51. Jujur dan Terbuka

49 26 3
                                    

"Jujur dan terbuka saja. Karena pasangan, sejatinya akan menjadi kawan seperjuangan, yang membantu mengurangi beban."

***

Reline memasuki gedung Z Star. Satpam dan karyawan di balik meja resepsionis menyapanya sopan sambil tersenyum.

Salah seorang karyawan—pria 40-an—dengan setelan jas hitam dan rapi menghampiri Reline. "Selamat siang, Bu," sapanya ramah. 

"Siang, Pak," balas Reline dengan raut wajah serius. Namun, ia tersenyum senang kemudian. "Wah, Reline dengar istri Bapak hamil anak ketiga?" tanyanya antusias. "Selamat, ya, Pak."

Pria itu tertawa kecil. Walau istri bosnya itu selalu berinteraksi santai dengannya, tetapi ia tetap berusaha formal dan segan. "Terima kasih, Bu. Ibu juga selamat, semoga sehat selalu."

Reline tertawa, ia memegang sebentar perutnya. "Bapak mah, formal melulu." Ia lantas bertanya, "Kakanda Gevan lagi sibuk, Pak?" Ya, pasalnya bukan Gevan yang menghampirinya, melainkan sekretaris suaminya itu. Pasti karena sibuk.

"Pak Gevan titip pesan kalau beliau sedikit terlambat selesai meeting, Bu. Jadi, mari saya antar Ibu ke ruangan bapak, di sana sudah disiapkan makan siang, jika Ibu ingin makan duluan," jelasnya serius.

"Ooo ... ntar Reline sendiri aja ke sana, Pak," jawabnya. "Bapak pasti sibuk. Lebih baik Bapak balik ke ruangan meeting. Reline mau duduk-duduk di lobi dulu."

Pria itu berpikir sebentar. Ia lalu berkata, "Baik, Bu." Ia izin pamit, kemudian segera pergi.

Reline mengernyit saat melihat ponsel, ada pesan dari Echa. Sahabatnya itu mengabarkan jika ia hampir sampai di Z Star, dan ingin bertemu dengannya sebentar. Tiba-tiba sekali mengabari.

Ia membalas pesan itu sambil berjalan menuju sofa yang tertata di dekat jendela. Tanpa sadar, ia malah menyenggol lengan seseorang yang berselisih dengannya.

"Aduh, maaf, Mbak, saya tidak sengaja," ungkapnya penuh penyesalan. Agak horor karena ada sedikit noda kopi di blus putih seorang wanita yang ditabraknya.

Wanita itu kaget. Ia mengibaskan luaran blazer yang dikenakan dengan kesal. "Dasar anak muda zaman sekarang! Kalau jalan jangan main ponsel!" bentaknya marah kepada wanita berpakaian kemeja oversize yang dimasukkan ke dalam celana pada bagian depannya. Ya, Reline memang berpakaian seperti anak muda kebanyakan. Bahkan ia mengenakan topi bucket di atas jilbab pasminanya. Style-nya akan berubah ketika ke acara-acara penting atau bisnis dengan Gevan.

"Sekali lagi maaf, Mbak, saya yang salah," ulangnya.

Satpam segera menghampiri, termasuk karyawan dengan ID card Z star yang bergantung di leher. Mereka tentu saja ingin membantu Reline.

"Maaf, ada apa, Mbak?" tanya satpam melihat wanita yang membentak istri bosnya.

Wanita itu tidak menghiraukannya, termasuk beberapa orang yang berkumpul di dekat mereka. Entah mengapa, ia justru termotivasi untuk lebih marah. Ia mengangkat gelas kopinya. "Kamu mampu, ganti baju saya?" tanyanya sinis.

Karyawan di sana hendak berbicara, termasuk satpam, tetapi Reline lebih dahulu memberikan isyarat untuk diam. Biar ia yang menghadapi ini. "Baik saya akan ganti, sekali lagi maaf, Mbak. Kita pergi cari baju sekarang, Mbak?"

"Pergi saja sendiri!" Ia melipat sebelah tangan di depan dada, sekaligus memangku sebelah tangan lain yang memegang gelas. "Antar ke kantor Elegancy Design di lantai tiga. Saya manajer di sana," ungkapnya terkesan sombong dan angkuh.

"Manajer baru, ya, Mbak?" tanya Echa yang tiba-tiba muncul, membuat Reline kaget. Wanita itu mengangguk. "Pantesan," gumamnya.

"Awas kamu menipu saya! Mereka semua saksi, dan ada CCTV juga di sini!" sebelah sudut bibirnya terangkat. "Satu lagi, jangan ganti baju saja dengan baju murahan." Ia menatap Reline tajam, dengan tatapan merendahkan.

BABEGI & SAYYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang