38. Teror di kamar mandi

2.1K 231 102
                                    

Aca mengembuskan napas panjang. Dia lega. Setelah menunggu waktu yang tepat, akhirnya dia bisa menceritakan masa lalunya yang berkaitan dengan kematian Naura. Namun, gadis itu masih merahasiakan sosok Rayyan yang sangat berarti bagi hidupnya.

"Bukan salah kamu, Ca. Itu sudah takdir."

"Tapi, Zidan...." Suara Aca tertahan di tenggorokan.

Aca terdiam kala Zidan menarik tubuhnya ke dalam dekapan yang sangat nyaman. Cowok itu menumpukkan dagunya di kepala Aca. Tangannya terus mengusap rambut kecokelatan Aca dengan sayang.

"Aku pantas disebut pembunuh, ya? Andaikan waktu itu aku gak manja ke Rayyan ... pasti kecelakaan itu tidak akan terjadi," ujar Aca dengan suara yang bergetar.

Zidan mengusap punggung Aca yang bergetar hebat. Cowok itu mengurai pelukannya dengan Aca. Kedua tangannya diletakkan di pundak Aca. Bibir cowok itu melengkung dengan sempurna, tatapannya begitu dalam. Satu tangannya terangkat mengusap pipi Aca yang basah karena air mata.

"Dengerin baik-baik. Aku, Zidan Prakasa Adijaya berjanji akan selalu ada untuk kamu, Ca. Kamu, Anastasya Aurelian Bramasta." Zidan menjawil hidung Aca. "Aku tidak akan pernah membiarkan kamu sendirian, tapi ada syaratnya, Ca," lanjut Zidan.

"Syarat? Apa?" tanya Aca penasaran.

"Berhenti nyalahin diri sendiri, Ca," balas Zidan.

***
Tiga orang cowok bertubuh jangkung yang mengenakan seragam serba hitam, saling pandang satu sama lain kala Jordan turut menatapnya dengan tatapan tajam. Lelaki yang mengenakan kemeja putih dengan bagian yang digulung sampai batas siku, serta kancing atas yang dibiarkan terbuka yang dipadukan dengan celana hitam itu berdecak kesal lantaran Aca belum pulang ke rumah.

"Kalian ini kenapa gak ada gunanya? Saya sudah bayar kalian mahal-mahal, tapi kenapa satu dari kalian gak ada yang becus buat jagain Aca?" tanya Jordan.

"Maaf, Tuan. Tadi saya terpaksa menuruti keinginan non Anastasya untuk pulang bareng Zidan, tapi nona Anastasya sudah janji bakal segera pulang," ujar Kenzo.

Jordan mengusap wajahnya dengan gusar. Lelaki itu lantas mencengkeram kuat-kuat kerah seragam Kenzo.

"Kan, saya udah kasih tahu sama kalian! Jangan membiarkan Aca pulang sama orang lain!" bentaknya.

Johan berdeham. "Maaf, Tuan. Zidan bukan orang lain, tapi dia itu pacar non Anastasya dan sahabat den Arka. Anak Tuan Jordan Bramasta." Jordan ikut menimpali.

"Cukup! Jangan sebut-sebut nama Arka dengan embel-embel anak saya!" seru Jordan. "Saya tidak sudi mempunyai anak bodoh seperti dia! Sekarang sebaiknya kalian pergi cari Aca!" titah Jordan yang langsung diangguki Kenzo, Johan, dan Daniel.

***
Bibir pria itu melengkung kala mata yang sudah lelah itu tidak sengaja menangkap objek seorang perempuan yang duduk di tepi kasur. Kaki jenjangnya melangkah menghampiri perempuan yang mengenakan dress.

Kasur bergerak turun ketika Jordan mendaratkan tubuhnya di kasur. Tangannya terangkat menepuk pundak perempuan itu berkali-kali sampai akhirnya dia menoleh. Senyuman di bibir Jordan semakin terpancar dengan indah kala mengetahui siapa di hadapannya.

"Mas Jordan, apa kabar?" tanya Laras ragu-ragu.

Jordan mengangguk. "Baik, sayang," balas Jordan sembari membuka semua kancing kemejanya.

Tentang Aca [ENDING]Where stories live. Discover now