『Chapter I』

22 9 12
                                    

[7 Tahun Lalu]

.

.

.

[Disini Kanaya berumur 7 tahun atau kelas 2 SD]

.

.

.

"Eh, tangkep!!" sabuah tas melayang di angkasa, berhasil di tangkap oleh tangan lainnya. Sementara itu, seorang bocah perempuan bersurai hitam sepinggang berusaha sekuat tenaga mengejar tas yang kembali dilempar-lempar tersebut. "Farel!!"

Yang di panggil Farel langsung menangkap tas yang di operkan. Di wajahnya terpampang senyum mengejek.

Baru saja ia mau melempar balik tas merah itu pada temannya yang lain, bocah perempuan itu langsung tersandung dan tersungkur di tanah. Tak ada yang berniat menolongnya, sama sekali.

"Cih," bocah bernama Farel itu mendecih sebelum melempar dengan keras tas yang tadi dipegangnya. "Ngga asik, segitu aja udah jatoh. Lemah!!" menginjak sekali tas yang kini terbaring kotor di tanah, Farel berlalu bersama teman-temannya meninggalkan bocah perempuan itu.

Merasa dirinya kini sendirian, bocah perempuan itu segera bangkit dan mengambil tasnya. Ia menepuk-nepuk pelan warna merah yang mendominan tas gendong kecil itu sebelum beralih menepuk bajunya yang kotor. Menguncir rambutnya agar terlihat lebih rapi, bocah itu langsung berlari pulang menuju rumahnya.

.

.

.

.

.

.

.

"DARIMANA AJA KAMU?!?" bentakan, cacian, dan makian adalah hal pertama yang menyambutnya di rumah minimalis itu. "KENAPA BAJU KAMU KOTOR BEGITU!?! MALU-MALUIN MAMA AJA!! GANTI BAJU KAMU!!"

Menurut, bocah itu bergegas menuju kamarnya dengan linangan air mata.  Ia menatap dirinya di pantulan cermin kamar.

Ada bekas telapak tangan besar di pipi kirinya dan bibirnya yang berdarah. Belum lagi bajunya yang kotor dan berlumpur, dan jangan lupakan kakinya yang lecet-lecet itu. "Padahal besok masih sekolah... aku cuci aja deh..."

Ia segera melenggang menuju kamar mandi tanpa memedulikan sosok yang sedari tadi mengintip dirinya melalui jendela kamar. "Cih,"

.

.

.

.

.

.

'plakk!!'

Tamparan itu mendarat seringan bulu di pipi kanan bocah perempuan itu. Baru saja ia datang ke sekolah, tamparan menjadi penyambut pertamanya. "Kamu itu yah, telaaaat mulu kerjaannya!! Orang tua kamu ngga ngajarin kamu tentang kedisplinan?!!"

Bocah perempuan itu hanya terdiam mendengar bentakan sang guru, dan juga beberapa gelak tawa dari teman-temannya tanpa niat membantu sama sekali. Bocah perempuan itu hanya menunduk, menahan air mata yang memaksa keluar dari pelapuk matanya sembari meremas ujung kemeja sekolah miliknya.

"Keluar kamu!! Malu-maluin ibu aja!!" seru sang guru sembari mendorong bocah itu keluar. Menurut, ia segera berlari keluar setelah membungkuk kecil. Teman-teman sekelasnya tertawa mengejek melihat itu, tapi berbeda dengan sosok yang duduk di pinggir jendela sembari berdecak kesal.

"Nih," bocah perempuan itu menoleh, menatap roti coklat yang di sodorkan padanya. "Kamu belum makan, kan?" mengangguk ragu, tangannya terulur meraih roti coklat yang disodorkan.

"Apip kenapa di sini? Ngga masuk kelas?" tanya bocah perempuan itu sembari membuka bungkus rotinya. Bocah lelaki yang duduk di sampingnya tersenyum simpul. "Aku ke sini buat Kanaya, lho. Masa langsung di usir, sih~" rengeknya.

Bocah perempuan bernama Kanaya itu menatap Afif sejenak sebelum kembali memakan rotinya. "Eumhang Aphip nggha dhi shaliin ihu hulu?(emang Apip engga di cariin ibu guru?)"

Memandang gemas, Afif mencubit pelan pipi Kanaya. "Kanaya lucu banget sih! Nih, susu." Kanaya menatap susu kotak rasa coklat yang disodorkan padanya dan mengambilnya. "Mhakashi Aphip!" Kanaya tersenyum lembut setelah menelan roti di mulutnya.

Afif hanya tersenyum simpul mendengarnya sebelum mengusak surai legam Kanaya. "Makan yang banyak, kalau kurang nanti aku beliin lagi..."

Mari kita beralih dari keduanya menuju Farel. Bocah lelaki itu menatap tak suka pada interaksi antara Afif dan Kanaya. "Cih, ngapain juga, sih, ketua kelas deket-deket sama Aya! Cari perhatian banget!!"

.

.

.

.

.

.

"Kanaya!" Kanaya menoleh, menatap Afif yang mendekatinya perlahan. "Ayo pulang bar--"

"Enak aja!! Kanaya pulang sama aku!!" Farel langsung menyerobot tangan Kanaya. Ia mendorong bahu Afif untuk mundur dan segera menggeret bocah perempuan itu untuk pulang. Afif yang melihat itu hanya memanddang kesal sembari mengepalkan tangan. "Sok peduli banget sih,"

"A, Arel... Arel tunggu!!" tak menggubris, Farel tetap menarik Kanaya dengan kesalnya. Kanaya berusaha meronta, namun gagal. Hingga akhirnya keduanya berhenti. "A, Arel.."

"AYA!! Kamu itu ngga boleh deket-deket sama ketua kelas!!" Kanaya kaget, kenapa ia tidak boleh dekat-dekat dengan Afif? Memangnya kenapa?

"Tap--"

"Ngga ada tapi-tapian!! Aya ngga boleh deket-deket sama ketua kelas kalau ngga mau aku aduin ke Mamanya Aya!!" mendengar nama sang ibu, Kanaya hanya bisa mengangguk pasrah. Farel mengusak pelan surai legam itu sebelum kembali menariknya pulang.

'Aya itu punya aku! Dan selamanya bakal terus jadi punya aku!!'

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Bersambung......

☪೧Lullaby For You೧☪ [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang