Keputusan

56 5 0
                                    

"Jika kau memang tidak menginginkan nya, tak usah dipaksakan. Kami mengerti. Tapi kami tetap akan menunggu keputusannya. Iya ataupun tidak".

Kata-kata itu terus terngiang dalam kepalaku. Satu sisi aku ingin menolaknya, tapi sisi lainnya ingin menerima. Aku bingung, ragu dan takut.

Padahal aku hanya di minta menjadi manager, bukan pelatih. Tapi entah kenapa rasanya sama-sama berat. Lalu akhirnya aku memilih  izin keluar untuk mencari udara, bibi dan Semi-san sempat melarang karena sudah cukup larut. Tapi ketika aku mengatakan hanya akan jalan-jalan disekitar taman depan, mereka mengizinkan.

"Apa ku terima saja ya?".

Berkata demikian, tapi aku menggeleng cepat. Merepotkan pasti nya. Eh, bukan, yang ku maksud merepotkan itu bukan anggota klubnya, tetapi fans mereka. Yang mana mungkin kan orang sehebat mereka tak punya fans? Bahkan Tendou Satori saja memiliki beberapa penggemar, anak kelas satu yang namanya Goshiki juga bahkan punya.

Aku kembali menghela nafas entah untuk yang ke berapa kalinya. Suasana taman cukup sepi, hanya ada aku dan beberapa anak-anak muda yang sepertinya masih kisaran SMP. Aku duduk di ayunan sambil melihat sekeliling, bergerak dengan tempo ayunan lambat.

"Eh. Hana-chan?".

Aku menoleh, sedikit terkejut ketika mendengar namaku disebut, meskipun memakai embel-embel Chan tapi jika dipanggil dengan nada berat dan dingin begitu rasanya tetap seram. Dan Lagi-lagi, tatapan dingin itu. Apa dia sebegitu membenciku ya? Tatapannya tak melembut sedikit pun.

"Kak Ushijima? Malam". Sapa ku sekenanya.

"Ya".

"Apa yang Kak Ushijima lakukan malam-malam begini?".

Ia tak menjawab hanya menunjukkan sekantung plastik berisi beberapa bungkus eskrim dan dari yang aku lihat sepertinya semuanya rasa coklat.

"Aku kira Senpai tak suka sesuatu yang manis".

"Tidak. Ini milik Tendou".

"O-oh Souka".

Hening.

Aku mencoba tak menatapnya, meskipun ia berdiri tepat di sampingku. Rasanya canggung dan aku bingung mau basa-basi apa?. Biasanya jika dengan Kenjiro-senpai atau dengan teman sekelas ku aku bisa basa-basi dengan lancar, yah meskipun cuma itu-itu saja.

Arghhh... Kami-sama, bantu aku.

"Kau sendiri? Kenapa malam-malam begini diluar?"

"Hah?".

"Kenapa kau pergi keluar sendiri? Berbahaya".

"Ha-hanya mencari udara segar".

"Kenapa tidak dengan Semi?".

"Dia terlalu kelelahan. Lagipula ia sedang mengerjakan PR".

Hening lagi.

Jika bisa memilih, rasanya berbicara dengan Tendou-senpai lebih baik, meskipun sedikit menyebalkan. Aku bangkit, berpamitan dan mengucapkan selamat malam. Alasan klise untuk kabur dan dibalas singkat seperti biasa. Tapi ketika akan melangkah. Tangan besar itu menahan ku.

"Ku antar".

"Iie. Rumahku dekat".

"Malam berbahaya".

Okey. Ini masuk klas sulit. Ditolak pun pasti tak ada gunanya, jadi aku mengganguk.
.
.
.
.
Kami berjalan beriringan. Masih hening dan
Tak ada yang buka suara. Perjalanan yang seharusnya sepuluh menit sampai, entah kenapa terasa lama sekali. Padahal aku ingin segera berbaring di tempat tidur.

"Apakah senpai akan melanjutkan bermain voli setelah lulus?". Aku mencoba bertanya untuk menghancurkan ke canggungan ini.

"Ya".

Aduh. Bisakah orang ini merespon lebih panjang sedikit?! Setidaknya bertanya balik kek, supaya basa-basi ini bisa lebih panjang.

"Begitu ya".

"Lalu apa kau sudah memutuskannya?".

"Apa?".

"Tawaran tadi".

Aku bungkam. Untungnya kami sudah berada di depan gerbang rumah, jadi aku langsung berterimakasih dan berpamitan lagi. Tapi sebelum sosok tinggi besar itu beranjak, ia berbicara dengan nada datar tapi terdengar serius.

"Apapun keputusan mu nantinya, baik ya atau tidak, kami mengerti dan tak akan memaksamu. Tapi sepertinya banyak yang berharap kau bergabung dengan club. Oyashumi".

Aku termenung dibalik pintu.

Mereka mengharapkan aku? Yang hanya murid pindahan yang cuma kebetulan memiliki analisis dan intuisi tinggi?

Sebenarnya menggunakan kemampuan analisis ini bukan kali pertamanya untukku di bidang olahraga. Saat masih di Tokyo, aku sering menggunakannya sebagai fondasi pola serangan tim Kakakku.

"Eh tunggu. Kenapa kak Ushijima ada diluar asrama jam segini?".
.
.
.
.
.

Pagi ini aku sengaja berangkat lebih awal. Kak Semi bilang klub voli sedang latihan pagi dan timing nya tepat sekali. Aku sudah memikirkan hal ini semalaman, aku harap tak ada yang terganggu dengan keputusan ini.

"Ini dia".

Aku terhenti tepat ketika pintu hanya tinggal didorong saja. Ragu. Aku kembali merasakannya. Bagaimana jika mereka membenciku? Bagaimana jika aku hanya jadi beban? Bagaimana jika aku tak bisa ikut andil dalam tim?. Semua itu berkecamuk dalam hati dan pikiran. Aku bisa mundur jika sekarang.

"Kenapa tidak masuk? Diluar dingin lho".

Aku nyaris berteriak, tapi untungnya tertahan. Ia menatapku dengan cukup intens. Tunggu, aku mengenalnya. Siapa ya? Kemarin ia juga ikut latihan tapi siapa ya? Duh aku lupa.

"Ah kau yang kemarin kan? Ingin menemui siapa? Oh atau kau ingin bertemu Semi ya".

"Etto...."

"Tidak usah malu begitu. Ayo, yang lain sudah menunggu"

Aku langsung ditarik masuk begitu saja. Ia menyapa semua yang ada didalam dan mereka semua memperhatikan kami. Ngomong-ngomong aku baru ingat namanya. Namanya Yamagata Hayato.

"Hana?"

Dari ujung lapangan aku bisa melihat kak Semi berlari mendekat bersama kak Shirabu tentunya dan semua orang langsung berfokus pada kami untuk beberapa saat.

Ini memalukan.

"Eh... Tidak biasanya datang lebih awal"

"Hmmm... Memangnya tidak boleh kalo Hana ingin melihat Ei-Nii berlatih?"

Suasana yang awalnya cukup riuh itu mendadak hening. Aku memperhatikan sekeliling dan mendapati semua orang menatap kearah kami dengan wajah yang terkejut?

"Awww... Tidak biasanya kau memanggilku dengan sebutan itu" ucap kak Semi sambil tersenyum sumringah.

Aku yang sadar langsung menutupi wajah yang pastinya sudah memerah bak tomat dan bersembunyi di belakang kak Shirabu.

TBC

Shiratorizawa managerWhere stories live. Discover now