Chapter 25.

35 4 5
                                    

◂◂ ► Ⅱ ▸▸

Resta menyenderkan punggungnya di tiang lapangan basket yang berada di indoor ini. Aji dan Saddam kini tengah saling mempassing bola di hadapannya, berusaha untuk saling mencetak skor. Ruangan ini sepi, hanya mereka bertiga saja. Waktu ini Resta sama sekali tidak mood untuk bermain permainan kesukaannya. Semua itu karena peristiwa beberapa hari yang lalu.

Aji dan Saddam kini sudah tahu kisah apa yang terjadi di balik mendungnya wajah Resta. Sebagai sahabat, tentu mereka merasa empati. Sewaktu sebelum jam istirahat kini juga, Valery dan Resta belum sama sekali melakukan komunikasi apapun. Valery hanya memberikan senyuman kepada Resta yang dibalas oleh Resta dengan senyuman paksanya.

"Menurut lu kenapa Valey manggil gue pake nama yang lain, Ji, Dam?" tanya Resta masih dengan muka lusuhnya.

Aji dan Saddam kemudian sama-sama berdecak, "Lu udah nanya itu puluhan kali, Res!"

"Lu 'dah ketemu Karina?" tanya Saddam sambil mendribell.

"Belum."

Dalam pantulan bola, mereka semua juga masih sama-sama ikut berpikir apa alasannya. Aji kemudian menghentikan permainannya, "Masa dia lupa ingatan, sih?"

"Kalau lupa ingatan, menurut gue gak segampang itu, dah. Lagi juga dia masih inget-inget aja tuh ama yang lain," sahut Saddam memberikan pendapatnya.

Saddam menangkupkan bola basket di dekapannya, "Ck, lagi nama siapa sih tuh, ya, yang dia sebut? Gue jadi ikutan penasaran."

Saddam merasa kasihan kepada temannya tersebut. Bukan hanya Saddam, Aji pun juga begitu. Mereka tahu betapa Resta begitu menyukai perempuan bernama Valery. Ketika semuanya sudah berhasil, tak lama cewek tersebut malah memanggilnya dengan nama yang lain. Mereka mengerti, rasanya seperti semua perasaan yang diberikan Valery bukan diperuntukkan untuk Resta karena perempuan itu seperti memandang temannya adalah orang lain.

"Resta!" suara nyaring dari pintu sana mengintrupsi mereka bertiga.

Valery disana. Rambut cokelat keemasannya berterbangan. Tangannya mengenggam sekotak susu. Berjalan dengan begitu riang.

Senyum sumringah Resta langsung begitu mekar ketika mendengar nama yang tepat keluar dari mulut wanita itu.

"Eh, samperin gidah, Res," suruh Saddam.

Resta kemudian bangkit berdiri menghampiri Valery yang juga sama berjalan mendekati dirinya.

"Tapi– ekspresinya rada beda gitu gak, sih?" bisik Aji ke Saddam yang dibalas olehnya dengan anggukan ringan.

"Nih, susu rasa matcha, kesukaan lu," ucap Valery ketika dia telah berhenti tepat di hadapan wajah Resta.

Resta yang melihat susu kotak tersebut dengan langsung saja— senyum yang terbentuk oleh bibirnya meniris. "Gue gak suka matcha, Val, bukannya gue waktu itu pernah bilang, ya?"

"Oh, gue kira lu masih suka, soalnya lu kan paling suka banget sama matcha. Kayaknya selera lu udah berubah, ya?" respon Valery.

Lagi. Dia mengganggap cowok dihadapannya ini bagaikan orang lainnya lagi. Resta kira, saat Valery telah berhasil memanggil namanya tadi dengan benar, ingatan Valery memang sudah benar-benar kembali.

ValeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang