BAGIAN 37

297 79 10
                                    

Update lagi nih guys. Jangan lupa VOTE dan KOMEN yaaa. Selamat membaca :)

***

META.

RESTU

"Kita harus tahu bahwa kepercayaan diri itu akan muncul saat kita mengenal diri kita lebih dalam. Kita tahu kelemahan, kita tahu kelebihan, kita tahu sesuatu yang kita suka. Percaya diri adalah gambaran ketika kita sudah sepenuhnya menerima diri sendiri."

Aku terdiam. Masih menilik-nilik wajah di hadapan cermin. Aku masih tidak menyangka. Beberapa hari lagi, aku akan pergi ke Jakarta. Menghadiri launching program yang di dalamnya ada aku sebagai brand ambassador. Dan di acara itu, aku akan berbagi pengalaman tentang prosesku menjadi influencer. Tapi, meski waktu kegiatan sudah mepet, persiapanku justru belum matang.

Kamu pasti tahu kenapa semua itu terjadi! Yes. Gaya! Otakku dipenuhi nama Gaya yang hilang mendadak. Kedatanganku ke rumahnya, juga ke studio sama sekali nggak membuahkan hasil. Dia seperti menguap begitu saja. Seolah-olah nggak pernah ada Gaya di bumi ini.

Tentu, aku juga berusaha menghubungi Bu Dama. Jika pada waktu itu dia nggak ada di tempat, maka sekarang, dia tidak pernah mengangkat teleponku. Chat juga hanya dibaca tanpa dibalas. Apa ada yang salah? Apa mereka merencanakan sesuatu? Jujur, kejadian ini membuat aku seperti orang bodoh.

Aku kembali melihat ke arah slide presentasi yang dari tadi sudah kucoba otak-atik. Aku mencoba memahami beberapa materi yang sudah sempat ditulis di sana. Tapi otakku memang menyebalkan. Sepertinya, aku hanya akan bisa memahami semuanya dengan lancar kalau aku dimotivasi oleh Gaya. Sayang, untuk bisa mengobrol dengan Gaya pun, seolah ada benteng besar yang menghalangi.

"Kebaikkan apa pun akan tersebar secara alami jika dirimu bahagia. Pastikan jika kamu bahagia dengan hidupmu sen ...."

Ponsel di atas ranjang membuatku terhenti saat membaca potongan quotes yang telah kusiapkan. Aku mendegkus kesal. Oh, jangan bilang itu Praha! Beberapa hari ini, hidupku dipenuh oleh orang itu.

Kamu tahu siapa yang menelepon? Bapak! Aku sedikit terenyak saat nama itu menari-nari di layar ponsel. Kejadian seminggu lalu bisa kuterima. Aku juga sudah bisa tenang dengan segala permasalahan itu. Tapi untuk bisa kembali bicara dengan Bapak, ketakutan itu muncul lagi. Kemarahan Bapak terbayang-bayang lagi di otakku.

Angkat, Met. Nggak mungkin kamu lari terus!

Tenggorokkanku mendadak kering saat aku memutuskan untuk mengusap ikon hijau, bermaksud mengangkat telepon. Dan, suara Bapak terdengar lagi.

"Hallo geulis ...."

Kali ini suaranya nggak terdengar keras seperti biasa. Aku lebih mendengar napasnya yang terasa berat. Hanya ada satu perbedaan, panggilan Geulis sempat membuatku berpikir lagi. Ini beneran Bapak?

"Kamu apa kabar?" tanyanya.

"Ba-baik, Pak."

"Syukurlah ...."

Aku yang awalnya duduk, kini berdiri. Memilih menelepon menghadap ke arah gedung-gedung di luar sana. "Bapak baik-baik aja, kan?"

"Bapak baik kalau kamu pulang."

Aku menelan ludah. Sepertinya, ini salah satu taktik Bapak. Dia mengubah cara dengan lebih lembut supaya aku mau dibujuk. Tapi perubahan mendadak seperti ini justru membuat aku semakin ragu.

"Belum bisa. Meta ...."

"Bapak restuin kamu."

Ucapan itu membuat keningku mengerut. "Maksudnya?"

METAFORGAYA  (Segera Terbit)Where stories live. Discover now