58. Zidan memaafkan Arka?

1.2K 91 17
                                    

Kepergian Aca memang meninggalkan luka yang sangat menyakitkan bagi Zidan. Kejadian itu sudah berlalu sekitar satu bulan dan sampai detik ini Zidan masih mengingat kepergian pujaan hatinya yang begitu tragis. Hal yang paling menyakitkan bagi Zidan sebenarnya bukan kepergian Aca, tetapi sebuah fakta kalau jantung milik kekasihnya ada yang mengambil.

Meskipun demikian, Zidan tidak pernah memperlihatkan raut wajah sedih ke orang-orang. Cowok itu bahkan dua pekan ini sering menghabiskan waktu bersama Lia. Dia selalu menghibur Lia, sahabatnya yang hubungannya sedang tidak baik-baik saja dengan Bagas.

Malam ini, seorang cowok yang mengenakan kaus putih polos tengah duduk sambil menatap album warna hitam  yang kini ada di telapak tangannya. Zidan menghela napasnya pelan, secara perlahan dia mulai membuka album yang berjudul 'Tentang Aca'. Sesuai judulnya, setiap halamannya hanya berisi foto-foto Aca semasa hidup. Mulai dari Aca kecil sampai remaja.

"Ca, kangen," ucap Zidan lirih.

Dia mengusap foto yang ada di album, foto ketika Aca menyemangati Zidan yang tengah main basket.

"Manis banget senyumnya, Ca. Andaikan kisah hidup kamu manis, Ca. Pasti kamu bahagia."

Air matanya berkilauan di matanya.  "Ca, maaf ... maaf sampai saat ini belum berhasil menemukan jantung Aca. Aca jangan sedih, ya. Aku bakal berusaha mencari jantung Aca." Zidan mengepalkan tangannya. "Aku gak akan pernah memaafkan orang itu, Ca. Orang itu jahat! Dia jahat sama kamu, Ca. Aku mau orang itu mati di tangan aku dengan cara yang sama seperti kamu, Ca! Orang itu harus kehilangan organ tubuhnya!"

Apa yang dikatakan Zidan berhasil membuat seorang pria paruh baya yang berdiri di ambang pintu tak mampu melangkah, masuk ke kamar putranya. Pria paruh baya itu meluruhkan tubuhnya ke lantai, dia menutupi wajahnya dengan telapak tangannya.

"Nak, Papih gak sanggup melihat kamu seperti itu."

"Papih pengen peluk kamu, Nak."

Zidan tidak sanggup membuka halaman selanjutnya. Cowok itu menutup album dan menyimpannya begitu saja di dekat bantal. Dia angkat kakinya ke kasur. Baru saja cowok itu hendak membaringkan tubuhnya tiba-tiba ponsel miliknya terus berbunyi.

"Kenapa?"

"Malam ini temenin jalan-jalan, ya, Dan. Gue lagi malas sama bang Kevin yang bahas Raja."

"Boleh, mau ke mana? Gue temenin lo, tapi dengan syarat lo harus senyum di dekat gue. Gue gak mau lihat wajah jelek lo kalau murung." Zidan tertawa pelan diakhir kalimatnya. "Bisa, kan?" tanya Zidan.

"Bisa, sekarang lo jemput gue, Dan!"

"Iya, gue siap-siap sekarang. Sebenarnya lo mau gue ajak jalan-jalan ke mana?"

"Nanti aja, deh. Pokoknya sekarang lo ke sini."

Setelah panggilan itu selesai, Zidan pergi keluar kamar. Cowok itu memejamkan matanya sejenak tatkala menangkap seorang pria di depan pintu.

"Sebaiknya Om pergi dari sini!"

Adijaya mengangkat pandangannya. Objek pertama yang  dia lihat adalah wajah Zidan yang bak pahatan seni. Adijaya bahagia bisa menatap wajah putranya dari jarak yang sangat dekat. Adijaya tersenyum, lalu pria paruh baya itu mengubah posisinya menjadi berdiri. Dia tumpukan satu tangannya di pundak Zidan.

"Minggir!" Zidan menepis tangan Adijaya.

"Nak, Papih pengen peluk kamu."

Zidan menggeleng. "Gue gak mau dipeluk orang jahat kayak lo! Orang yang tega memisahkan adek gue dari Mamih! Orang yang tega buang gue sama Mamih!"

Tentang Aca [ENDING]Where stories live. Discover now