7. Sang Kesatria

452 102 15
                                    

Iwaizumi terus berjalan menyusuri hutan, melihat ke kanan dan ke kiri secara waspada. Sebenarnya, apa yang akan dia hadapi hingga Oikawa berkata untuk tidak meninggalkannya. Di dalam hati kecil Iwaizumi, ingin sekali bertanya pada Oikawa. Namun dia tau, saat itu bukanlah waktu yang tepat di lihat dari raut wajah Oikawa.

Pelahan-lahan jalannya melambat, ketika melihat bekas pertempuran hebat terjadi di sekitar hutan. Bekas bakar dapat terlihat dimanapun, asap yang tersisa membuat padangan hanya berjarak lima meter.

"Apa yang terjadi?" Iwaizumi menggumam.

Dari kejauhan tampak sebuah tubuh yang tergeletak tidak sadarkan diri, dengan cepat Iwaizumi berlari menghampirinya. Memeriksa tubuh itu dan betapa terkejutnya dia.

"Kau?!" Mata Iwaizumi terbelalak, tubuhnya tanpa sadar tidak bergerak kala melihat siapa yang terbaring disana.

"Uhuk uhuk" Pria itu terbatuk, merintih kesakitan.

Tersadar dari rasa terkejutnya, Iwaizumi langsung menghampiri pria itu. Membalikkan tubuh lemahnya dan memeriksa setiap bagian tubuh, apakah ada luka disana.

"Kau baik-baik saja?" Dengan hati-hati Iwaizumi membawanya duduk.

"Tidak apa, hanya luka kecil dan sedikit simulasi kematian" Yang di tanya menjawab dengan santainya.

"Kau gila? Lihat keadaanmu, masih bisa bercanda sekarang?" Mendengar jawaban yang tidak dia inginkan, raut wajah Iwaizumi menunjukkan ketidaksenangan.

"Pfftt.." Pria yang terluka tertawa kecil, kemudian melanjutkan "Tidak perlu khawatir, beberapa mantra penyembuh akan membuatku pulih" Ia berusaha duduk tegak, memberi isyarat pada Iwaizumi bahwa dirinya baik-baik saja.

"Jangan bercanda disaat orang lain menghawatirkan mu Akaashi" Alis Iwaizumi berkerut saat mengatakannya.

"Kau... Menghawatirkan ku?" Dirinya tidak menyangka akan ada orang yang masih tulus menghawatirkan dirinya, selain burung hantu kesayangannya.

"Melihat orang lain hampir mati di hadapanmu, siapa yang tidak khawatir?" Mata Iwaizumi menatap malas.

"Tapi aku pernah hampir membunuh temanmu..." Ada perasaan bersalah saat Akaashi mengatakannya.

"Sejujurnya, jika mengingat hal-hal yang pernah kau lakukan, ingin sekali aku memukul wajah tampanmu hingga kau tidak mengenali wajahmu sendiri." Mata Iwaizumi melirik tajam  ke Akaashi. Ia menundukkan wajahnya, berucap pelan "Tapi, kali ini aku ingin percaya pada seseorang"

"Seseorang?" Akaashi mengikuti arah pandang dari Iwaizumi, menunjukkan sebuah ketertarikan.

"Maksudku, aku tidak ingin ada dendam lagi diantara manusia dan penyihir" Iwaizumi menegakkan tubuhnya, berdiri dengan cepat memandang keadaan sekitar.

Hening, tidak ada yang melanjutkan perkataan setelahnya. Iwaizumi benar-benar berpikir bodoh, bagaimana kata-kata tadi bisa ia ucapkan. Memangnya apa yang akan terjadi, kenapa dia ingin percaya? Tidak ada yang perlu di harapkan dan di percaya, yang perlu di percaya adalah motto dirinya yang tidak boleh berselisih dengan para penyihir. Benar, tidak ada yang perlu di khawatirkan. Dia tidak memukul Akaashi sekarang karena janji pada diri sendiri, bukan karena orang lain.

"Dendam" Akaashi bergumam sambil tersenyum pahit.

Gumaman itu dapat di dengar oleh Iwaizumi, gumaman itu juga yang membuat Iwaizumi tersadar dari pemikiran rumitnya.

"Maafkan aku, aku tidak bermaksud untuk menyinggung perasaanmu." Iwaizumi menarik pedang besarnya dari balik punggung.

"Apa yang kau maksud?" Akaashi bingung apa yang di maksud Iwaizumi, untuk apa dirinya meminta maaf.

Just give a reason [OiIwa]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang