nekat

104 17 48
                                    

"gue harus move on, nggak boleh kek orang bego begini." Aluna bertekad untuk menyudahi galaunya. "tapi mau move on ke siapa? Huweee mama anakmu diselingkuhin." Aluna merengek nggak perduli orang lewat menatapnya risih. Iya cewek bernama akhir Sandika itu lagi jalan ditaman kota sambil meratapi nasib dan membulatkan tekad.

"setelah ini kita balik kantor, masih ada janji sama produser." lelaki dengan surai coklatnya mengingatkan.

"iya, jadwal saya terakhir apa?" sahut lelaki jangkung disampingnya yang sibuk melihat keramaian taman kota.

"itu jadwal terakhir anda boss." si lelaki surai coklat kembali menjawab sebagai penutup.

"psst.. Kaku banget nggak sih bego? Berasa awkward." si lelaki jangkung kembali berbisik.

"harus profesional bi, mau ngobrol apa sih? Lagi kerja nih gue jadi harus formal." balas Yogi yang sedari tadi bersikap formal pada Sagara.

"yaudah buruan." Sagara berujar lelah.

"kamu ambil mobil, kita buru-buru soalnya." Yogi meminta bodyguard yang ikut mereka untuk lebih dulu menuju tempat mobil mereka diparkir.

"baik pak." ucapnya mengangguk kemudian berjalan mendahului 2 petingginya.

"haaah akhirnya..." Sagara melonggarkan dasinya.

"apa sih? Lo tuh lagi kerja masih aja pengen curcol." jengah Yogi.

"lo belum liat artikel hari ini?"

"udah, jadi itu masalahnya lo keliatan badmood banget? Udah lah bi move on kek nggak ada cewek lain aja." Yogi paham artikel pagi ini emang sedikit bikin rungsing karena menyangkut reputasi Sagara sebagai pemilik perusahaan besar. Artikel itu berisi Sagara dan mantannya yang baru aja putus dan dikabarkan karena orang ketiga.

"berasa gue yang ninggalin padahal gue yang ditinggalin." dengus Sagara.

"huweee mama gue kurang cantik apa? Arka kampret! Tapi dia ganteng huhuhu..." ratapan Aluna menarik perhatian beberapa orang termasuk Sagara dan Yogi yang ikut menatap aneh.

"cewek gila." celetuk Yogi yang langsung bikin Aluna berhenti dari kegiatannya meratap.

"heh mulutnya sembarangan! Siapa yang gila?" Aluna berujar nggak terima.

"kalau mau galau tuh dirumah, bukannya mengumbar ratapan. Nggak malu diliatin orang?" balas Yogi.

"berisik, kenapa lo protes. Daritadi nggak ada yang prote sama gue kenapa lo nyari gara-gara?" tuding Aluna yang masih nggak terima.

"pulang neng, ngapain galau ditempat umum malu-maluin." Yogi berusaha sabar.

"temen lo galau aja boleh diluar kenapa gue enggak?" Aluna emang denger sama-samar percakapan 2 lelaki itu tadi tapi dia berasa bodo amat karena nasibnya pun nggak lebih baik.

"bedain dong hei, astaga nggak berfaedah banget gue malah adu argumen sama orang galau." Yogi menyesali ucapannya diawal.

"lo emang nggak berfaedah." bukan Aluna yang nyaut tapi Sagara.

"bener banget, dia emang nggak peka sama perasaan orang galau." Aluna menyetujui.

"kenapa sekarang gue yang terjebak di tengah 2 orang galau?" giliran Yogi yang mengeluh.

"lo nggak pernah ngerasain ditinggal pas lagi beneran jatuh cinta sih." protes Sagara.

"iya gue kalah kalian menang, terus maunya gimana?" Yogi udah capek kayaknya nanggepin omongan duo galau itu.

"nikah yuk!" todong Aluna.

"heh ini apaan? Main ngajak nikah aja."

"diem dulu, lagian dia jomblo gue juga jadi nggak masalah dong." urat malu Aluna kayaknya udah putus.

"ayo aja saya sih, tapi kayaknya kamu masih anak-anak banget ya? Yakin nikah sama saya?" Sagara nggak mau aja Aluna nyesel nantinya.

"emang kenapa kalau masih muda? Bapak setua apa sampe ngatain saya masih bocah?" Aluna merasa 20 tahun itu udah dewasa.

"jarak umur kita mungkin sekitar 8-10 tahun kamu yakin?" Sagara terkekeh melihat kekagetan Aluna.

"gapapa lah dari pada nungguin buaya, jadi ayo nikah sama saya." Aluna lagi-lagi bersikap masa bodo.

"ayo aja saya sih." Sagara pun berujar enteng seakan pernikahan bukan hal serius.

"loh boss, galau boleh tapi jangan asal iyain aja dong ajakan orang, ini pada kenapa sih? Efek galau apa gimana?" Yogi menatap horor 2 orang di kanan dan kiri sisinya.

"diem aja kamu, saya boss nya jadi terserah saya. Kamu bawa kartu identitas kan?" Sagara beralih dari Yogi ke Aluna.

"iya tapi buat apa?" Aluna justru bingung setelah ajakan nikahnya disetujui.

"daftar pernikahan lah, katanya mau nikah sama saya kan?" ucap Sagara bertepatan dengan mobilnya yang datang.

"permisi pak, mobilnya sudah siap." sapaan formal dari bodyguardnya membuat Sagara berdehem.

"mari ke kantor pak, kita sudah ditunggu-"

"kita ke kantor catatan sipil dulu, nggak usah banyak tanya." Sagara mendahului masuk mobil. "ngapain bengong? Ayo masuk." ajak Sagara pada gadis yang masih betah berdiri didepan pintu mobil.

"beneran?"

"lah yang ngajak kamu lho, kok bingung." Sagara membuka pintu di seberang tempatnya duduk supaya Aluna bisa masuk.

"yakin pak?" Aluna justru ragu setelah melihat bagaimana seriusnya pria disampingnya itu.

"kamu takut? Kamu kan bilang saya sendiri, kamu pun juga jadi gapapa kan. Santai saya nggak akan nyulik kamu, kita beneran ke kantor catatan sipil." Sagara berujar tenang beda sama Aluna yang mulai merutuki kenekatannya.
.
.
.

"kita beneran suami istri sekarang?" Aluna masih nggak percaya bahwa dia udah jadi istri orang.

"ini bukan mimpi Aluna, kamu sekarang udah bersuami jadi-"

"stop! Cuma diatas kertas, jadi nanti dulu pegang-pegangnya saya masih nggak kenal bapak dan nggak ada rasa apapun ke bapak." Aluna menghindar dari tangan Sagara yang mau gandeng tangannya.

"oke terserah, tapi karena kamu istri saya jadi jaga sikap kamu ngerti." Sagara berujar seakan nggak mau dibantah.

"iya..iya bawel banget pak tua. Udah kerja sana katanya tadi buru-buru, nggak usah khawatir saya bisa pulang sendiri." Aluna menyuruh Sagara untuk segera pergi karena dia ngeliat Yogi yang dari tadi nungguin di depan mobil sambil beberapa kali liatin jam.

"kamu yakin bisa pulang sendiri?"

"iya udah sana, kasihan temennya nungguin tuh." Aluna memutar badan Sagara supaya berjalan menuju Yogi yang udah nggak sabar.

"hati-hati dijalan ya.." Sagara masih sempet mengusak kepala Aluna sebelum mobilnya pergi.

"ayolah Lun, lo nggak boleh baper dulu. Belum apa-apa nih udah baper sih, tapi gue butuh move on. Ayo Lun lo harus move on." monolog Aluna.

Your HappinessWhere stories live. Discover now