7

2.4K 597 110
                                    

***

Malik pasrah. Putrinya yang bulan depan tepat berusia 7 tahun ini sejak keluar dari toko buku terus menariknya kemana saja. Mulai dari membeli stationary lucu, boneka, pakaian, hingga mengajaknya bermain di Time Zone.

Mungkin memang tidak banyak yang Lea beli, meski selalu dimanja oleh Grandmanya. Namun Malik selalu mengajarkan Lea hanya membeli apa yang saat ini tengah dibutuhkannya. Bukannya Malik tak punya uang, ia hanya mau putrinya kelak hidup boros jika pertumbuhannya diiringi dengan membelikan semua yang ia mau.

Kini hari sudah siang, dan Lea masih menariknya mengitari mall di lantai dasar. Entah apalagi yang Lea cari, namun Malik sudah mulai lelah.

"Mau kemana lagi, Sayang? Daddy udah capek!"

Lea menghentikan langkahnya dan menunjuk sebuah restoran di dekat mereka. "I want to buy some Ice Cream, Dad!"

"Habis beli es krim pulang langsung pulang tapi, ya! Grandma udah nelfonin terus nanya kapan pulang," katanya sembari menunjukkan panggilan masuk dari Bunda untuk kesekian kalinya.

Lea mengangguk semangat, dan Malik membawa putrinya itu masuk ke McD sembari mengangkat telefon. Selagi Malik berbincang dengan Bundanya, Lea melirik sekitar. Menatap pengunjung yang cukup ramai.

Dan seketika matanya berbinar menatap seseorang yang dikenalnya. Duduk tak jauh dari tempat Lea dan ayahnya mengantri.

Lea melambaikan tangannya dan beteriak, "Bu Riri!"

Yang dipanggil pun menoleh, Malik juga ikut menoleh dan Riri langsung menghampiri Lea tanpa mengindahkan kehadiran ayah dari gadis itu.

"Lea masih di sini?"

"Tadi habis belanja sama Daddy. Bu guru belum pulang?"

"Ini udah mau pulang kok, nunggu Pak Ode bayar makanan kita tadi."

"Pak Ode siapa, sih?" Malik menimpali setelah selesai dengan telefonnya.

"Guru seninya Lea, Dad ..."

Dan setelah Lea berkata begitu, sebuah tangan terulur di depan Malik. "Salam kenal Pak, saya Ode! Tadi gak sempet kenalan di toko buku!"

Malik sedikit tersentak namun segera membalas uluran tangan pria yang ia taksir seusianya itu. "Malik. Ayahnya Lea!"

Ode tersenyum tipis kemudian  beralih menatap Lea. "Bener kata kamu Lea, kamu mirip banget sama Daddy kamu!"

"Betul sekali kan, Pak? Makannya temen-temen bilang ibunya Lea jelek!"

Dan selagi mengantri, hanya ada obrolan antara Lea dan gurunya lagi sementara Malik kembali jadi penonton keakraban mereka. Bukan niatnya tak ingin bergabung, namun Riri kontras sekali menghindari topik yang ada sangkut pautnya dengan Malik dan hanya membahas seputar pertemanan Lea di sekolah.

"Eh ini giliran Lea!" Malik memotong obrolan mereka.

"Daddy please pesenin Lea buat! I want to pee!" katanya tiba-tiba.

Kening Malik mengernyit heran. Padahal tadi ia tampak biasa-biasa saja tak terlihat tengah menahan ingin buang air. "Now? But we have to go early, Lea!"

"Dad ... I can't handle it right now!"

Kaki Lea yang berbalut jeans tampak sudah menyilang, pertanda ia benar-benar sudah tidak bisa menahannya lagi.

"You can go to the bathroom by yourself?"

Lea mengangguk tak lama kemudian menggeleng begitu ingat ia pakai celana jeans hari ini. Lea paling tidak bisa membuka celana jeansnya sendiri, apalagi sebari menahan rasa ingin buang air begini.

Tetehحيث تعيش القصص. اكتشف الآن