kata Bella setelah berhasil meredam tawanya.

"Nggak apa-apa kok," balas Jayden singkat.

Jayden memang belum pernah bertemu dengan papa Bella, atau lebih tepatnya ia belum siap bertemu.

Ya, Jayden akui jika dirinya memang cemen karena tidak berani bertemu dengan satu-satunya orang tua sang kekasih. Menurutnya saat ini masih terlalu dini untuk bertemu dengan beliau, setidaknya ia harus sudah memiliki pekerjaan yang mapan jika menemui papa Bella nanti, dan dengan begitu ia bisa sekalian meminta restunya untuk menikahi Bella.

Ah, membayangkannya saja sudah membuat Jayden bahagia.

Bella mengeryitkan dahinya melihat Jayden yang sedang tersenyum tanpa alasan. Apa yang terjadi dengan kekasihnya? Ia menyenggol pelan lengan sang kekasih untuk menyadarkannya

"Jay, kamu lagi mikir apa sih?"

Jayden tersadar dari lamunannya, tubuhnya tersentak terkejut, "hah, kenapa?" tanyanya dengan wajah bodoh.

"Harusnya aku yang nanya gitu, kamu kenapa? Kok senyum-senyum sendiri sih?"

Jayden menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "nggak kok, nggak penting," jawabannya asal.

Bella memicingkan kedua matanya tak percaya, "serius?" tanyanya yang dibalas anggukan kecil oleh sang kekasih, mau tak mau ia harus mempercayainya.

"Ngomong-ngomong, bagiamana kabar mama kamu?" sambung Bella.

"Mama baik-baik aja. Oh iya, aku mau kasih tahu sesuatu sama kamu," ujar Jayden dengan bersemangat.

Bella membuang box ayam gorengnya yang telah tandas, membersihkan tangannya dengan tisu basah dan menatap penuh tanya pada Jayden yang kini mencondongkan tubuh kearahnya.

"Apa?"

"Sebentar lagi mama mau nikah," ujar Jayden dengan wajah berseri.

Bella membulatkan kedua netranya, merasa terkejut dengan penuturan sang kekasih, "oh ya? Serius?" tanya Bella dengan antusias yang dibalas anggukan oleh Jayden.

"Iya, kemarin aku udah ketemu sama calonnya. Sebenarnya bukan cuma kemarin sih, aku sudah sering sama dia sejak lama. Kira-kira sejak dua tahun yang lalu? Waktu mereka baru pacaran.”

"Dua tahun? Usianya sama kayak hubungan kita kan?" kata Bella yang dibenarkan oleh Jayden.

"Kalau boleh tahu, orangnya kayak gimana?" tanya Bella penasaran. Ia ingin tahu laki-laki seperti apa yang berhasil membuat ibunda sang kekasih jatuh cinta untuk kedua kalinya.

"Dia orangnya baik terus asik. Mama emang nggak salah pilih pasangan," ujar Jayden diiringi dengan senyum tulusnya.

"Aku ikut senang dengernya, semoga mama kamu sama calonnya cepat ke pelaminan ya."

Jayden tersenyum lebar hingga menampakkan deretan giginya yang rapi, "makasih," ujarnya yang dibalas anggukan oleh sang kekasihnya.

Tubuh keduanya terlonjak saat suara petir bergemuruh menandakan hujan yang semakin lebat.

"Hujan nya makin lebat, gimana dong? Besok kan kita sekolah," ujar Bella dengan raut wajah khawatirnya.

"Satu-satunya jalan keluar adalah, nunggu hujannya reda."

Kedua netra Bella memicing mendengarnya "yang benar saja dong Jay, ini udah hampir larut malam, aku juga belum ngerjain PR matematika. Kamu mau aku diterkam bu Nawa?”

"Tapi hujannya lebat, sayang. Pilih satu, kamu mau kena hipotermia atau demam?"

"Ya aku nggak milih dua-duanya lah."

"Bagus, kalau gitu kita tunggu hujannya reda."

Bella mencebikkan bibirnya mendengar perkataan kekasihnya tersebut, "Jay..." rengek nya.

"Nggak, sayang."

"Please, aku janji pasti baik-baik saja nanti."

Jayden melirik ke arah kekasihnya yang kini menatapnya dengan raut wajah memelas, hah, kenapa ia begitu lemah dengan tatapan itu.

"Fine, kita pulang sekarang. Tapi kalau kamu sampai sakit besok, aku nggak akan segan-segan ngomelin kamu."

"Ya, kita pulang sekarang!"

To Be Continue.

Sorry for typo(s).

RUWET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang