13. Memulai Takdir (BokuAka)

291 52 8
                                    

Setelah mendapatkan cukup informasi, Bokuto dan Akaashi kembali menuju kota Abben. Konoha hanya menyerang kota Abben dan desa terdekat, selebihnya seluruh kota dan desa tetap aman seperti tidak ada kejadian apapun.

"Tunggu sebentar, aku lelah" Akaashi menyandarkan tubuhnya pada pohon yang ada di samping, tubuhnya terasa lelah setelah berhari-hari menggunakan kekuatan dan tidak ada istirahat sedikitpun.

Bokuto berbalik melihat Akashi yang sudah duduk di atas rumput. "Kau pucat" ujarnya.

"Bagaimanapun, aku dulunya juga penyihir tingkat rendah. Terbang dengan kekuatan sebesar ini tubuhku tidak pernah terbiasa"

Kontrak yang mereka lakukan juga berdampak pada kekuatan Akaashi, selama ini kekuatan hebat yang ia dapatkan berasal dari Bokuto. Entah kenapa kali ini terasa cukup berat, mungkin karena tidak ada konoha yang selalu membantu dalam mengendalikan kekuatannya atau hal lain yang dia sembunyikan.

Bokuto menghampiri Akaashi yang tengah memijat pelan pelipisnya, berjongkok untuk menyamakan tinggi mereka.

"Maafkan aku" tangan besar itu mengusap surai hitam milik Akaashi, wajahnya terlihat sedih.

"Kenapa minta maaf?" dengan lembut Akaashi membawa tangan Bokuto dalam genggamannya.

"Karena aku, Akaashi jadi selalu terlibat hal berbahaya" bibirnya mengerucut, rambut itu juga turun mengikuti ekspresi dari sang empu.

"Tidak perlu menyalahkan diri sendiri, ini takdir yang ku ambil" tangan satunya mengusap pipi Bokuto lembut, ia hampir lupa jika penyihir kuat di depannya ini sedikit sensitif dengan dirinya.

"Mau ku gendong?" tawar Bokuto dengan tatapan memohon, Akaashi sadar itu adalah hal yang tidak bisa di tolak.

"Tentu, tapi jangan gendong di depan. Memalukan jika yang lain lihat"

"Apa Akaashi tidak suka saat bersamaku?" wajah itu semakin menampilkan ekspresi sedih.

"Tidak, maksudku Bokuto-san... Aku tidak bisa berpikir lurus jika wajahmu tepat di depan mataku. Lebih baik melihat kedepan demi keamanan jantungku bukan?" terkutuklah dirinya, hampir saja Akaashi salah bicara.

"Benar juga, kalau begitu naik" untungnya Bokuto cukup mudah untuk di alihkan pemikirannya, Akaashi tidak perlu repot-repot memikirkan cara lain.

Setelah berjalan cukup lama, langkah Bokuto terhenti. Akaashi yang awalnya tertidur di gendongan mengerjap, ada konoha di hadapan mereka. Wajah tanpa ekspresi itu terus menatap keduanya, seakan ingin menyampaikan sesuatu.

"Hanya ini yang ku dapatkan? Membangkitkan Marquis dengan susah payah dan akhirnya malah melihat kau bermesraan dengan penyihir rendah" kata itu di tujukan pada Bokuto, si penyihir terkuat nomor dua.

"Apa mau mu?" iris hazel Bokuto menatap tak kalah dingin, dirinya tanpa sadar mengeratkan gendongannya.

"Konoha, cukup. Hentikan saja balas dendammu, jika kau terus melakukan ini semua orang bisa mati" Akaashi berusaha membujuk patner lamanya, barang kali pria itu berubah pikiran agar tidak terjadi perang.

"Hentikan?" Konoha mengangkat sebelah alisnya, lalu tertawa pelan.

"Kau kira aku sudi menghentikan semua kerja kerasku? Menyerah begitu saja sedangkan kalian berkumpul bersama pasangan takdir kalian?" ia menutup wajah menggunakan salah satu telapaknya, lalu meremat poninya kuat.

"Jangan bercanda, semua orang yang ku sayangi mati karena kalian"

Akaashi turun dari gendongan Bokuto, ia tidak ingin mereka berdua lengah. Meski sudah lama bersama Konoha, dia tidak tau betul seberapa besar kemampuan partnernya. Dengan rasa waspada Akaashi memunculkan buku sihirnya, bersiap jika ada serangan.

Just give a reason [OiIwa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang