BAGIAN 13

575 142 43
                                    

GAYA.

Tantangan

Sejak beberapa hari dari kegiatan saya dengan Meta di Braga, teman-teman saya di grup Riung Mungpulung Band heboh luar biasa. Mereka menganggap jika saya cemen. Bukankah biasanya saya akan mengajak gebetan ke studio tempat latihan? Nah, mereka juga ingin saya membawa meta ke sana. Sekalian kenalan, dalih mereka. Padahal, saya juga tahu bahwa sebenarnya, mereka ingin tahu, seberapa menariknya seorang Meta hingga bisa bikin saya klepek-klepek.

Jelas saya nggak pernah suka disebut cemen. Hal itu pulalah yang membuat saya pada akhirnya memilih datang ke kosan. Alasannya untuk mengecek keadaan kosan. Padahal, tentu saja untuk bertemu Meta.

"Kang Gaya, tumben ke sini." Seorang perempuan yang sudah cukup lama menjadi salah satu penghuni kosan menyapa dari jendela.

"Iya nih, Teh. Mau ngecek aja. Barangkali air pada mati. Aman kan?" tanya saya.

"Aman. Yang nggak aman itu hati saya." Perempuan itu mengedipkan mata.

Saya hanya tertawa mendapati perlakuan itu. Sudah bisa dipastikan jika rata-rata perempuan di sini menyukai saya. Beberapa orang menggoda dengan terang-terangan. Dan sekeras apa pun godaan mereka, saya tidak bisa tergoda jika sudah tertuju kepada satu orang. Kalian sudah jelas tahu orang yang saya maksud.

"Eh, Met."

Meta yang tengah membelakangi saya, berbalik.

"Hei ...." Dia tersenyum. "Tumben ke sini. Nggak latihan?"

Ketimbang menjawab pertanyaan Meta, saya memilih mendekati Meta yang tengah berdiri di depan kompor. Mama memang menyediakan dapur umum supaya bisa membuat mereka nyaman. Meskipun, tidak semua penghuni kosan menggunakan fasilitas ini.

"Tumben masak," ucapku. Aku melihat meta tengah memotong sayur. Ya ampun, sepertinya dia mulai terserang virus Mamang tukang sayur yang sering lewat. "Widih, masak kangkung lagi. Bukannya lebih seneng beli?"

"Emang nggak boleh?" tanya Meta. "Pengen kali, pakek fasilitas kosan. Sekalian belajar masak. Kamu kan tahu kalau perempuan juga harus bisa masak. Seenggaknya, nggak malu-maluin kalau udah ketemu calon suami."

"Emang udah ada calonnya?" Saya mengerutkan kening.

"Baru ada di angan-angan." Dia terkekeh lepas. "Yang pasti calon aku nanti bukan cowok yang nggak percaya sama nikah."

Saya menelan ludah. Rupanya, dia pintar sekali menyindir orang.

Sekarang, Meta berali mengupas bawang merah.

"Kayaknya ribet amat deh. Mau saya bantu?" tanyaku.

"Tumis kangkung doang. Aku bisa sendiri."

"Ya nggak apa-apa. Disuruh ngupas bawang, nyuci sayur, nyalain kompor, atau niupin mata kamu barangkali kepedihan juga saya mau kok."

"Kalau kamu maksa, ya udah, kamu boleh bantuin aku." Dia menyodorkan wadah berisi kangkung. "Nih cuci yang bersih. Untuk bantuan niupin mata, nggak usah repot-repot. Aku tahu itu bagian dari modus."

Saya tergelak, lantas mengambil kangkung yang sudah dipotong untuk dicuci.

"Eh, tadi kan kamu nanya ke saya soal latihan. Sebenarnya, ada latihan jam sepuluh," ucap saya sambil mengucek-ngucek kangkung. "Sebagai imbalan karena saya mau bantu kamu masak, boleh dong bantuin balik?"

Meta yang tengah memindahkan penggorengan ke atas kompor langsung menengok. "Baru aja bantuin nyuci kangkung, udah minta imbalan. Gimana kalau disuruh bikin candi kayak Bandung Bondowoso?"

METAFORGAYA  (Segera Terbit)Where stories live. Discover now