13: Are you okay?

158 31 11
                                    

"Are you okay?" tanya Bima berbisik di sebelah Naura, ketika Naura dan Nata kembali dari luar. "Nata nggak maki-maki lo, kan?"

Naura sedikit mendengus geli. "Nggak, lah. Kita cuma ngobrol."

"Bima, suara lo masih kurang pelan. Gue denger, loh." Nata melirik Bima dengan tajam, lalu mengeluarkan ponselnya. "Apa perlu video lo tahun lalu, pas kita liburan gue kasih liat ke Naura?"

"Video? Video apa? Astagfirullah, jangan-jangan video—" Bima panik, berusaha merebut ponsel Nata.

"Video lo curhat sama kucing," jawab Nata santai. "Diem-diem gue rekam waktu itu."

"Hah?" Bima masih tidak ingat. Curhat masalah hidup? Masalah yang mana? Masalahnya terlalu banyak!

Naura melihat layar ponsel Nata yang memutar sebuah video Bima dari samping, di dekat laut. Bima memakai celana pendek bercorak macan dan t-shirt kuning cerah. "Bima ... selera berpakaian lo unik juga, ya."

"Arrggh, jangan lihat!" teriak Bima putus asa, lalu tiba-tiba ada yang menahan badannya dari belakang. "Woy, Rezki! Lepas! Bukannya lo benci skinship sama gue?!"

"Kali ini terpaksa, biar Naura bisa ketawa," jawab Rezki pelan, agar tidak terdengar yang lain. "Lo sahabatnya, kan? Apa lo suka lihat dia sedih tadi?"

"Nggak suka, sih. Tapi, kenapa harus pakai video gue?!"

"Karena Nata nggak punya video aib dirinya sendiri, apalagi gue."

"Sial."

"Mending lo ikutan nonton juga, Bim," ujar Angga terkekeh di belakang Nata dan Naura. Ia diam-diam penasaran, dan ingin melihat video aib sahabat barunya itu.

"Ah, oke! Lepas, Rez! Gue mau ikut nonton, karena gue juga penasaran!"

Akhirnya, Rezki melepaskan Bima dan ikut menonton video yang ada di ponsel Nata.

"Cing, lo kok lucu banget, sih? Lo mau jadi pacar gue, nggak?"

Kalimat pembuka video itu berhasil membuat Naura tertawa tanpa bisa ditahan. "Bima, lo sejones itu sampai ngajak kucing pacaran?"

"Astagfirullah, gue kira waktu itu nggak ada siapa-siapa! Nata, awas ya, gue nggak akan mau minjemin lo komik lagi. Bodo!" seru Bima kesal, lalu menoyor kepala Nata dari belakang.

Nata hanya menghela napas, lalu memutar video Bima lagi. "Ssst, jangan berisik."

"Lo kayaknya kesepian kayak gue, deh. Apa lo sebatang kara? Mau ikut gue pulang, nggak? Janji deh, nanti gue kasih makanan kucing yang rada mahal. Apa? Nggak mau? Apa jangan-jangan di sini ada gebetan lo, ya?"

"Cing, kenapa hidup itu berat, sih? Apa pun yang gue lakukan, tetap dilihat payah sama bokap gue. Terus, nyokap gue kerjaannya nyuruh gue belajar mulu sampai gue mual. Kenapa, ya? Kenapa orangtua gue kayak gitu? Padahal, gue suka kebebasan."

"Terutama, kebebasan berpendapat. Di rumah, gue nggak boleh ngomong sedikit pun setiap bokap gue marah-marah dan ngelempar buku-bukunya ke gue. Selalu kayak gitu hampir setiap hari. Rasanya, gue lebih nyaman di tempat ini. Sayangnya, besok kita udah harus pulang. Iya, pulang. Padahal, rumah gue rasanya bukan kayak rumah. Iya, betul sekali. Kayak penjara, Cing. Makanya, kadang gue iri kalo lihat kucing kayak lo bisa hidup dengan bebas."

Bima diam membeku, lalu terkekeh hambar. "Itu ... gue nggak serius. Hidup gue nggak semenyedihkan itu, kok. Serius!"

"Ha-ha, lo pasti nggak ngerti sama cerita gue, kan? Iyalah, lo kan kucing. Tapi, tenang aja, semua yang gue ceritain itu ... nggak bener. Gue cuma ngelantur, karena bosen banget nunggu dua kutu kupret itu bangun! Maaf ya, Cing. Gue jadi ganggu lo tidur siang."

SunflowerWhere stories live. Discover now