Keputusan 2

40 3 0
                                    

Sejak kejadian panggilan tadi. Beberapa anggota tim juga meminta ku memanggil mereka dengan sebutan akrab(Nama belakang). Tapi aku tidak bisa melakukan hal itu, aku bukan siapa-siapa. Tapi lupakan dulu soal itu, sekarang ini aku tengah bersama Coach Shiratorizawa.

Ya tidak salah kok.

COACH

C O A C H.

Perlu kuejakan?.

C

O

A

C

H

Tanji Washijou. Pelatih utama tim Shiratorizawa yang dikenal dengan metode pelatihan yang keras dan seleksi tim yang ketat. Aku bahkan tak sekalipun terbayang akan bertemu langsung dengan beliau, karena kemarin aku hanya bertemu dengan para pemain, itu juga tidak keseluruhan. Karena kemarin hanya latihan bebas. Boleh berlatih atau tidak.

Tapi hari ini, aku kembali berdiri didepan seluruh tim dan pelatih Shiratorizawa.

"Jadi dia yang kau rekomendasikan Semi?".

"Ha'i".

"Apa yang bisa lakukan untuk tim ini, nona?".

DEG!.

Jantungku rasanya mau lepas. Pertanyaan itu memang sudah kuduga akan ada. Ya tidak mungkinkan Washijou-Coach memilih manager sembarangan. Terlebih kriteria atau ketentuan yang beliau tetapkan bisa dibilang cukup tinggi, bukan cukup sih sebenarnya. Memang tinggi.

"Saya juga tak yakin akan berguna untuk tim. Meskipun itu hanya sekedar membawakan minuman dan handuk".

Beberapa orang mulai menatapku kecewa. Begitu juga Semi-san dan Shirabu-senpai. Tapi toh apa yang aku katakan memang benar kan?.

Aku menarik nafas sedalam-dalamnya dan menghembuskan nya perlahan. Lalu dengan segala kepastian yang telah aku guguhkan, aku menunduk dan....

"Untuk itulah. Mohon bimbingannya, Mina-san".

Aku masih bertahan diposisi itu untuk beberapa lama. Tak terdengar suara siapapun, bahkan Coach Washijou tak bersuara.

"Ini yang aku suka. Kau tak mundur dan tak ragu". Ujarnya.

Aku mendangak dan melihat senyum semua anggota. Apa mereka menerima ku begitu?

"Selamat bergabung, kami mengandalkan mu".all.

Senyumku tak lagi tertahan. Aku benar-benar bahagia dan bersyukur. Akhirnya aku akan kembali berdiri di lapangan, bersama tim. Di sini, di Shiratorizawa.

"Arigatou".




"Apa katamu?!".

Aku meninggikan suara, beruntung taman belakang sedang sepi, jadi aku bisa puas meneriaki orang diseberang telpon saat ini.

"Apapun yang kau katakan, aku tak peduli. Ini keputusanku".

"...."

"APA?!".

aku membanting buku yang masih dalam genggaman. Seenaknya sekali orang itu, memangnya dia pikir yang membuat aku seperti ini siapa? Dia kan. Sekarang apa? Dia dengan seenaknya berkata begitu, apa dia lupa apa yang terjadi satu tahun lalu.

"Aku tak peduli. Lakukan sesukamu, tapi jangan ikut campur urusanku".

Telepon aku matikan. Kenapa orang itu selalu saja seenaknya? Selalu saja egois. Tidakkah ia kasihan padaku?. Kami-sama tidakkah ia lupa kalau aku ini adiknya? Saudara sedarahnya sendiri.

TBC.

Shiratorizawa managerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang