Jayden mengangkat sedikit wajahnya dari bantal saat mendengar pintu kamarnya diketuk dari luar oleh seseorang.
"Sayang, mama boleh masuk?"
"Masuk aja, nggak dikunci kok," balas Jayden. Ia bangkit dari posisi tengkurapnya dan duduk ditepi ranjang diikuti dengan sang mama yang turut duduk disampingnya.
"Ada apa ma?"
"Bukannya mama yang harusanya nanya gitu? Kamu kenapa?" Bukannya membalas pertanyaan yang diberikan, Rasti malah melayangkan pertanyaan lain.
Jayden mengerutkan keningnya tipis, ia menunjuk dirinya sendiri lalu menggeleng kecil.
"Aku? Aku nggak apa-apa kok, aku baik-baik aja," balasnya yang tidak sepenuhnya berbohong. Raganya memang baik-baik saja, tapi tidak dengan hati dan pikiran nya.
Rasti mencubit kecil pipi Jayden, "jangan bohong sama mama, sayang. Ada apa, hm? Kamu bisa cerita sama mama."
Rasti tahu dengan benar jika ada sesuatu yang mengganggu pikiran Jayden, anak semata wayangnya itu bertingkah aneh sejak melangkahkan kakinya memasuki rumah sore tadi.
Bahu Jayden turun bersamaan dengan helaan napas yang keluar dari bibirnya, ia menarik pergelangan tangan kiri sang mama agar berbaring di tempat tidurnya.
"Temenin aku, aku mau tidur sama mama malam ini."
Jayden membawa lengan sang mama pada punggungnya layaknya sedang memeluk, ia kemudian menyusupkan wajahnya pada perpotongan leher wanita yang telah membawanya ke dunia ini.
"Nyaman, mama mau kan peluk aku kayak gini sampai besok pagi?"
Rasti tersenyum hangat mendengar penuturan polos Jayden, ia mengeratkan pelukannya dan mengusap perlahan punggung lebar Jayden. Diam-diam Rasti merasa perutnya bergejolak geli, sejak kapan anaknya tumbuh sebesar ini?
Rasti mengecup pucuk kepala Jayden yang membuat anaknya tersebut semakin menyusupkan kepala semakin dalam. Ia terkikik kecil, rasanya seperti ia kembali berhadapan dengan Jayden yang berusia 5 tahun.
"Kenapa anak mama tiba-tiba manja gini?"
Jayden tak menyahuti perkataan sang mama, ia sibuk menikmati usapan halus sang mama yang kini berpindah pada surai arangnya. Nyaman, rasanya sudah sangat lama ia tidak menikmati perasaan seperti ini.
"Jadi, apa yang ganggu pikiran kamu?" tanya Rasti sekali lagi.
"Nggak ada, aku baik-baik saja kok," kata Jayden dengan suara kecil.
Rasti menghela napas kecil lalu kembali mengusap surai arang Jayden, "fine, kamu bisa cerita sama mama kalau kamu udah siap."
Suasana kamar berubah hening sebab tak ada yang membuka suara. Jayden menikmati sentuhan halus sang mama pada surainya, kedua matanya terpejam namun tak kunjung jatuh ke dalam alam mimpi. Yang ada pikirannya berkecamuk memikirkan banyak hal yang terasa seperti benang kusut di otaknya.
"Ma..." panggil Jayden yang memecah keheningan yang melanda keduanya.
"Hm?"
Jayden memundurkan kepalanya yang otomatis membuat usapan sang mama pada surainya terhenti, kedua obsidian nya menatap netra yang serupa dengannya tersebut.
"Kalau mama di kasih pilihan antara nyelamatin bidadari yang tersesat atau malaikat yang terluka, kira-kira siapa yang mama pilih?"
Senyuman di wajah Rasti perlahan luntur mendengar perkataan Jayden, entah kenapa ia merasakan sarat ketakutan yang tersirat dari kalimat tersebut.
Rasti berusaha menampilkan senyum terbaiknya, "daripada nanya sama mama, apa kamu udah tanya sama diri kamu sendiri?"
Jayden tertegun dengan kalimat yang diucapkan sang mama, "aku–"
Jayden terlihat ragu untuk melanjutkan kalimatnya. Apa yang dikatakan mamanya memang benar, tapi terlalu banyak warna abu-abu di otaknya yang membuat ia tidak bisa menemukan jawaban atas pertanyaannya tersebut.
"Aku, nggak tahu," jawab Jayden pada akhirnya.
Rasti dapat merasakan perasaan kecewa sang anak yang tidak ia ketahui apa penyebabnya itu. Ini pertama kalinya ia menghadapi Jayden yang terasa sangat sulit untuk ditebak, mungkin juga karena anaknya kini sudah mulai menginjak usia dewasa yang mana berada di fase mulai mendapatkan masalah di hidupnya. Dan tugasnya disini adalah menjadi seorang teman yang bisa membantunya untuk menyelesaikan masalah bukan?
"Boleh mama tanya sesuatau?" tanya Rasti yang dibalas gumaman kecil oleh Jayden.
"Siapa bidadari yang tersesat dan malaikat yang terluka itu?" lanjut Rasti.
Tubuh Jayden sedikit tersentak mendengar pertanyaan yang dilontarkan sang mama. Ia memutar otaknya namun tak kunjung menemukan jawaban yang tepat untuk membalas pertanyaan tersebut.
"Aku mau tidur, mama bisa nyanyiin lullaby buat aku?" final Jayden, ia menyerah untuk menjawabnya.
Kedua sudut bibir Rasti terangkat kecil, ia membenarkan letak selimut yang menutupi tubuhnya dan sang anak. Bibirnya mulai mengeluarkan senandung lagu pengantar tidur yang biasa ia nyanyikan untuk menidurkan Jayden saat kecil, tak lupa dengan tangannya yang sibuk mengusap surai arangnya.
Rasti sedikit menunduk saat merasakan pundaknya basah yang berarti anaknya tersebut tengah menangis, ia menumpukan dagunya pada pucuk kepala Jayden.
"Sleep well, dear... Ada mama disini."
To Be Continue.
Sorry for typo(s).
KAMU SEDANG MEMBACA
RUWET [END]
Teen Fiction[HARAP FOLLOW SEBELUM MEMBACA, TERIMAKASIH] [BELUM DI REVISI] Warning! 18+ Murder scene, strong language, (no sex scene) Harap bijak dalam memilih bacaan Summary: Jayden dan Bella adalah sepasang kekasih yang saling mencintai. Namun hubungan mereka...