1. Boleh menyerah?

19.8K 1.1K 462
                                    

"Kalau misalkan gue balas dendam sama lo gimana?"

Aca menatap seorang cowok yang berdiri di hadapannya. Cowok berparas tampan yang mengenakan kaus olahraga itu melangkah, mendekati Aca. Hal tersebut membuat gadis cantik yang mengenakan kaus olahraga dengan rambut yang diberi hiasan jepit warna biru langit pun memundurkan langkahnya sampai tubuhnya bersentuhan dengan dinding kelas.

"Maksud Rafa?"

"Gak usah bertingkah seperti lo akrab sama gue, Ca. Gue cuma mau dipanggil Rafa sama orang yang akrab sama gue. Dan lo tidak termasuk orang yang akrab sama gue."

Aca menggeleng. "Kita akrab dari dulu, Rafa!"

"ITU DULU ANASTASYA AURELIAN BRAMASTA!" pekik Rafael di depan wajah Aca. "Semenjak kepergian dia, semuanya berubah, Ca," lanjut Rafael terdengar pelan.

Ada kesedihan yang tersimpan di mata Rafael. Rafael menyandarkan tubuhnya ke dinding. Tiga detik kemudian dia menoleh, menatap gadis cantik yang masih syok lantaran Rafael membentaknya.

"Di mata gue, lo itu pembunuh," bisik Rafael.

"Aca bukan pembunuh!" ucap Aca tidak terima dengan tuduhan sahabatnya. Lebih tepatnya mantan sahabat.

"Bukan Aca yang menyebabkan dia pergi, Raf! Bukan Aca orangnya." Aca menarik rambutnya sekencang-kencangnya. "Aca gak pernah bunuh dia! Kenapa kamu selalu nuduh Aca? KENAPA?" Aca berteriak histeris dengan air mata yang mengalir di pipinya.

"Gue gak akan nuduh tanpa sebab, Ca," balas Rafael.

****
Pelajaran olahraga telah usai. Semua siswa-siswi kelas XI IPS 5 memilih untuk istirahat sejenak di kantin. Termasuk dengan dua orang gadis cantik yang kini tengah duduk di bangku paling pojok. Di meja tersebut sudah ada dua mangkuk mie ayam dan dua teh botol.

"Akhir-akhir ini kayaknya lo sedih terus, kenapa?"

"Emangnya aku pernah bahagia?" tanya Aca yang bersiap memasukan mie ayam ke mulutnya. "Enggak, kan? Dari dulu juga aku gak bahagia, Clau," lanjutnya.

"Definisi bahagia menurut lo itu apa, Ca?"

"Definisi bahagia bagi dia itu berhasil merenggut nyawa sahabat sendiri." Orang itu mendudukan tubuhnya di samping Claudya. Dia meraih tangan Claudya dan menggenggamnya. "Jangan sampai lo menjadi korban selanjutnya, Claudya Pramudya Putri," kata Rafael.

***

"Bang Arka kenapa gak jemput Aca?"

Saat ini, Aca dan Arka tengah duduk di ruang tengah sembari menonton televisi. Arka menoleh sebentar ke arah adiknya, lalu dia kembali menonton televisi. Terdengar helaan napas berat kala Arka sejak tadi tidak mengindahkan Aca. Arka menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangannya menunjukkan pukul tujuh malam. Malam ini, dia ada janji untuk mengajak kekasihnya jalan-jalan.

"Bang Arka," panggil Aca.

"Kenapa lagi? Gue mau keluar," ucap Arka seraya mengenakan jaket kulit warna hitam.

Aca menggeleng. Gadis itu mencekal tangan Arka. Aca tidak mau ditinggal seorang diri di rumah. Arka menepis tangan Aca, lalu melangkah ke luar rumah. Arka sama sekali tidak menggubris Aca yang sejak tadi terus memohon agar Arka bisa tetap di rumah.

Tentang Aca [ENDING]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora