The Contract 3

373 73 18
                                    

Sepasang iris coklat mengerjab, kepalanya tengadah menatap bentangan langit biru yang luas menaungi di atas ubun-ubun bagai sebuah kubah raksasa. Sebelah tangannya terangkat, melebarkan kelima jari lentik di depan wajah untuk menghalangi sedikit cahaya terik matahari yang terasa menyilaukan pandangan mata. Angin berhembus sepoi mengenai ujung-ujung ranting pohon yang ditumbuhi daun-daun mungil berwarna hijau muda dan kain sutra rok hanbok lebar dengan gambar bunga terbuat dari tinta emas.

Hari ini pun cerah sekali, mata beriris coklat itu melengkung seiring bibirnya menyunggingkan seulas senyum tanpa melepas pandangan dari langit biru serta sebuah cincin berwarna emas yang terpasang di jari manis.
.
.

Dowoon membuka mata perlahan. Pandangannya masih kabur. Sambil mengesah lirih ia mencoba menggerakkan ujung-ujung jari tangan serta kedua kaki hanya untuk memastikan jika dirinya masih bernyawa dan belum menjadi mayat. Gadis tersebut lantas melirik ke kanan dan kiri, berusaha melihat sekitar karena ternyata lehernya terasa kaku serta sulit digerakkan. Agaknya dia baru saja melewatkan waktu cukup panjang dalam posisi berbaring hingga seluruh tubuhnya berubah jadi seperti seonggok besi karatan.

Setelah memastikan jika tempatnya berada bukanlah tempat asing--malah semakin dilihat, ternyata itu adalah kamar tidurnya di penginapan--Dowoon kemudian memaksakan diri untuk bangkit duduk. Gadis bermata bulat tersebut langsung mengeluh panjang menyadari rasa panas pada punggung dan kaku otot yang makin jelas menyergap sekujur badan.

Apa yang terjadi padaku? Batin Dowoon mencoba mengingat-ingat peristiwa yang terakhir kali ia alami sebelum terbangun di kasur lantai di dalam kamar penginapannya ini.

"...aku sudah membalas budi karena kau sudah melepas segelku..."

Sekejab seluruh tubuh Dowoon merinding ketika sebuah gema suara dan bayangan muncul di permukaan memori. Ingatan tentang sesosok gumiho berbulu hitam dengan sembilan ekor yang berkibasan di udara serta sepasang mata emas yang menyorotkan tekanan energi luar biasa. Meski cuma mengingat wujudnya, hal tersebut sudah bisa membuat sekujur badan Dowoon berubah dingin.

Apa yang terjadi pada gumiho itu? Apa aku berhasil mengatasinya? Batin gadis tersebut sembari menggenggamkan kedua tangan yang bergetar.

DIA SANGAT KUAT...! Aku tak akan bisa menang kalau melawannya, jadi aku nekat mengikatnya dengan kontrak. A-a-apa ritualnya berhasil? Apa aku berhasil mengikatkan kontrak padanya? Dowoon makin kalut.

K-kalau aku gagal--ah, tapi sepertinya tidak mungkin. Kalau aku gagal, aku tidak mungkin masih selamat dan hidup sampai sekarang. Gumiho itu pasti juga akan sangat marah dan langsung menyerangku begitu ritualnya gagal. Dia pasti akan langsung mencopot kedua tangan, kaki, dan kepalaku! Gadis berambut hitam buru-buru meraba lehernya untuk memastikan jika tidak ada bekas terpenggal atau jahitan dan kembali meyakinkan diri sendiri kalau ia masih hidup sebagai manusia normal. Manusia seutuhnya dan bukan mayat yang dihidupkan kembali atau roh yang tidak sadar jika dirinya sudah mati.

Aku benar-benar masih hidup... Dalam hati Dowoon merasa lega, walau sedetik kemudian ia kembali was-was.

Lalu bagaimana dengan gumiho itu?

Srek.

"Eomma!" Dowoon berseru kaget akan suara pintu yang digeser mendadak dari luar. Seorang wanita muda nampak berdiri dengan kedua tangan membawa sebuah baskom berisi air dan handuk kecil.

"Oh? Kau sudah bangun?" sapa salah satu rekan Dowoon yang menjadi bagian dalam kelompok penelitian di desa terpencil.

"Hongbin-ah...?" gadis yang duduk di kasur langsung meraih kain baju temannya. "Apa yang terjadi padaku? Bagaimana kalian menemukan aku? Apa aku sudah melakukan sesuatu yang aneh? Aku...aku tidak ingat banyak hal..."

Writing Prompt by Myka #2Where stories live. Discover now