BAGIAN 14

554 143 49
                                    

Sttt, bakal ada orang baru. Jangan lupa ramekan dengan cara vote dan coment ya guys. Selamat membaca.

***

META

SUARA ITU

Untuk pertama kalinya, aku mendengar Gaya menyanyikan lagu Pelukku untuk Pelikmu dari Firsa Besari. Menurutku, suaranya lebih bagus dibanding saat berbicara. Ada sedikit serak yang berpadu dengan suara bariton. Tentu, suara yang enak didengar membuat lagu bisa tersampaikan dengan baik. Apalagi, selama bernyanyi mata Gaya tidak pernah lepas dari mataku. Dia seperti menyampaikan lagu itu khusus untukku. Oh, kali ini aku kegeeran!

"Mentang-mentang ada yang liatin, suara si Gaya jadi bagus begini euy!" Pandu bersorak.

"Bener!" Wastra ikut nyambung. Sekarang, dia menatapku. "Kalau bisa, kamu tiap hari aja ikut Gaya ke sini. Biar latihannya lancar."

"Suara saya memang sudah bagus dari dulu." Gaya meminggirkan stand mic. "Hanya saja baru benar-benar lepas setelah ada .... Meta."

Sepertinya, tiada hari tanpa menggombal di hidup Gaya!

"Suaramu memang bagus. I love your voice," ucapku sesaat setelah Gaya menghampiriku. "Aku harus jujur soal itu."

"Sama orangnya love juga nggak?" Dia menarik kursi, lantas duduk di hadapanku.

"Mmmm .... menurutmu?"

Gaya mencebik, terlihat greget dengan jawabanku yang asal.

"Eh, malem minggu, kita ada job di salah satu café di Dago. Kamu dateng ya." Abar yang berbicara. Dia yang awalnya sedang duduk di pojok studio, sekarang ada di hadapan aku dan Gaya. "Kita-kita pasti seneng bisa ada kamu. Apalagi si cunguk ini. Beuh, semangatnya udah pasti meningkat dua kali lipat."

"Eh, serius?" Aku mengerutkan kening. "Pengen sih nyobain nonton live musik gitu. Tapi ...."

"Tapi apa? Belum percaya sama Gaya? Biar Abar deh yang jemput Meta." Abar menepuk dada dengan percaya diri.

"Enak aja!" Gaya langsung mendorong sahabatnya itu. "Pergi sana! Jangan deketin Meta."

"Gaya ....." Abar cemberut seperti anak kecil. "Maneh tega yaaaa."

Lagi-lagi, tawaku menyembur. Teman-teman Gaya ini receh semua. Apa pun pasti dibecandain. Dan ya, ternyata aku tidak rugi bisa bertemu dan berkenalan dengan mereka.

"Eh tapi beneran deh, kalau mau nonton live music, saya bisa jemput kamu. Kita berangkat bareng-bareng." Gaya terlihat serius. "Katanya mau kenal Bandung? Belum seru kalau nggak pernah datang ke Dago malem-malem. Kamu pasti suka."

"Tapi temanku mau dateng." Aku mengingat Sandrina yang hari Sabtu besok mau ke kosan. "Emang kamu bisa bonceng dua cewek?"

"Temenmu dari Garut?" tanya Gaya.

"Ya ...."

"Cowok atau cewek?"

"Cewek."

Gaya menoleh ke Pandu. "Du, kayaknya ada yang bisa maneh deketin nih. Bisa nggak jemput dia juga ke acara kita?"

"Serius?" Pandu ngacir ke hadapan kami. "Boleh tuh. Siapa tahu nyangkut."

"Licik maneh, Gaya!" Wastra menggibaskan rambut panjangnya. "Kenapa ditawarin ke Pandu sih? Aing juga kan mau."

"Eh, maneh mah nggak ada motor. Tiap hari aja minta jemput si Abar."

"Eh lupa ...." Wastra menggaruk kepala.

"Amnesia?" Abar mendorong Wastra. "Jangan sok-sok-an pengen deketin cewek kalau motor aja nggak ada."

"Iye. Urang yang paling miskin di sini." Wastra terlihat muram. "Tapi, bentar lagi, urang pasti kaya dong. Kan kita mau bikin single dua bulan lagi. Ayolah. Kita gempur terus per-indie-an Indonesia. Optimis kalau lagu kita bakal booming. Masa udah tahunan nge-band nggak punya lagu sendiri. Anjir, ngerakeun!"

METAFORGAYA  (Segera Terbit)Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt