19 • Gegabah

2.9K 553 193
                                    

🍬🍬 ------------------------------
𝐟𝐚𝐢𝐭𝐡𝐟𝐮𝐥𝐧𝐞𝐬𝐬 𝐢𝐧 𝐥𝐨𝐯𝐞 𝐫𝐚𝐢𝐬𝐞𝐬 𝐭𝐡𝐞 𝐩𝐫𝐞𝐜𝐢𝐨𝐮𝐬 𝐯𝐚𝐥𝐮𝐞𝐬 𝐨𝐟 𝐚𝐮𝐭𝐡𝐞𝐧𝐭𝐢𝐜𝐢𝐭𝐲, 𝐚𝐛𝐨𝐯𝐞 𝐚𝐥𝐥 𝐨𝐟 𝐬𝐡𝐨𝐫𝐜𝐨𝐦𝐢𝐧𝐠𝐬 𝐚𝐧𝐝 𝐰𝐞𝐚𝐤𝐧𝐞𝐬𝐬𝐞𝐬
------------------------------ 🍬🍬

-- happy reading --

مرنتىن نىاكار

KESAL hati yang bercokol di hati Vira seolah mendera tanpa jeda. Kebingungan atas prasangka yang kini berkejaran di dalam pikirannya membuat Vira tidak tahu harus menuruti siapa. Kata hatinya menolak, tapi logika meminta baktinya untuk menjadi anak yang baik. Selisih pendapat yang terjadi akhir-akhir ini dengan sang pipi sebenarnya juga karena salah Vira. Namun, gadis itu masih enggan mengakui bahwa dialah yang selalu menyulut kemarahan orang tuanya.

"Dik, kenapa sih nggak dipertimbangkan keinginan Pipi?" kata Kania.

"Mi, masalahnya kan itu nggak mungkin," jawab Vira. "Mas Heffry itu baik, tapi aku nggak yakin aku bisa deket dengan dia karena di hati aku tuh cuma ada Bilal," lanjutnya.

"Mimi tahu, tapi apa kamu nggak capek adu urat terus dengan pipimu? Mimi saja yang lihat capek, Dik," balas Kania.

"Terus maksud Mimi, Mimi setuju dengan perjodohan nggak masuk akal ini?" Vira kembali menaikkan nada suaranya.

"Istigfar, Dik. Nggak baik bicara dengan nada tinggi seperti itu dengan orang tua."

"Astagfirullahalazim. Ya Allah, Mi, maafkan Adik." Vira menghela napas dengan kasar.

Kania kemudian menjelaskan dengan detail apa maksud dari ucapannya. Tidak ada salahnya menyetujui usulan Arfan. Bukan untuk menerima lamaran Heffry, tapi meminta waktu untuk saling mengenal. Dengan demikian Vira bisa mengenal Heffry lebih dekat dan dari sanan nantinya bisa diambil keputusan untuk melanjutkan atau berhenti ke jenjang selanjutnya.

"Dalam Islam dibolehkan, asal kalian tidak berdua-dua. Jangan ulangi kesalahanmu bersama Hawwaiz dengan Heffry," pesan Kania.

"Astagfirullah, Mi. Jangan sampai ucapan Mimi ini menjadi doa. Demi Allah, Adik berusaha memperbaikinya," jawab Vira.

"Cobalah berdamai dengan keadaan, Sayang. Mimi nggak ingin kamu selalu menentang Pipi. Kadang saat bersimpangan itu kita memberiang ruang pada orang lain untuk bergerak supaya kita pun leluasa untuk melenggang. Kamu ngerti kan, maksud Mimi?" Kania masih berusaha mendamaikan perseteruan antara putri dan suaminya.

"Tapi, Mi—" sanggah Vira.

"Kamu tahu kan, bagaimana kisah cinta Pipi dan Mimi dulu?" tanya Kania.

Vira membeku tak bersuara.

"Allah memang telah menuliskan takdir terbaik untuk kami dengan melewati kisah itu. Buktinya Jiddi Abbasyi menganggap kamu dan Kak Aftab cucunya. Yakin saja, Allah memberikan jawaban terbaik untuk hajatmu."

Penuturan Kania yang begitu lembut membuat hati Vira sedikit melunak. Dia mulai mempertimbangkan pendapat miminya. Melawan kekerasan itu tidak harus dengan sikap yang keras, justru dengan sikap yang lembut mungkin Arfan akan merubah keputusannya.

Senyuman tipis mulai menghiasi wajah Vira. Sepertinya sedikit mengalah seperti yang dikatakan Kania tidak ada salahnya. Toh tujuannya juga akan tetap sama, melunakkan hati Arfan agar bisa memaafkan Hawwaiz.

Keesokan harinya ketika Arfan menelepon Vira, seperti biasa ayah dua anak itu akan menanyakan tentang Heffry pada putrinya.

"Pipi nggak mau kan, kalau dibilang egois?" kata Vira.

AORTAWhere stories live. Discover now