59. Destiny.

17 4 0
                                    

“Sekeras apapun kita berusaha namun jika takdir berkata tidak, semuanya akan berujung sia-sia. Pada akirnya takdir yang menentukan kita.”

_Jayden Dhanurendra_

.

“Kamu masih cinta sama aku, kan?”

Seulas senyum tipis terlukis di bibir Bella kala pria dihadapannya itu tak kunjung membuka suara. Menurutnya diamnya Jayden memiliki arti, iya.

“Masih ada harapan Jay, ayo bejuang bersama.”

“Jay, kita bisa-“

Jayden mendorong Bella sedikit kuat hingga gadis itu mundur beberapa langkah dengan raut terkejut yang begitu ketara di wajahnya. Kedua matanya menatap nyalang pada Bella setelah sadar dengan apa yang dilakukan gadis tersebut. Dia mencoba membujuknya?

“Apa yang lo harapin dari jawaban gue?” desis Jayden yang tersirat nada tak suka didalamnya, “Bella, kita akan jadi saudara setelah ini, lo lupa?” lanjutnya.

Bella membulatkan kedua netra madunya sarat akan keterkejutan, “tapi Jay, aku nggak bisa-“

“Gue tegasin sekali lagi sama lo, hubungan kita udah berakhir dan kita akan jadi saudara. Jadi ayo bertingkah layaknya saudara pada umumnya,” potong Jayden kembali. Kedua tangannya terkepal karena merasa muak dengan topik pembicaraan ini yang tak kunjung berakhir.

Bella menggelengkan kepalanya kuat-kuat, ia mencoba menolak fakta yang baru saja diucapkan oleh Jayden.

“Gimana mungkin aku bisa nganggap kamu layaknya saudara aku sendiri? Nggak Jay! Aku nggak bisa, aku cinta sama kamu,” papar Bella. Likuid bening mulai turun membasahi kedua pipinya yang beranakan air mata.

Jeyden melangkah maju mendekati Bella yang kini menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan, menghalau tangisnya. Jayden menundukkan tubuhnya hingga dirinya sejajar dengan Bella, dengan perlahan menarik kedua tangan Bella hingga wajah memerah yang beruraikan air mata itu berhadapan dengannya.

“Bella, gue udah sering bilang ini ke lo. Kita adalah takdir. Gue, lo dan semuanya bergantung sama takdir. Jadi mau sekeras apapun kita berusaha tapi kalau takdir berkata tidak, semuanya akan berujung sia-sia. Pada akirnya takdir yang menentukan kita.”

Bella berang mendengar penuturan Jayden, ia menghempaskan lengannya kuat-kuat hingga tangan yang mencengkeraman lengannya itu terlepas.

Bella mengelengkan kepalanya dengan cepat, “aku nggak peduli, aku nggak peduli sama takdir Jay. Aku bisa buat takdir aku sendiri!” seru Bella. Suaranya bahkan menggema di tempat terbuka tersebut, jadi tidak menutup kemungkian jika suara Bella bisa terdengar kedua orang tua mereka yang berada di dalam rumah.

Jayden mendengus kesal, “jangan gila Bella, emangnya lo itu Tuhan?” sarkasnya demikian.

“Iya! Aku emang gila! Aku gila karena kamu Jay, jadi jangan tinggalin aku. Aku mohon, Jay...” Bella memohon disela-sela tangsnya kian menjadi. Tubuhnya lutuh di lantai marmer karena tidak bisa menahan berat badannya sediri, ia menyembunyikan wajahnya diantara kedua lututnya.

Deja Vu.

Jayden merasa deja vu, rasanya ia pernah berada di kondisi seperti ini. Lebih tepatnya dua minggu yang lalu saat ia memutuskan hubungan mereka secara sepihak.

Jayden menatap Bella yang jatuh terduduk dihadapannya, hatinya terasa sakit melihat gadis yang dicintainya menangis dan lagi-lagi dia adalah penyebabnya. Jika bisa, dirinya pun tidak ingin meninggalkan Bella, dia tidak ingin berpisah dengan Bella, dia ingin terus bersama Bella selamanya.

Dia masih sangat mencintai Bella, sangat-sangat mencintainya hingga titik dimana ia rela menyerahkan kewarasannya saat ini juga, tapi sayangnya ia tidak bisa. Sayangnya Jayden tidak bisa melakukannya karena ia rasa cintanya pada sang mama lebih besar. Jika ia rela menyerahkan kewarasannya pada Bella, maka ia rela melepaskan nyawanya pada sang mama.

Jayden bersungguh-sungguh, ia sangat mencintai Bella tapi rasa cintanya itu tidak lebih besar daripada rasa cintanya untuk sang mama, wanita yang telah membawanya ke dunia ini. Wanita itu bahkan rela mempertaruhkan nyawanya demi melahirkan dan membesarkan dirinya seorang diri, maka Jayden juga rela menyerahkan nyawanya pada sang mama sebagai rasa terimakasih.

Jayden membawa tubuhnya berjongkok didepan Bella, “jangan kayak ini Bella, aku mohon. Kamu nyakitin aku,” lirih Jayden.

Bella mendongkkan wajahnya yang berurai air mata, kedua netranya sedikit melebar melihat tatapan yang diberikan Jayden padanya. Tatapan penuh cinta yang selalu Jayden berikan padanya, ini Jayden nya. Jayden nya telah kembali.

Tapi kenapa tatapan itu terselip sarat keputusasaan dan penyesalan yang begitu ketara. Kenapa? Kenapa Jayden malah menyuruhnya berhenti?

Sebelah tangan Bella terangkat mengusap pelan pipi padat Jayden, “terus aku harus gimana Jay? Aku juga sakit karena kamu,” tuturnya.

Jayden mengangkat wajahya dengan perlahan, kedua netranya langsung disuguhi pemandangan sang bidadari yang menatapnya dengan tatapan kesakitan, hatinya ikut berdenyut sakit melihatnya. Ia menolehkan kepalanya ke samping untuk menghidari tatapan tersebut.

“Bilang sama aku Jayden, apa yang harus aku lakuin?” Bella mengulangi perkataanya.

“Tolong berhenti, lepasin aku. Aku nggak mau usahaku ngelepas kamu berakhir sia-sia. Demi aku Bella, aku mohon lakuin ini demi aku. Aku cuma mu liat mama bahagia, aku mohon sama kamu Bella.” Jayden menutup wajahnya dengan sebelah tangan dengan kepala menunduk, ia menangis.

Bella memaksa bibirnya untuk melukis senyum yang diyakininya malah terlihat mengenaskan. Dengan kasar mengusap air mata yang berlomba-lomba turun di kedua pipinya, jemarinya yang mengusap pipi Jayden ia bawa pada dagu dan mengangkatnya perlahan hingga tatapan kedua bertemu.

Tangan Bella mengusap lembut aliran air mata yang membasahi kedua pipi pria yang masih sangat dicintainya tersebut, "ayo bilang, bilang sekali lagi dan aku akan ngelakuin itu.”

Jayden memaksakan senyumnya, ia mengambil jemari Bella yang senantiasa mengusap pipinya dengan lembut. Membawa jemari tersebut pada genggamannya lalu mengecupnya lembut.

Jayden menatap gadis didepannya yang tersenyum kecil seolah-olah menunggu ia mengucapkan sepatah kata. Dengan bibir begetar, Jayden membuka suaranya.

“Kalau kamu emang cinta sama aku, maka lepasin aku.”

Bella menggigit bibirnya kuat-kuat, berusaha menghalau tangis dan tetap memepertahankan senyumnya. Bella tertawa kecil disela isakannya, lalu mengangguk kecil.

Oke, karena aku benar-benar cinta sama kamu dan karena kamu sendiri yang minta. Maka mulai saat ini, aku-“ Bella menjeda kalimatnya, rasanya ia tidak sanggup melanjutkannya.

Bella memejamkan kedua netranya erat-erat yang membuat air mata turut terjun pada kedua pipinya.

“Aku lepasin kamu Jay.”

Pada malam itu, Jayden berhasil membuktikan pada Bella, bahwasanya takdir Tuhan itu nyata. Lalu sedangkan mereka sebagai ciptaanya, hanya bisa menerimanya.

To Be Cotinue.

Sorry for typo(s).

RUWET [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang