Aku berkesempatan kuliah di Korea Selatan untuk student exchange selama satu semester. Suatu hari, aku butuh senior yang mau bantu kasih buku referensi selama di kampus. Temanku memberikan kontaknya. Begonya, dia salah ngasih nomor.
Nomor yang dia k...
Aku mengembuskan napas panjang. Baru saja, aku menghubungi Naina, mengatakan padanya kalau aku masih 'disuruh bos' dan akan menginap di 'restoran'. Ia tidak bertanya lebih jauh. Hanya saja, ia sedikit kesal karena mendengar teman asramaku di kamar sebelah sangat berisik.
Bibirku mengerucut ke depan. Aku memandang Yoongi yang sudah tertidur lagi di sofa dan kuselimuti. Aku melayangkan bogeman di udara, memberikan gerakan seperti ingin memukul.
"Ngerepotin orang aja."
Aku berkacak pinggang. Kalau keluar dari studio, aku tidak akan bisa masuk lagi karena tidak tahu kata sandinya. Lalu, kalau dia kenapa-kenapa di sini bagaimana? Kugaruk kepala yang tak gatal. Kok aku jadi seperti ibunya sih.
Kudekati ia dan merapikan selimutnya lagi yang hampir terjatuh. Aku sudah meminta tolong pada Namjoon untuk membelikan plester kompres. Rak bukunya menyita perhatianku. Aku beranjak sekadar mengamati beberapa buku yang disimpan. Ada buku Banana Yoshimoto yang berjudul About Her. Mataku mendapati buku lain. Life Lesson oleh Elisabeth Kübler-Ross dan David Kessler. Aku mengambil dan duduk untuk membacanya di keremangan lampu studio ini. Wow. Jiwanya kelam sekali. Ia membaca buku tentang misteri kehidupan dan bagaimana menghadapi kematian. Wah... Ada apa sih dengan jiwanya?
Kuletakkan buku itu ke meja dan hendak meraih ponselku di pinggiran meja. Tiba-tiba saja, tanganku diraih. Membuatku kaget hingga ponselku terjatuh. Genggamannya sangat kuat. Matanya masih memejam, tapi ia terus menggumam. Sepertinya, ia sedang mengigau. Kubiarkan dulu genggamannya di tanganku. Selama beberapa saat, sampai akhirnya mengendur dan dilepaskan. Tangannya mengayun jatuh. Aku mengangkat tangannya dan memosisikannya di atas perut agar nyaman.
Aku bersendang dagu mengamatinya. Caranya tidur lucu sekali. Bibirku mengembangkan senyum lebar. Sadar dengan reaksiku, buru-buru aku mengubah raut wajah dan menampar pipiku. Sangat keras. Mikir apa cuk.
Kudengar suara tombol kunci yang ditekan dari luar. Begitu pintu dibuka, mataku membulat. Jeon Jungkook masuk ke studio dengan kantong belanjaan. Ia melepas tudung hoodie hitamnya dan meletakkan kantong belanjaan ke atas meja.
Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
"Namjoon Hyung sakit perut. Aku yang menggantikannya," kata Jungkook.
"Kau tahu kata sandinya?" tanyaku kaget.
"Tentu saja. Aku sering ke sini." Ia memandang Yoongi. "Biar aku saja yang mengurusnya. Noona bisa pulang."
"Kau gila apa?" Nadaku nyolot. "Ini sudah jam sebelas." Kuketuk jam tanganku berkali-kali.
"Lalu, kau mau tidur di mana? Di sini?"
Aku menggaruk kepala. "Aku bisa tidur di mana saja."
"Aku dan yang lain akan kembali ke asrama. Atau, mau aku gantikan? Biar aku yang menjaganya di sini."
"Tidak, tidak. Kau pulang saja. Anak di bawah umur jangan kelayaban."
Mendengar nada mengejekku, Jungkook membulatkan mata besarnya. "Yah, aku sudah mau menginjak usia dua puluh tahun."