BAGIAN 11

690 157 47
                                    

Sttt, siap-siap untuk berbaper ria. Wkwkwk. Jangan lupa komentar dan vote yes. Selamat membaca. :)

***

GAYA.

Hati yang Dibuka

Jika awalnya Meta menggembok hati saat saya akan masuk, maka beberapa hari terakhir gembok itu sudah dibongkar. Bukan hanya masuk di mulut pintu hatinya, saya berhasil masuk ke dalam ruang tamu, dan duduk di sofa ternyaman. Setidaknya begitulah perumpamaan saya dengan Meta saat ini. Saya memang tamu di hatinya, tapi tamu selalu diterima dengan suka cita, bukan?

Gaya, kenapa mikirin Meta terus sih? Lihat noh! Nyokap lu! Dia nangis lagi!

Itu adalah sisi lain dari saya yang ngomongnya sok-sok-an kayak anak Jakarta. Kalau seandainya sisi lain dari diri saya itu nongkrong sama anak-anak Riung Mungpulung Band, pasti habis diketawain.

Tapi kalau dipikir-pikir, emang benar sih. Mama nangis lagi. Lantas, apakah saya harus diam saja? Menyedihkannya, saya memang selalu diam!

Jujur, saya dilema jika melihat Mama sedih. Saya tahu bahwa kesedihannya bukan hanya karena tayangan sinetron. Dia pasti mengingat lelaki itu. Cuma sebagai anak, saya nggak bisa berbuat apa-apa selain menghiburnya. Saya nggak lantas bisa mendatangi lelaki itu dan melabraknya di Jakarta sana.

Bagi saya, lelaki itu hanya cerita Mama. Lelaki itu hanya masa lalu Mama. Saya nggak ada kaitannya dengan laki-laki itu. Toh, selama 25 tahun hidup di Bandung, saya aman. Saya sejahtera. Mama merawat saya dengan begitu baik. Dia yang berjuang bekerja banting tulang hingga bisa membeli tanah dan membangun kos-kosan, hingga bisa menyekolahkan saya di universitas yang cukup bergengsi di Bandung.

Lalu, apa mungkin saya harus turut campur lagi dalam masa lalu Mama?

Dulu, Mama pernah ngomong kayak gini,

"Gaya, kalau mau bertemu Papamu, Mama nggak apa-apa. Kamu boleh ke Jakarta." Meski berbicara seperti itu, saya tahu jika sebenarnya dia nggak rela. "Maaf, Mama selalu melarang Papamu untuk ketemu atau bahkan bawa kamu dari Mama. Jika boleh jujur, pertemuanmu dan Papamu hanya satu kali, yaitu pada saat kamu berumur 5 tahun. Setelahnya, Mama melarangnya."

"Ma ...." Saya mengusap air mata yang mengalir di pipi Mama. "Kenapa Mama minta maaf? Sudah seharusnya Mama melakukan itu. Justru Gaya sangat berterima kasih ke Mama. Gimana jadinya kalau Gaya hidup dengan orang yang sudah menyakiti Mama seperti ini?"

"Tapi bagaimana pun, dia itu Papamu."

"Gaya nggak pernah kenal lelaki itu!" tegas saya. "Cuma Mama yang kenal dia. Jadi, kehadiran Mama di sisi Gaya sudah cukup. Gaya nggak perlu siapa pun. Gaya juga nggak perlu ketemu sama siapa pun!"

Percakapan itu membuat Mama mengerti jika saya sama sekali nggak mau tahu soal lelaki itu. Saya menghargai Mama yang telah dicampakkan. Saya juga menghargai diri saya sendiri yang punya hak untuk memilih tidak mengenal lelaki bejad seperti itu. Meskipun, Mama kadang-kadang membuat saya kesal. Dia pernah menyimpan foto lelaki itu, juga alamat rumahnya di kamar saya. Jelas saya langsung sobek dan bakar data-data itu.

Saya nggak pernah iri dengan kehidupannya. Sebaliknya, saya cukup bangga bisa hidup bersama Mama dan juga kos-kosannya. Terlebih, saya bisa sekalian pedekate sama banyak cewek. Oh, ayolah. Saya nggak pernah suka jika pembicaraan ini terlalu serius. Lebih baik ngomongin cewek yang sedang dekat sama saya saja kan?

Meta!

Ya, mari kita ngobrolin Meta.

Mama sempat bilang jika Meta mengunggah foto kami saat di Braga melalui whatsapp story. Tentu saja saya penasaran. Saya yang sedang terbaring di atas kasur memilih untuk bangun, kemudian melihat kenyataan jika seandainya foto itu nggak ada.

Kamu tahu? Ternyata beberapa foto itu memang diunggah di story WA. Apa saya nggak salah lihat? Meta pernah bilang kalau nomornya nggak diketahui banyak orang. Lantas kalau bukan untuk dipamerkan, kenapa pula wajah ganteng saya bisa ada dibagikan begitu? Apa dia berharap kalau saya melihat foto itu?

Jangan macam-macam Gaya! Geer itu bisa bikin lo nggak tidur semalaman.

Saat otak saya masih mikirin alasan Meta meng-upload foto-foto itu, tiba-tiba ada notifikasi dari instagram. Jelas saya melotot karena ternyata itu notifikasi yang berasal dari Meta. Dia mengunggah sesuatu di instagramnya.

Saya menelan ludah. Sepertinya ini pertama kalinya saya kembali deg-degan saat akan melihat sesuatu. Saya termasuk laki-laki yang professional jika berhubungan dengan perempuan. Namun saat ini? Saya kalah telak oleh notifikasi dari instagram Meta!

"Dunia nggak pernah sepi dari manusia. Begitu pun hati. Aku mengira jika hati ini akan tetap tertutup rapat. Toh kuncinya sudah kulempar jauh kan? Tapi saat ketemu sama dia, aku mendadak punya tenaga untuk kembali mencari kunci itu, lantas memutuskan untuk membuka hati yang sepi. Dia kupersilahkan menjadi orang pertama yang masuk setelah hatiku berdebu cukup lama."

Tulisan itu seperti langsung menembak dada saya. Jika foto yang dia unggah bukan tentang saya, mungkin saya akan bertingkah biasa saja. Tapi foto itu adalah foto kami saat ada di toko lukisan. Tentu saja, orang yang dimaksud telah masuk ke hatinya adalah ..... saya. Mana mungkin Mamang tukang lukisan? Kan nggak lucu.

Tapi enggak, enggak! Saya nggak boleh bangga dulu. Seperti kata saya tadi, saya datang baru sebagai tamu. Masih banyak hal yang harus dilakukan untuk memperjuangkannya. Barangkali, saya harus menambah pelet supaya dia makin mau sama saya! Haha, becanda. Saya nggak main pelet! Wajah saya sudah menggambarkan jika saya idaman wanita.

Inget! Nggak ada cowok ganteng yang ngaku dirinya ganteng! Lo harus sadar diri kalo lo cuma lelaki gondrong yang males mandi!

Kata siapa cowok ganteng nggak pernah ngaku kalau dia ganteng? Kalau dipuji sama orang mungkin dia akan bilang, "Enggak kok, saya nggak ganteng." Tapi saya tahu, di dalam hati, mereka selalu bilang, "Gue emang ganteng!"

Ya, saya merasakan itu. Meskipun kalau soal jarang mandi, saja setuju. Jarang mandi aja ganteng maksimal. Apalagi rajin mandi ya?

Untuk merayakan kebahagiaan ini, saya memilih untuk mengomentari beberapa foto yang diunggah di sana. Saya akan masuk menjadi salah satu orang di antara ramainya komentar manusia lain.

"Terima kasih telah bersusah payah membuka hati yang berdebu. Saya bukan hanya masuk ke hatimu, tapi saya juga akan membersihkan banyak hal yang menganggumu, termasuk luka lamamu jika memang ada."

Lima menit setelah komentar itu diunggah, banyak sekali yang membalas komentar saya.

"Oh, jadi ini laki-laki yang ada di foto itu?"

"Wah, sakit hati gue kalau gini caranya. Meta udah ada yang punya?"

"Ini pacaran nggak sih?"

"Ah, jangan-jangan itu cuma akun anonim!"

"Tapi bener lho. Foto di feed laki-laki itu mirip sama foto di unggahan Mbak Meta!"

Komentar-komentar itu bagaikan tarian yang terus berputar di otak. Jangankan netizen yang penasaran, saya juga bertanya-tanya. Apakah ini tandanya kami akan semakin dekat? Apa mungkin hal yang awalnya hanya angan-angan akan menjadi kenyataan?

***

Menurutmu, apakah mereka akan bersama?

METAFORGAYA  (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang