three

497 53 0
                                    

Kekacauan yang ditimbulkan para death eaters di Piala Dunia Quidditch menjadi topik pembicaraan para siswa di Hogwarts Express serta topik hangat pada halaman pertama Daily Prophet. Namun, kompartemen Slytherin sebagian terlihat senang karena ancaman yang dibuat para death eaters dan sisanya terlihat tidak peduli dengan topik yang tengah hangat hari ini.

"Serius? Kau melihat tanda itu dengan mata kepala sendiri?" tanya seorang gadis berambut hitam seraya menunjuk simbol death eaters yang bergerak diatas daily prophet, "Sayang sekali aku tidak bisa menonton Piala Dunia Quidditch."

"Siapa suruh pergi berlibur ke Amerika?"

Sang gadis memajukan bibirnya, "Jahatnya. Aku tidak lupa membawa oleh-oleh untukmu, Rose."

Rose melirik sahabatnya yang sibuk merogoh tas jinjing birunya dan mengeluarkan sebuah kotak berukuran sedang berwarna hitam.

"Apa ini, Pansy?" Rose mengguncang kotak hitam itu pelan, jika didengar dari suaranya kotak itu sepertinya hanya terisi satu benda.

Gadis yang bernama lengkap Pansy Parkinson itu tersenyum lebar, "Ra-ha-sia."

"Semoga saja berguna. Terima kasih," ucap Rose seraya memasukkan kotak hitam yang

"Hei! Tentu saja berguna!"

"Dimana oleh-oleh untukku, Parkinson?"

Seorang lelaki berambut hitam dan kedua temannya yang secara tiba-tiba datang dan mengambil tempat duduk di hadapan Rose dan Pansy.

"Hei, mate. Jangan menggencetku!"

"Aku tidak menggencetmu."

"Tapi sempit sekali berada di tengah-tengah kalian berdua."

Rose memukul pelan meja kompartemen, kedua matanya menatap tajam tiga lelaki yang berada di hadapannya bergantian, "Berisik. Kalau ingin bertengkar di luar saja."

Ketiga lelaki yang baru saja dimarahi hanya bisa menundukkan kepalanya dan saling menyikut pelan satu sama lain. Pansy hanya bisa tertawa melihat adegan yang ia rindukan selama musim panas. Rose kerap kali menjadi orang paling galak, sifatnya yang tegas dan terus terang tekadang sangat ditakuti oleh teman-temannya. Entah apa yang bisa membuat sifat gadis itu sedikit lebih lembut.

Lelaki yang baru saja dimarahi oleh Rose tidak lain adalah Draco Malfoy, Blaise Zabini, dan Theodore Nott. Ketiga lelaki itu kerap sekali berjalan layaknya pemilik jalan seraya menggoda beberapa gadis yang melewatinya. Siapa yang tidak menyukai paras tampan trio Slytherin itu? Tetapi sayangnya sang trio terlihat sangat memilih gadis yang ia sukai berdasarkan kasta darah.

"Kau masih galak saja, Avery," komen Theo.

"Kau juga masih berisik, Nott," balas Rose yang masih asik membaca daily prophet.

Perjalanan menuju Hogwarts masih terbilang sangat jauh, biasanya para siswa memilih untuk bercanda gurau bersama sahabatnya, mengobrolkan sesuatu yang sedang hangat-hangatnya, atau bahkan tertidur pulas.

Berbeda dengan Rose, gadis itu lebih memilih untuk membaca sesuatu entah daily prophet atau buku bacaan yang ia beli di Diagon Alley. Menurutnya membaca buku terkadang membuat imajinasinya lebih luas dan terbuka dari berbagai sudut pandang.

"Ah, bosan," keluh Draco seraya menyenderkan punggungnya, "Ingin mengerjai siswa tahun pertama?"

"I'm in," terima Theo dan Blaise tanpa berfikir dua kali.

Para trio Slytherin itu segera beranjak dari tempat duduknya dan pergi menuju kompartemen para tahun pertama. Rose menghela nafasnya lega, setidaknya dirinya bisa membaca dengan tenang beberapa menit kedepan.

Stuck With You - d.mWhere stories live. Discover now