BAGIAN 7

816 212 58
                                    

Kira-kira kalau aku update dua hari sekali, kalian bakal nungguin nggak? Coba deh komen serame-ramenya. Kalau beneran rame, aku akan mengubah jadwal tayang. Dari tadinya seminggu dua kali, menjadi dua hari sekali. Selamat membaca. Jangan lupa vote juga :)

***

META.

SESUATU YANG KURANG

Sudah dua minggu aku di sini. Bahagia? Jelas. Banyak hal yang jarang aku nikmati selama ini, kini bisa aku rasakan. Aku puas. Aku bisa jogging pagi-pagi, melihat hiruk-pikuk orang-orang yang sedang mencari rezeki mereka masing-masing. Ada pemulung yang mengorek-ngorek tong sampah di sepanjang jalan. Ada pula tukang bersih-bersih yang menggerakkan sapu dengan begitu lihai, terlihat begitu menikmati aktivitas itu.

Selesai jogging, aku bisa melihat wajah-wajah ceria pedagang di sepanjang jalan Moch. Toha. Wajah-wajah yang disiapkan untuk bisa menarik perhatian para calon pembeli. Kadang, aku juga terbius keceriaan mereka. Aku bisa membeli banyak hal di sana. Buah-buahan, sayur-sayuran, makanan ringan, hingga camilan yang selalu mengunggah selera.

Bukan hanya soal itu. Aku akhirnya menemukan seseorang yang bisa diajak ngobrol. Kamu tahu orangnya. Ya, dia Gaya. Awalnya, aku terganggu dengan kehadirannya, tetapi aku sadar, dia seperti pelangi yang hadir di saat hujan juga turun. Dia seperti sengaja Tuhan hadirkan untuk memberikan sudut pandang lain tentang berbagai hal.

Meski begitu, aku merasa masih ada yang kurang.

Sekitar sejam lalu, aku memimpikan Bapak jatuh sakit. Aku melihat badannya menggigil dengan wajah pucat. Aku melihat jika dia begitu tersiksa di suatu ruangan di rumah sakit. Aku tahu Bapak selalu menjaga kesehatannya, tetapi di mimpi tadi, aku melihat jika dia tak berdaya.

Ya, hal yang kurang itu adalah Bapak.

"Meta, awas! Jangan kelayapan. Selesai beraktivitas, cepat pulang!"

"Meta, kalau kamu sedang dekat dengan seseorang, segera kenalkan sama Bapak. Biar Bapak test dulu!"

"Meta, Bapak sudah masak nasi goreng. Jangan lupa makan!"

Ucapan-ucapan Bapak yang sering muncul beberapa tahun terakhir itu kini aku rindukan. Aku tidak bisa memungkiri jika kepergianku ke Bandung karena ingin bebas dari kekangan Bapak. Tapi detik ini, aku merasa jika ada sesuatu yang salah. Apa aku terlalu egois?

Tring!

Aku yang sedang melamun, langsung terperanjat mendapati notifikasi di Instagram. Saat aku mengambil dan membacanya, napasku tertahan sejenak.

Kamu udah baikan? Pasti udah ya? Kerjaan di instagram juga udah kamu lakuin beberapa hari kemarin. Kalau begitu, kamu sudah bisa ngasih nomor HP?

Aku berguling-guling di atas kasur setelah melihat isi DM Sandrina. Otakku berpikir begitu jauh. Aku merasa jika diriku memang sudah terlalu lama menutup diri. Apa sekarang saatnya untuk aku kembali? Kembali ke realita jika aku punya sahabat bernama Sandrina, juga masih punya Bapak.

Singkat, aku menuliskan nomor HP-ku di DM, lantas mengirimkannya dengan gerakkan cepat.

Huh! Aku harus kembali siap dengan ocehan yang akan kudengar lebih dari tiga kali sehari. Aku juga harus siap dengan konsekuensi dimarahi Sandrina karena telah menghilang selama dua minggu.

Nggak perlu nunggu lama, HP-ku langsung berdering. Tidak main-main, dia sudah seperti pegawai asuransi yang sedang mengejar calon pelanggannya.

"Hem ...." Suaraku mengudara setelah mengangkat telepon.

"Hemmmm." Sandrina mengikuti gaya bicaraku. "Sial ya dirimu ini! Urang cemas sama kelakuan maneh!"

Tawaku meledak mendengar ocehan itu. Kata 'urang' atau 'maneh' sudah mendarah daging di mulut Sandrina jika dia sedang kesal. Urang adalah saya, maneh adalah kamu dalam bahasa Sunda. Itu bahasa sehari-hari ketika bercakap dengan teman.

METAFORGAYA  (Segera Terbit)Where stories live. Discover now