16: Resmi Sahabat!

63 12 38
                                    

Bima memasuki kelas sambil menguap lebar, karena ia masih sangat mengantuk. Namun, matanya otomatis memelotot saat melihat dua orang yang tidak seharusnya malah berada di kelasnya. Bel sudah hampir berbunyi, tapi kedua orang itu masih asyik mengobrol dengan Naura; teman sebangkunya.

Bima berjalan perlahan, lalu memandang kedua orang tersebut dengan alis berkerut. "What are you guys doing? Kenapa kalian di sini?"

"Yo!" Nata tersenyum sangat lebar. "Kita pindah kelas atas izin Pak Sugiman tersayang."

"Betul," sahut Rezki singkat.

"Tapi, kenapa? Kelas kalian lebih bagus dan dingin, Bodoh!" Bima tidak mengerti dengan keputusan kedua temannya itu. Apa untungnya mereka pindah kelas? Apa ini cara Nata agar bisa lebih dekat dengan Naura, dan cara Rezki mendekati Resya? Tapi, bukankah Rezki pernah bilang kalau Resya bukanlah tipenya? Ah, hati manusia siapa yang tahu, kan.

"Kita pindah kelas buat bikin lo semangat sekolah lagi. Dan by the way, maaf soal kemarin. Ayo baikan! Musuhan tuh nggak boleh lama-lama!" jawab Rezki cukup kencang, hingga murid yang lain menoleh dan berbisik-bisik.

"Gue nggak budeg, Rez." Bima terkekeh, karena ia tahu Rezki kadang ngegas jika salah tingkah atau gengsi. "Hmm, oke. Ayo baikan."

Nata diam-diam tersenyum, lalu kembali memasang ekspresi serius saat sadar Naura memperhatikannya. "Jadi, Bim. Kalau misalnya lo bolos lagi, gue sama Rezki harus lari keliling lapangan 100 putaran. Itu perjanjiannya sama Pak Sugiman."

"HAH?!" Mulut Bima terbuka lebar. "Perjanjian macam apa itu?"

"Kalau nggak kayak gitu, Pak Sugiman nggak ngasih izin kita pindah kelas, lah," jawab Nata mengangkat bahu sambil tersenyum sombong. "Jadi, sebagai sahabat yang baik, lo nggak akan tega membiarkan kedua sahabat lo ini lari 100 putaran dan pingsan karena kelelahan, kan?"

Bima melipat tangan di depan perut. "Kenapa nggak tega? Gue ini nggak sebaik yang kalian kira, loh."

"Oh, really?" balas Rezki lalu merangkul Bima. "Kalau gitu, besok lo mau bolos?"

Bima mengangkat kedua alis, lalu terlihat menghindari pandangan Rezki. "Nggak, besok gue masih mau masuk. Tapi, besok-besoknya ... gue nggak janji bakal terus masuk. Gue akan bolos, di saat gue mau bolos. Kalian nggak bisa ngatur gue. Paham?"

"Oke, kalau lo ternyata masih sering bolos, it's okay. Kita yang salah karena bikin perjanjian sekejam itu sama Pak Sugiman. Iya kan, Nat?"

"Ya, kita terlalu menganggap Bima sebaik malaikat kayaknya, ya. Kita salah."

"Malaikat? Hah, jangan bercanda. Gue ini lebih sering disebut setan."

"Hah? Sama siapa, Bim?" sahut Naura, terlihat terkejut dan menganggap serius perkataan Bima.

"Sama mereka, lah!" Bima menunjuk Nata dan Rezki dengan cepat. "Makanya bullshit banget sekarang mereka nyebut gue malaikat. Cuih."

"Pendendam," cibir Rezki.

"Perasaan cuma tujuh kali kita nyebut lo setan, deh," gumam Nata sambil memegang dagu, terlihat seperti mengingat-ingat masa lalu.

"Shut up, Nat! Tujuh itu jumlah yang nggak sedikit!"

Rezki tiba-tiba menggeleng. "Selama masih bisa dihitung dengan tangan, itu artinya jumlah yang sedikit, Bim. Masa gitu aja lo nggak tahu?"

Bima terlihat malas membalas perkataan sahabatnya yang sangat logis. Ia pun memilih duduk di kursinya, lalu tersenyum kecil ke Naura. "Mulai hari ini, kehidupan sekolah lo nggak akan bisa tenang, Nau. Selamat, ya."

Sunflowerजहाँ कहानियाँ रहती हैं। अभी खोजें