8. BEGO

66 35 24
                                    

"Semua tak sesederhana yang terlihat. Ketika telah menyangkut hati, segalanya menjadi rumit. Aku mohon, jangan ada kesalahan bodoh, yang mendatangkan penyesalan seumur hidup."

****

Para mahasiswa satu per satu mulai terlihat meninggalkan ruangan kelas. Ruangan kelas itu cukup luas. Memiliki formasi kursi seperti huruf U, dan bertingkat. Pusatnya di depan, ada sebuah panggung, dengan meja dan layar proyektor beserta papan tulis yang besar.

"Gi, libur summer mau pulang ke Indo? Kita penelitian di sana aja?" usul Pandu kepada Egi.

Pria itu tampak memasukkan buku-bukunya ke dalam tas. Belum lama dosen keluar dari kelas, ia sudah membahas perihal proyek kelompok mereka ke depannya.

Egi tampak berpikir. Ia menggeleng. "Di sini aja." Pria itu turut membereskan barang-barangnya.

"Betul, tuh, di sini aja," tambah Audi yang duduk di sebelah Egi. "Di sini kan juga banyak anak—"

"Diam lu! Gue gak ngomong sama lu!" sergah Pandu kesal. Ia mengabaikan gadis itu, lalu beralih menatap Egi, meminta penjelasan.

"Gue kan juga anggota kelompok!" balas Audi tak kalah kesal.

Egi tertawa melihat kedua teman dekatnya yang lebih sering adu bacot itu. Padahal dahulu, mereka akur-akur saja, tapi semakin ke sini, semakin mengobarkan peperangan.

"Audi, kamu tunggu di luar, ya," pinta Egi lembut sambil tersenyum. "Aku mau ngomong dulu sama Pandu. Nanti obrolan kita gak akan selesai, karena kalian pasti berselisih melulu."

Audi tersenyum sambil mengangguk. Gadis itu pergi, tapi sebelum pergi, ia melayangkan tinju ke arah Pandu. Mereka duduk di deretan pertama, jadi tidak jauh dari pintu yang berada di sisi kiri.

"Udah!" cegah Egi. Ia memutar badan, menghadap sepenuhnya ke Pandu. "Kenapa lu mau di Indonesia?"

Pandu pun mengernyit. "Emangnya lu gak kangen? Itu summer tiga bulan, Gi! Gila, kapan lagi. Lagian, lu gak kangen sama keluarga lu?"

"Keluarga gue bisa ke sini, kok. Sekalian jalan-jalan," jawabnya enteng.

Pandu mendecih. "Lu gak mau ketemu, sama Echa?" Ia lalu melihat perubahan ekspresi wajah Egi. "Meski dia bilang, jangan ketemu atau anggap gak kenal, kek, tapi ya, lu yakin? Udah berapa tahun, nih? Kita sekarang udah semester tiga."

Egi terdiam. Ia menunduk. Tiba-tiba kepalanya terasa berat. Ini juga sulit untuknya. "Kenapa ... lu peduliin banget perihal gue sama Echa?"

"Gi, gue gak mau lu bersikap bodoh, terus menyesal ke depannya." Ia menatap Egi serius. "Gue tahu semua kisah kalian, gimana perasaan lu ketika nyebut nama dia."

Audi melihat jam tangan. Saat ini, ia berdiri di luar pintu ruangan. Ia mengintip ke dalam, melihat Pandu dan Egi yang sepertinya terjebak di dalam obrolan yang serius.

Tidak.

Ia tidak boleh membiarkan Egi kembali ke Indonesia, lalu bertemu gadis itu.

Ia pun segera menghampiri Pandu dan Egi kembali. "Kalian udah, ngobrolnya? Gue juga mau ngomong sama Be."

Egi tersenyum kecil, perhatiannya teralih, ia memandang gadis itu, mendengarkannya berbicara. Sedangkan Pandu memutar bola mata malas. Ia memilih untuk membuka ponsel.

Ketika melihat akun media sosial, ia melotot kaget.

"Gi! Lu follow akun mahasiswa UI?"

Egi yang sedang mengobrol seru dengan Audi, mengalihkan pandang, menatap temannya itu heran. "Enggak. Gue bukan mahasiswa di sana. Kenapa follow? Emangnya lu follow?"

BABEGI & SAYYAWhere stories live. Discover now