inside di masa lalu

28 1 0
                                    

"jadi kau akan ikut ekskul apa?".

"Entah. Belum minat".

Hari itu, tepat di awal bulan Maret aku menginjakkan kaki di SMP. Hari pertama tadi dipenuhi dengan beberapa acara yang di khususkan untuk para pelajar baru sepertiku, juga pembukaan anggota baru klub-klub sekolah.

"Tapi kau menerima formulir dari mereka kan?".

Aku mengganguk. Benar, aku menerima banyak sekali formulir. Tapi tak ada satupun yang aku minati.

"Kenapa tidak coba voli?".

Aku mengangkat bahu.

"Aku tak pandai olahraga".

"Kyo pasti senang jika kau juga masuk voli".

Iya, pastinya. Tapi ia tidak mengatakan apapun. Bahkan setelah upacara penerimaan tadi aku bahkan tak melihatnya dan sore itu aku pulang berdua dengan kak Toya juga senja yang mengiringi.
.
.
.
.
.
Malamnya, setelah makan malam. Aku kembali mengeluarkan semua formulir yang diberikan siang tadi, juga beberapa brosur. Ku baca semuanya, tapi tetap tak ada yang menarik. Tadi aku sempat meminta saran pada kakakku, tapi dia bilang untuk mengikuti apa yang benar-benar aku inginkan.

Pada akhirnya aku memutuskan untuk tidak mengikuti apapun dan itu berlangsung sampai aku lulus.
.
.
.

Awal musim semi, tepat ketika aku kembali menginjakkan kaki di sekolah yang sama dengan kak Toya dan kakak. Pemuda yang hanya setahun lebih muda dariku itu tahu-tahu sudah mendaftarkan aku ke klub Voli, tanpa bertanya terlebih dahulu. Aku marah tentu saja. Tapi ya mau bagaimana lagi? Aku pun akhirnya ikut juga.

Dua hari setelah penerimaan siswa baru, kegiatan ekskul juga dimulai. Sepulang sekolah biasanya aku akan langsung pulang, tapi tidak kala itu. Ruang klub ramai oleh para anggota, baik senior maupun baru. Aku melirik ke sekeliling. Tak ada satupun yang aku kenal. Hal pertama yang dilakukan, tentu saja adalah perkenalan, lalu dilanjutkan pelatihan pertama sekaligus penentuan posisi.

Aku yang tak begitu menyukai olahraga sejak lama, mengalami sedikit kesulitan untuk penentuan posisi. Aku tak bisa menjadi seorang spiker karena spike yang lemah, tidak juga untuk posisi inti seperti setter dan aku tak suka banyak melompat, jadi posisi bloker juga tidaklah sesuai dan pada akhirnya aku ditempatkan sebagai Libero. Meskipun itu juga sedikit bermasalah di tinggi badan.

"Libero? Kalau begitu minta ajari Toya nanti".

Dan yah begitulah semua bermula. Sampai di enam bulan kemudian Haruko tiba. Semua itu benar-benar memerlukan perjuangan dan sangat melelahkan, dari awal Interhigh sampai di puncaknya, Haruko. Dari semua anggota klub voli perempuan, hanya aku yang masuk sebagai main member yang berasal dari kelas satu. Tentu itu bukan kebetulan. Aku berlatih keras bersama kakak dan sepupuku yang sama-sama seorang Libero. Kami bertahan sampai sembilan besar dan gugur ditangan Niiyama. Aku tak bisa menahan spike keras dari spiker andalan mereka Amanai Kanoka dan hal itulah yang membawa kekalahan kelak bagi kami, tapi tidak untuk tim pria.

Seminggu setelahnya aku dipindah ke kelas dua karena alasan intelektual. Pada hari itu aku masih sedikit kecewa pada diri sendiri karena kekalahan kami dan memutuskan Hiatus dari tim atau lebih tepatnya, melarikan diri. Tepat empat bulan setelah aku dipindahkan ke kelas dua, hal itu mulai terjadi.

Beberapa seniorku sering membicarakan aku dan terkadang mereka dengan sengaja memukul bola dengan kencang sampai mengenai wajahku. Aku sadar saat itu aku tengah di bully, tapi aku tak mau ambil pusing dan mendiamkannya saja. Perlakuan yang tadinya hanya didalam klub, perlahan mereka lakukan diluar. Tapi,lagi-lagi aku hanya diam, tak mau urusan ini diperpanjang.

Sampai....

Puncaknya adalah dua bulan setelah aku memutuskan untuk keluar dari tim dan klub. Kejadian itu sangat cepat, bahkan aku hampir tak mengenali mereka, jika saja Kami-sama tak berkehendak agar aku tetap hidup, maka hari itu mungkin aku akan mati.

Aku tak begitu ingat saat itu apa yang tengah aku lakukan, tapi tiba-tiba saja ada sebuah mobil yang melaju cepat dan brukk... Mereka menabrakku. Tubuhku entah terpental seberapa jauh. Orang-orang yang berteriak sebegitu kencangnya tak bisa ku dengar dengan jelas, yang aku rasakan saat itu hanya sakit. Sakit sekali, sampai bahkan rasanya semua bagian tubuhku tak menyatu dan dipisah secara paksa. Aku ingin berteriak, tapi tak bisa. Akhirnya semua berubah gelap dan teriakan orang-orang itu tak lagi terdengar.

Lalu ketika sadar aku melihat kak Toya, kakak, Mama dan Ayah menatapku dengan wajah lelah dan air mata yang terus mengalir. Kak Toya bilang jika aku mengalami koma selama hampir dua Minggu, dengan kondisi yang menurun drastis. Dokter bahkan bilang aku mungkin tak akan pernah bangun dan ketika sadar Ayah juga ibu sangat merasa bersyukur. Kami-sama tak menggambil ku.

Ada mungkin aku dirawat di rumah sakit selama satu setengah bulan. Aku menjalani operasi pengangkatan pecahan tulang kaki yang mana membuat ku menderita cacat permanen selamanya, tapi untungnya itu hanya dibagikan dalam dan aku tetap bisa berjalan dengan normal.

Setelah diizinkan pulang, aku meminta untuk pindah ke Miyagi. Ayah sempat melarang, tapi beliau paham dan akhirnya mengizinkan. Tapi tidak dengan kakakku. Dia bersikeras agar aku tetap di sekolah itu, tapi aku tak mau. Kami akhirnya bertengkar hebat dan esoknya aku pergi ke Miyagi. Padahal saat itu masih belum benar-benar pulih.

Dan kalian tahu kenapa anak-anak klub voli membully ku waktu itu? Ya. Karena aku adalah adik dari Sakusa Kyoomi. Adik dan sepupu dari Spiker dan Libero SMA terbaik se-jepang. Mereka membenciku karena hal itu dan juga karena kekalahan kami saat Haruko. Juga karena mereka tahu bahwa hampir semua pola serangan tim kakakku berdasarkan hasil analisis yang ku lakukan.

TBC

Shiratorizawa managerDonde viven las historias. Descúbrelo ahora