11.

2.2K 546 122
                                    

***

Minggu pagi kali ini Malik lalui lagi tanpa Bunda. Sabtu kemarin, Bunda mulai cerewet ingin segera ke Jogja dan berkumpul dengan keluarganya. Tentunya Malik tidak bisa mengantar bahkan ikut di minggu ini, apalagi sebentar lagi sudah mulai UAS. Karenanya, Malik jadi tidak ikut acara kumpul keluarganya Bunda di Jogja dan kembali menjalani hari-harinya dengan sang putri.

Malik jadi agak menyesal tidak mencari nanny baru untuk Lea. Meskipun ini hari libur, Malik juga kan puya tugas-tugas lain yang belum selesai. Belum perkara membuat soal UAS, belum juga mengurus hal lain di startupnya yang harus ia cek secara berkala. Malik jadi hanya sedikit takut jika Lea merasa dirinya mulai kurang mendapat perhatian dari Malik. Bahaya jika putrinya itu meminta ibunya kembali.

Malik membuka pintu kamar Lea dengan segelas susu di tangannya. Ia sudah berjanji akan menghabiskan hari bersama Lea hari ini, jadi ia harus membangunkan Lea lebih pagi dari biasanya.

"Lea, Sayang? Ayo bangun! Katanya mau olahraga sama Daddy!"

Tak ada jawaban dari Lea. Putrinya itu tampak masih meringkuk di dalam selimut yang menggulung tubuh kecilnya.

"Lea?"

Malik mendekat, merasa ada yang aneh pada Lea. Disentuhnya pelan pundak sang putri, namun Lea masih tak bergeming.

"Sweety ... are you okay?"

"Dad ..." Lea memanggilnya dengan nada lemah. "... I'm not feeling okay."

"Kenapa?!" Malik panik seketika, menyentuh kening Lea yang terasa lebih panas dari biasanya. "Ya ampun! Kamu demam!"

Lea menggeleng pelan sembari menggaruk lengannya. "I don't know, Dad! Di sini juga gatal sekali!"

Sebelumnya Malik tak pernah sepanik ini soal Lea. Oke, putrinya pernah sakit. Namun saat itu masih ada Bunda yang dengan senang hati menuntun Malik untuk mengompres Lea yang demam di tengah malam.

Padahal tadinya ingin Malik segera bawa ke rumah sakit. Namun begitu Bunda berkata untuk tidak panik saat anak sakit, akhirnya Malik patuh meski jantungnya sudah ketar-ketir takut sesuatu terjadi pada putri kecilnya.

Dan sekarang, Bunda tak ada jadi ia harus apa? Telefon Bunda tentu saja! Malik mendadak bodoh ketika panik.

"Ayo Bunda ... angkat!" Sama sekali tak ada jawaban dari Bunda.

Malik kembali melirik Lea yang masih menggaruk tangannya hingga muncul bintik merah. Akibatnya, Malik jadi makin panik.

"Dad ..."

"Sebentar sayang, Daddy tanya temen dulu ya!"

Sekarang, satu-satunya yang Malik harap dapat membantu hanyalah Hendra. Ia ingat istrinya Hendra adalah seorang bidan dulu.

Beruntungnya, sahabatnya itu masih mau mengangkat panggilanya sepagi ini.

"Lik loㅡ"

"Hen gawat Hen!" Potong Malik cepat.

Di sebrang telefon Hendra menghela napasnya. "Lo kalau mau ngomongin kerjaan nanti dulu deh Lik. Gak liat jam berapa?"

"Gue mau nanya soal Lea!"

"Kenapa anak lo?"

"Julio pernah merah-merah gitu gak badannya? Gatel-gatel gitu sebadan!"

"Pernah gak ya? Gue lupa. Merah-merah kek gimana?"

Dengan segera, Malik mengalihkan panggilan suara ke panggilan video. Sedikit terkejut karena saat itu kamera tampak sangat zoom in di wajah Hendra.

TetehTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang