#53

2K 373 93
                                    

Sejak memberi pelajaran bocah sialan itu kemarin lusa, aku selalu kepikiran.

Seseorang di SNU ikut menerorku sampai di apartemen. Aku tidak tahu ia mendapatkan alamatku dari siapa. Sejak tadi, yang kulakukan hanya berdiri di balik dinding kaca, mengamati pemandangan kota, sambil menggigit jari.

Aku mendengar suara pintu apartemen dibuka. Praktis, aku bergegas menyingkirkan dokumen-dokumen hasil penyelidikan Han Geun di bawah kasur. Selang beberapa detik saat aku berjongkok di dekat kaki ranjang, suara Yoongi mengagetkanku.

"Kau sedang apa?" tanyanya sambil membuka jaket.

"Mencari... kuncir rambutku." Aku masih berjongkok dan pura-pura mencari di lantai. Lalu, berdiri. "Ah, aku akan membeli lagi."

"Memangnya tidak ada yang lain?"

"Aku lupa menaruhnya." Yang ini benar. Aku sering kehilangan kuncir rambut.

Yoongi melambai memintaku mendekat. Aku menurut. Ia melepas salah satu gelangnya. Badanku diputar, lalu ia menguncir rambutku.

"Sementara ini dulu," katanya.

Aku menyengir. "Thanks." Kemudian berbalik menghadap dirinya. "Kau akan menginap?"

Ia mengusap bibir seperti berpikir. "Hmm... entahlah." Ia mengecek wajahku, memalingkannya ke kanan-kiri, meneliti dengan saksama. "Karena observasimu selesai dan kau kelihatan sehat—seperti yang kau bilang—, aku tidak akan menginap."

Praktis saja aku meraih tangannya dan meletakkan punggung tangannya ke dahiku. "Aku deman. Coba rasakan."

"Kau tidak demam. Katanya sehat? Kau bahkan langsung mengadakan sleepover party."

Aku pura-pura batuk kecil. "Serius. Sepertinya efek racunnya kembali lagi."

Ia tertawa kecil. Tiba-tiba, ia memelukku dan menggoyang-goyangkan badanku pelan.

"Aku akan menemanimu," katanya, membuatku tersenyum.

*

Aku lebih suka deep talk tengah malam dibanding kegiatan menyenangkan lainnya. Dan, Yoongi adalah partner yang cocok. Pantas saja ia selalu dipanggil yang lain 'Grandpa', sebab cara berpikirnya sangat sangat dewasa. Aku justru banyak belajar darinya. Ia seperti ensiklopedia berjalan.

Aku terbiasa tidur dengan aromaterapi di diffuser. Aku lebih suka aroma rerumputan segar atau bunga. Namun, saat ini aku membiarkan Yoongi memilih ekstrak yang dia suka.

Biasanya aku cepat mengantuk kalau mendengar musik Lo-Fi. Tapi, aku bisa betah berjam-jam berada di dekapan hangat lelaki di sebelahku. Tangannya mengusap kepalaku.

"Aku tidak suka berkomitmen," katanya terus terang.

Aku tidak kaget. "Aku tahu."

Ada keheningan sejenak.

"Aku bukan tipe yang suka menuntut," lanjutku.

Ia mengangkat kepala dan menopangnya dengan tangan, menatapku.

"Sungguh? Itu balasanmu?" tanyanya, terdengar sedikit kesal.

"Kan kau sendiri yang bilang tidak mau berkomitmen. Ya sudah. Masa aku memaksa, sih?" Mataku memelotot.

Ia menyeringai. "Aku tidak habis pikir." Matanya masih menyorot lekat kepadaku.

"Aku menghargai prinsip orang, kok."

Ia mencebikkan bibir. "Oke. Aku mau mendengar prinsipmu."

Aku tertawa sumbang. Sebenarnya, sejak dulu aku senang memikirkan konsep pernikahan dan kehidupan ideal setelah menikah. Misalnya, tinggal di tempat yang jauh dari perkotaan, seperti di sebuah cottage, memiliki dua anak, dan hidup tenang tanpa memikirkan masalah pelik. Namun, kehidupan seperti itu hanya ada di dongeng yang memiliki akhir bahagia.

First Love (Cerita Halu BTS Suga)Where stories live. Discover now