Chapter 28.

27 4 8
                                    

◂◂ ► Ⅱ ▸▸

Valery masih tak melakukan pergerakan apapun di kamarnya. Ia hanya duduk terdiam diatas kasur birunya, menatap pantulan dirinya di depan kaca yang telah berseragam sekolah rapi seperti biasa.

Pikirannya kosong. Valery menatap sosok bayangan di kaca sana— bertanya-tanya siapa diri tersebut sebenarnya? Selagi suara adu cek-cok di bawah sana masih berdengung di dalam telinga. Apakah, dia benar sudah sakit lagi? Apakah sosok yang tidak diinginkannya akan kembali datang lagi? Benarkah? Sejak kapan? Padahal ia sudah berusaha untuk menahannya. Bersusah payah menguncinya kuat-kuat di dalam penjara bawah dirinya.

Keceklan bunyi pintu membuyarkan Valery agar beralih menatap sosok wanita yang tersenyum lembut. Di tatapnya wanita itu dengan tatapan lelah Valery. Ibu sudah menyembunyikan tangisannya dari semalam. Keadaan orang-orang dirumah sekarang benar tengah frustasi. Semuanya itu karena dia, karena Valery.

"Valey mau ke sekolah?" tanya Silvia.

Valery mengangguk menjawab, "Mau ada ujian sekolah."

Silvia menghela nafasnya sesaat. Gadis remaja itu kembali lupa lagi. Jauh hari sebelumnya Ibu sudah memintanya untuk tak pergi ke sekolah dulu di sementara waktu ini. Valery kemudian mengiyakannya, namun kebesokannya saat dibuka pintu kamar di pagi hari Valery sudah selalu terlihat mengenakan seragam hari seninnya di setiap paginya.

Silvia kembali menarik nafasnya dalam, lalu menghampiri Valery duduk di sampingnya, menatap perempuan tersebut dengan pancaran bola mata tulus dan indahnya–yang mana salah satu keistimewaan tersebut berhasil membuat Om Bagas yakin untuk bersamanya. Silvia menghelai halus rambut panjang Valery.

"Ujiannya diambil dari rumah dulu, ya?" ucap beliau lembut penuh belaian, "Valey mau gak hari ini kerumah sakit dulu?"

"Valey— sakit lagi ya, bu?"

Silvia hanya tersenyum, namun pupil matanya tampak kembali bergetar. Senyumnya pun terlihat seperti sambil menahan sesuatu yang mungkin sewaktu-waktu keluar jika dibiarkan. "Kamu kalau mulai minum obat-obatannya lagi, kamu mau gak Valey?"

Valery tersenyum kecil, mengambil telapak tangan Silvia untuk digenggam diatas telapak tangannya, "Iya, Valey mau sembuh."

Ibu tersenyum kian lebar dengan bola matanya yang semakin berkaca-kaca, "Iya, kamu pasti sembuh, kok."

•❅•


Kalian akan bisa merasakan tensi di sekitar Oki dalam langkahan besarnya, tensi yang begitu mencekam, tahanan dari amarah, kekerasan yang ia lontarkan kalau saja tidak dikurung.

Ia mempertanyakan fungsi dari sekolah itu sendiri. Siapa yang lebih bermasalah disini? Murid yang dibangun dengan karakter lingkungan buruk saat di rumah atau kualitas guru dan pendidikan yang tidak bisa mengelola keburukan tersebut untuk menjadi lebih baik, dari hal kecil saja, contohnya attitude?

Saat ia pergi mengantarkan surat tadi ke ruangan guru, di sepanjang koridor murid-murid sekolah ini terus membicarakan adiknya dengan omongan yang tidak-tidak.

Soal berbicara bahwa Valery kena karma, hilang akal, dan sampai mengata-ngatai orang tuanya karena telah menyekolahkan orang yang ternyata gila kesini. Sebenarnya sekolah ini memberikan pelajaran yang baik gak, sih?

Mobilnya pagi ini terpakir di halaman parkir sekolah Valery. Hampir saja ia meluapkan emosinya di dalam mobil tersebut, sebelum suatu suara serak yang membuatnya tertoleh.

ValeryWhere stories live. Discover now