thirty six

96 16 0
                                    

Draco yang marah melangkah kan kakinya ke atas tumpukan salju, membuat kakinya terasa dingin dan basah karena tidak menggunakan sepatunya yang khusus saat bermain salju.

"Hei, Draco." Rose mencoba mengikuti lelaki itu dari belakang. "Sepatumu basah."

Draco tidak menggubris ucapan gadis yang mengikutinya dari belakang. Langkah kakinya terus membawanya menuju seorang lelaki yang kini tengah menyeringai tanpa dosa.

"Oh, lihat siapa yang datang." Lelaki berambut hitam itu tertawa mengejek. "Untuk apa kau kesini, eh, Malfoy?"

"Untuk ini."

Sebuah pukulan keras mendarat di pipi lelaki berambut hitam itu. Saking kerasnya, beberapa murid yang berada di sekitar mereka pun menolehkan kepalanya. Lelaki itu meringis, pipinya yang merah terlihat sangat jelas di atas kulit pucatnya. Sementara itu, Draco mengibaskan pelan tangannya yang baru saja memukul lelaki yang berada di hadapannya.

"Seharusnya kau tidak mengotori jubah dan jaketku dengan salju. Ah, sial." Draco mengangkat kakinya satu persatu. "Dan sekarang sepatuku basah, karenamu."

Lelaki yang bernama Phineas Black itu membuang ludahnya sembarangan. "Bukankah itu sangat cocok? Membuat jaket dan jubahmu seperti memiliki corak?"

Draco kembali memukul Phineas di spot yang sama, tetapi kali ini Phineas tidak diam begitu saja. Keduanya saling memukul satu sama lain hingga membuat kericuhan yang membuat salju yang berwarna putih bersih memiliki beberapa noda berawarna merah diatasnya.

"Draco, hentikan!" teriak Rose mencoba melerai dikala seluruh murid yang melihat tengah menyoraki pertengkaran itu.

"Merlin's Bread!" Seorang wanita tua berjalan cepat menghampiri pertengkaran itu. "Mr. Malfoy! Mr. Black! Hentikan sebelum Umbridge melihat ini!"

Melihat pertengkaran yang tak kunjung berhenti, wanita itu mengambil tongkat sihirnya dan menggunakannya, membuat keduanya terpisah satu sama lain. Sebelum pertengkaran kembali dilanjutkan, wanita itu mengambil langkah ke tengah-tengah dan melebarkan tangannya.

"Cukup! Jangan sampai mantra yang menyakitkan mendarat di pantat kalian berdua!"

Rose bergerak menuju Draco yang terlihat kacau balau, ia memegang lengannya erat bertujuan untuk menahannya.

"Detention! Ayo, akan aku antarkan kalian ke Snape. Astaga." Perempuan itu mengibaskan tangannya di udara. "Apa yang kalian lihat? Sekarang bubar!"

"Baik, Professor McGonagall."

McGonagall menuntun Draco dan Phineas serta Rose yang masih memegang lengan lelaki berambut pirang itu ke kantor milik Snape yang berada di bawah tanah. Para murid yang melewati mereka tentu saja tidak memalingkan wajahnya, karena apa yang tengah mereka lihat adalah dua wajah yang sudah dipenuhi dengan luka, darah, dan memar.

Perempuan itu mengetuk kantor milik Snape, saat mereka telah sampai di sana. Sang pemiliki kantor membuka pintu dengan wajah datarnya, tidak tampak kaget dengan apa yang teman Professornya suguhkan kepadanya.

"Professor McGonagall," sapanya.

"Snape. Kedua murid mu bertengkar di taman kastil, ku harap kau memberikannya detensi yang layak."

Tanpa mengatakan sepatah kata, Snape menarik ketiga muridnya ke dalam kantornya dan mengucapkan terima kasih kepada McGonagall karena sudah menangkap kebodohan muridnya.

Snape menutup pintunya keras. "Aku tak ingin mendengar alasan, tak ingin membela siapapun, dan kalian bertiga—"

"Rose tidak ada hubungannya dengan ini, sir," sela Draco cepat.

Stuck With You - d.mWhere stories live. Discover now