9

2.2K 587 148
                                    

***

Banyak yang Malik khawatirkan saat ini selain kesehatan fisik Bundanya. Meski masih terlihat awet muda dan segar bugar di usianya, semua orang hanya tidak tahu saja ada sebuah penyakit tak kasat mata yang selalu membuat Malik khawatir setiap harinya.

Malik juga sebenarnya tak ingin Bunda menyusul ke Indonesia dan fokus pada penyembuhan saja di sana. Namun, berhubung Malik ini anak tunggal dan Lea adalah cucu satu-satunya tentu saja Bunda bersikeras untuk tetap menyusul. Sayangnya, Papa tidak bisa ikut bersama Bunda kemarin dikarenakan belum libur semester.

Ya, Papa Malik adalah seorang Dosen Bahasa Indonesia di suatu universitas swasta Amerika.

"Wali kelasnya Lea cantik, ya!" kata Bunda tiba-tiba setelah menidurkan Lea dan menghampiri Malik di ruang kerjanya.

Malik menghentikan kegiatan mengetiknya sejenak, menatap Bunda dengan pandangan bingung. "Hum?"

"Bunda tadi nyusulin ke rumahnya, dan dia baik banget! Udah kayak menantu idaman!"

Oh, sekarang Malik tahu akan kemana arah pembicaraan yang Bunda mulai sekarang.

"Bunda lagi ngode Malik, ya?"

Bunda tersenyum senang. "Emang cuma Malik, anak Bunda yang paling peka!"

"Ya kalau Bunda udah ngomongin cewek apalagi yang mau dibahas kalau bukan soal mama buat Lea."

"Tapi tumben kamu gak cepet-cepet cari nanny baru buat Lea dan prefer nitipin Lea ke wali kelasnya."

Malik tak langsung menjawab, dan justru kembali fokus pada berkas penilainnya. Kemudian, Bunda duduk di dekat Malik, menatap putranya itu lekat-lekat menuntut penjelasan dengan segera.

Duh, sebenarnya Malik belum siap untuk bercerita, tapi Bunda yang merajuk begini membuatnya tak tahan.

"Ini namanya pedekatan ala duda muda, Bunda ..."

Bunda seketika tertawa, mencolek dagu putranya dan makin gencar menggoda. "Aduh ... pinter banget anak Bunda sekarang manfaatin anaknya sendiri buat modus ke cewek yang dia suka!"

Malik tak merasa risih diperlakukan seperti anak kecil oleh Bunda diusianya ini, justru ia membiarkan Bunda makin gencar menggelitik dagu dan menepuk-nepuk kepalanya.

"Jadi, dia cewek yang waktu itu kamu cerita? Yang bikin kamu oleng?"

Malik angkat bahu, dan tak ingin menatap Bunda. "Ya gitu deh!"

Seketika, Bunda kesal sendiri dan melempar pulpen didekatnya. "Kalau kamu gak ngeiyain ajakan perempuan itu dulu, pasti sekarang Riri udah jadi menantunya Bunda!"

Malik menghela napas, mengambil kembali pulpennya yang terlempar di dekat kursinya. "Ya namanya juga masa lalu, cuma bisa dikenang dan dihapus tapi gak akan pernah bisa kembali."

"Tapi kayaknya Lea suka sama Riri, kamu harusnya makin gencar deketin Riri!"

"Gak semudah itu Bunda ..." Malik kembali mengetik. Ia harus meladeni obrolan Bunda jika tidak semua rencananya akan terbongkar.

Bukannya Malik tidak mau Bunda tau soal rencananya, hanya saja Bunda ini bisa saja mengacau segalanya dan membuat rencana sendiri. Kan hasil menduda yang selama ini Malik perjuangkan jadi sia-sia.

"Mudah! Kalau kamu berpikir mudah! Semua ini tentang mindset!"

"Malik masih harus ngehadepin 4 pawangnya yang mahasiswa Malik sendiri," katanya teringat akan si kembar yang selalu overprotective terhadap Riri.

"Ya kalau gitu jadi lebih gampang, dong!"

"Bunda kayak gak tau aja Malik terkenal di kampus karena apa."

TetehWhere stories live. Discover now