『Chapter II』

16 8 7
                                    

"Pagi, Kanaya~!" Kanaya menoleh, menatap Afif yang tersenyum padanya di depan gerbang. Baru saja ia akan membalas sapaan Afif, Farel sudah datang dan menarik lengannya pergi. "Ayo kita ke kantin, Aya!!"

Kanaya hanya bisa menurut dan mengikuti Farel, meninggalkan Afif yang memandang kesal. "Payah!"

"A, anu, Arel..... I, ini ngga papa?" Kanya bertanya ragu sembari melihat setumpuk roti rasa coklat plus susu kotak yang juga memiliki rasa coklat di kresek yang dibawanya, bahkan ada beberapa permen didalamnya. Farel terdiam sejenak, masih dengan menggandeng tangan mungil Kanaya. "Ngga papa, Aya harus banyak minum susu biar tinggi!"

Kanaya hanya pasrah saat Farel menarik dirinya memasuki kelas. Tentu saja semua mata langsung menuju pada keduanya. Bayangkan saja, seorang pembully nomor satu di kelas 2 dan bocah yang sering menjadi bahan bullyan tiba-tiba datang sambil bergandengan tangan?

"Aya duduk sini, ngga boleh pindah!" seru Farel memerintah. Kanaya kelabakan, "Ta, tapikan ini tempat duduk angi(anggi)"

Anggi, bocah perempuan yang dekat dengan Farel. Farel memandang tak suka, dengan kasar ia melempar tas milik Anggi. "Udah, kan?! Sekarang Aya duduk di sini!"

Kanaya hanya menurut dan mendudukkan diri di bangku sebelah Farel. Anggi yang melihat itu mendecih tak suka. Mengambil tas miliknya, ia melenggang pergi dan duduk di tempat Kanaya. Kanaya yang melihat itu memandang iba, merasa kasihan dan tidak enak.

"Biarin aja," Kanaya tersentak kecil, dan mengangguk pasrah. Guru datang dan pelajaran dimulai. Kanaya terus menerus tidak fokus karena Farel yang terus mengganggunya.

"Aya!!!" Kanaya berbalik. Farel langsung menyerobot buku catatan Kanaya dan memberikannya kepada Afif. "Ayo jajan!!"

"E, eh?! Ta, tapikan yang tadi...." Farel hanya tersenyum lembut, Kanaya menurut. Baru saja keduanya akan pergi, Afif menghentikan langkah mereka. "Farel, kamu mau ngejauhin Kanaya dari aku?"

Hening. Farel menatap sengit pada Afif. "Terus kenapa?"

"Kenapa kamu jauhin Kanaya dari aku?" Afif menatap kesal. Kanaya bingung menatap kedua orang yang kini tengah berdebat di hadapannya.

"A, Apip... Arel... u, udah dong..." namun keduanya seakan tuli dan tetap saling berdebat.

"Terserah aku dong! Emangnya masalah buat kamu!?" Farel ngotot, enggan melepaskan tangan Kanaya yang ikut di genggam Afif.

"Masalah dong! Kanaya bebas nentuin dia mau sama siapa!" Afif makin naik pitam, begitupun Farel.

"Ka, kalian..." Kanaya pusing ditarik sana sini, seakan dia adalah tali yang ditarik-tarik.

Farel yang sudah kepala emosi, mendorong Afif sampai tersungkur di tanah yang membuat banyak anak yang menyaksikan hal itu langsung menjerit histeris.

"Dengerin ya! Aya itu punya aku! Kamu ngga berhak ngatur-ngatur! Selamanya dan sampai kapanpun, Aya itu punya aku!" dengan tampang menantang, Farel menyeret Kanaya pergi dari sana.

Afif sendiri hanya terdiam, bersumpah dalam hati ia akan merebut Kanaya kembali.

.

.

.

.

.

.

.

'PLAK!!'

Kanaya terdiam. Lagi-lagi tamparan menjadi hal pertama yang menyambutnya di rumah. Tidak hanya tamparan, sebaskom air dan beberapa pecahan kaca yang menggores lengan, pipi, dan kakinya juga menjadi penyambutnya dirumah.

Omelan dan cacian kembali Kanaya dengar dan rasakan. Ia kembali di seret masuk ke kamar dan dikurung.

"Huft," Kanaya kembali menghela napas untuk kesekian kalinya. Menatap dirinya di pantulan cermin, mata berwarna coklat gelap itu nampak kosong dan hampa.

"Fu*k..." itulah yang Kanaya gumamkan sebelum merebahkan dirinya ke kasur.

Tak terasa, beberapa tetes air mulai membasahi matanya. Kanaya menangis, lagi. Ia hanya bisa menangis dalam diam, tidak berani membalas.

Selama 2 tahun ini, Kanaya hanya diam diperlakukan kasar oleh sang ibu. Tak elak, ia mendapat banyak luka parah disekujur tubuhnya.

Ini terjadi karena Ayah Kanaya. Ia meninggalkan sang Ibu demi perempuan lain. Entah karena stress atau apa, Ibunya menjadi terus bersikap kasar dan melampiaskan seluruh kekesalannya pada Kanaya.

"Kakek... hik," dan hanya itu yang bisa Kanaya gumamkan sebelum terlelap.

.

.

.

.

.

.

Kanaya mengucek matanya lelah. Tengah malam tadi ia harus bangun, mencuci piring, baju, dan banyak pekerjaan rumah lainnya. Tentu Kanaya masih mengantuk, ia bagun pukul 2 dan bersekolah pukul 7. Waktu selama 5 jam ia habiskan untuk berberes rumah.

"Ah, aku mau jajan..." cicitnya sebelum berjalan menuju tuang cilok yang ada di depan gerbang sekolah. "Abang, ciloknya 1.000!"pekiknya riang.

Mengangguk, abang cilok itu segera membungkus dua buah cilok dan melumerinya dengan kecap. "Makasih ab--BUAGH!!"

Kanaya tersungkur ke samping. Kepalanya membentur tanah dan tangannya terhempas, melepaskan cilok seharga 1.000 di tangannya.

Bola basket yang baru saja melayang itu menggelinding jauh. Kanaya meringis, pipinya memerah dengan sedikit darah keluar dari sudut bibirnya dan juga keduahidungnya. Menatap cilok yang sudah jatuh di tanah, Kanaya menatap sendu. "Cilok..."

"Ka, kamu ngga papa, dek?!!" Kanaya yang berfikir bola basket tadi adalah salah satu bullyannya langsung mendongak.

Tatapan khawatir yang diajukkan membuat Kanaya terpaku. Mata hitam itu menatap khawatir padanya. "Kamu ngga papa, dek? A, ma, maafin Kakak...."

Mengulurkan tangan, Kanaya menerimanya dengan ragu. "ASTAGA!! Pi, pipimu merah banget!! Be, berdarah lagi!! Hidung kamu berdarah!!" pria tinggi di hadapan Kanaya terlihat gelisah.

Tanpa sadar, Kanaya tersenyum tipis. "Ngga papa, kak..."

"Ngga papa apanya!?! Bibir kamu sobek begitu!! Mimisan lagi! Ayo kerumah sakit!!"

"Ngga papa kak.... nanti juga sembuh..."

Pria itu memandang Kanaya sejenak. Agak ragu, "Ngga papa, kak..."

Menghela napas, pria itu mengeluarkan sejumlah uang. "Yaudah, kakak ganti cilok kamu, deh..." Netra Kanaya membulat senang. "B, beneran kak!?"

Pria tadi tersenyum tipis sembari mengusak pelan surai legam itu. "Beneran..."

"Asyik!! Oh, iya! Namaku Kanaya. Nama kakak siapa?"

"Hm... nama kakak?" Kanaya mengangguk ceria. "Nama kakak, Andreass Sbastian Davin. Salam kenal, Kanaya!"

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

[Bersambung....]

Author : AndreSbas_D789

☪೧Lullaby For You೧☪ [HIATUS]Where stories live. Discover now