Chapter 34.

25 2 0
                                    

◂◂ ► Ⅱ ▸▸

Resta memandangi langit gelap yang sunyi dari balkon lantai atas rumahnya. Malam. Terutama 'langit malam'. Mengingatkan ia terus akan bayang-bayang seseorang. Valery. Dia sekarang sedang apa? Terakhir kali ia datang ke rumahnya tadi, perasaan Resta dilanda kebuncahan.

Aji dari tempat duduk balkon tengah memandangi Resta dari belakang. Pria itu masih terus berdiri sampai dimana Aji menyelesaikan permainan game-nya. "Lu udah coba hubungin?"

"Hah?" Resta memutar kepalanya ke belakang.

"Hubungin abang atau adiknya."

"Oh, iya," Resta langsung merogoh sakunya dan beranjak untuk duduk di bangku satunya. Ia lupa. Kenapa baru teringat sekarang? Seharusnya sedari tadi ia sudah membuka layar handphone-nya ini.

"Lu yakin, Res?" suara Aji mengusik.

"Yakin apa?"

Aji menatapnya lamat-lamat. Sudah beberapa hari yang lalu ia telah memikirkannya, sedikit susah juga untuk diucapkan tapi mari mencobanya daripada tidak dilakukan sama sekali dan menjadi sebuah penyesalan, "Lu yakin akan terus bertahan sama dia dengan keadaan seperti ini?"

Resta termenung seketika, pandangannya berpendar ke depan.

"Lu yakin gak akan capek? Lu kuat?" Aji menatap Resta yang masih terdiam tenggelam dalam pikirannya, "Beri jawaban yang pasti, Res."

Ah, Resta tak bisa menjawab. Kelu. Seperti tombak yang dipanahkan oleh Aji tepat sasaran mengenai satu titik itu. Resta tak dapat memikirkan jawaban apapun. Yang keluar dalam hatinya hanyalah kalimat 'gak tahu' yang jika dilontarkan mungkin akan terkesan ambigu.

"Gue—gak—tahu," jawab Resta pada akhirnya.

Jawaban tersebut memicu dengusan nafas yang dikeluarkan oleh Aji. Ia menyatukan kedua tangannya selagi menatap lantai berwarna merah yang mengkilat, "Kalau dirasa nantinya semakin memburuk, gue harap lu bisa berhenti, Res. Gue tahu lu sayang banget sama dia dan mau nemenin dia terus karena lu gak mau dia kehilangan orang lainnya lagi. Tapi lu juga harus mikirin diri lu sendiri, Res."

Aji menatap serius sahabat yang duduk di bangku sampingnya ini, rasa sakit yang dialami Resta, Aji tak mau sampai menimpanya dan menjadi semakin parah, "Saran gue, jika lu udah gak kuat, lu harus berhenti, karena semakin lama-kelamaan itu akan menjadi toxic buat diri lu. Lu boleh untuk pergi. Pentingin diri sendiri."

Ini demi kepentingan orang yang begitu khusus dalam hidup Aji. Bukan ia tak peduli dengan Valery, ia ikut simpati dengan gadis itu. Namun, sebagai sahabat tentu ia lebih peduli akan perasaan cowok tersebut. 

Resta masih terdiam. Ia kemudian membuang wajahnya.

Kalimat-kalimatnya, Resta mengerti maksud pria tersebut. Aji punya hak untuk mengkhawatirkannya. Ini demi kebaikan diri Resta juga.

"Makasih, Ji," cuma kalimat respon itu yang disuarakan oleh Resta.

•❅•

Valery hari ini memasuki sekolah. Tak terlepas penjagaan Karina disampingnya. Kelas 12 sekarang sudah mendapat liburnya, Valery salah satu siswa yang lolos jalur SNMPTN. Sisanya yang tidak beruntung, tengah berjuang dalam mempesiapkan SBMPTN.

Dia tengah di dalam ruang guru sehabis melapor dan siap-siap bergegas untuk keluar. Ketika pintu itu telah tertutup, ia berpapasan dengan Resta. Valery langsung tersenyum cerah.

"Revaldy!"

Resta sempat tercekat. Ketika perempuan itu datang padanya dan memeluknya, sebuah senyum paksa dihadirkan oleh Resta.

ValeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang