[1.8] Tegar

53 13 0
                                    

Tegar Ali Wardhana.

Masih ingat ga 3 hari kemarin gue sama Rendra ngelakuin penyelidikan ke TKP di mana Claras di perkosa, kurang lebih penyelidikan berlangsung 8 jam lamanya dan akhirnya semua itu membuahkan hasil. Gue dan tim penyidik menemukan sebuah kancing yang biasa di gunakan untuk seragam sekolah, bukti tersebut langsung di kirimkan ke laboratorium untuk di periksa. Siapa tau ada sidik jari pelaku dan korban yang tertinggal disitu.

Mungkin bisa dibilang hari itu menjadi hari terberat bagi fisik gue. Gimana enggak, setelah melakukan penyelidikan gue langsung ke kantor dan mengerjakan beberapa hal yang udah menumpuk, sorenya gue ngumpul bareng nak Bakadung demi kasih dukungan buat bang Jupri yang di tinggal kakaknya dan malamnya gue dapat kerjaan lagi dari senior penyidik dan hari ini gue kembali di sibukkan dengan beberapa berkas yang tebalnya minta ampun setelah melayat ke rumah Jupri.

Namanya manusia ya, kalau ga ngeluh ya ngeluh. Gue menghela napas panjang melihat ke arah berkas yang tersisa dua tumpuk lagi. Hari ini gue cuman ditemani sama secangkir kopi susu yang tersisa setengah lagi bersamaan dengan di putarnya lagu klasik favorit gue. Pantat gue udah panas di pakai duduk sedangkan mata gue juga udah ngantu padahal ini masih jam 9an.

"Kelihatan banget deh lo kecapekan".

Gue memalingkan wajah ke arah Arjune yang lagi sibuk sama komputernya, ruangan ini memang bukan gue doang yang tempati. Ada Arjune, Rendra dan dua jaksa lainnya yang seumuran sama gue.

"Ya gitulah, banyak banget kerjaan. Btw cutinya ga jadi apa gimana?" Tanya gue sambil tersenyum pahit.

Arjune bilang dia mau ngambil cuti sehari, katanya saudara dia ada yang nikahan di daerah Cimahi. "Jadi, cuman baru ke ingat tentang berkas laporan yang kemarin Rendra kirim ke gue, belum di tanda tangan ya alhasil jadinya gue ke kantor dulu."

Gue mengangguk, Arjune tuh selalu fokus sama satu hal salah satu contohnya ini mengenai kasus Claras masih pada ingat kan? Dia tuh punya rasa tanggung jawab yang besar banget makanya cocok banget kalau di jadiin pemimpin, ya walaupun kadang-kadang kelakuannya bikin ngelus dada.

"Gue pergi dulu ya bro, mau makan-makan di kondangan. Lo kalau capek istirahat jangan paksain nanti bisa meninggal" Lihat kan ga ada akhlak sekali.

Sedih gue di tinggal sendirian, Arjune cuti, Rendra lagi ada urusan lain dan 2 jaksa lainnya ada penyelidikan. Sebenarnya cuti gue tahun ini belum ke pakai tapi, gue ga mau ngambil cuti dengan alasan yang sebenarnya bisa gue tunda dulu, karena kan kalau nanti benar-benar ada situasi yang mengharuskan gue cuti kan enak. Gaji aman gitu.

Handphone gue tiba-tiba bunyi dan ada pesan yang masuk dari adiknya Mirza- Mila yang emang dekat banget sama gue. Mungkin alasan kedekatan kita berdua tuh karena kita punya hobby dan minat yang sama dalam dunia seni khususnya seni lukis. Dan alasan dia ngasih pesan ke gue tuh karena, minggu kemarin kita udah janjian untuk pergi bareng ke art galery yang baru buka di daerah dago ya hitung-hitung healing juga sih.

"Emang lo ga kuliah sore ini?" Tanya gue langsung to the point setelah panggilan telepon tersambung ke Mila. Gue terlalu males buat ngetik makannya lebih baik gue telepon dia aja, soalnya kalau ga di waro Mila pasti marah-marah dan berujung gue di omelin sama si Mirza.

"Dosennya tiba-tiba ga bisa hadir, jadinya kuliahi online" Jawabnya.

"Oke, lo nungguin gue pulang kerja ga apa-apa kan? Gue pulang jam 5an itu galery buka jam berapa emang?" Tanya gue lagi. Salah satu alasan kita berdua pingin pergi ke art galery itu karena jam bukanya ga kayak galery-galery pada umumnya yang buka pagi atau siang hari. Justru art galery yang bakal kita kunjungi tuh di buka mulai dari jam 7 sampai 12 malam.

"Jam 7 lo santai aja. Btw kita mau janjian dimana?"

"Gue jemput lo aja sekalian searah kan?" Tanya gue balik.

BAKADUNG Vol 1 [SVT]Where stories live. Discover now