Chapter 4.

91 21 17
                                    

Please support me by vote/comment. Gracias 。゚( ゚^∀^゚)゚。

◂◂ ► Ⅱ ▸▸

"Karina disini loh."

"Ih, ngapain? Dia lupa apa, ya kalau gue tiap weekend ada part-time?"

Di tiap weekend-nya Valery akan bekerja part-time dulu setiap paginya sampai sore. Jadi, gak ada waktu untuk berleha-leha buatnya.

"Terus gue suruh apain, dong? Suruh pulang?"

"Iyalah. Eh, jangan deh kasian. Ajak dia main aja. Paling kegetolan sama lu."

"Val, lu sama temen sendiri ya."

Valery terkekeh mendengar Oki diseberang telepon sana. Kalian belum tahu saja tampang abangnya itu kayak gimana. Orang-orang bilang kalau dia bener-bener boyfriend material-able. Pantas, kalau Karina betah-betah aja.

"Lagi lu ngapa kerja, sih? Berhenti aja udah."

"Bang, gue gak mau jadi beban di keluarga terus-terusan."

"Ngomong begitu lagi gue samperin lu kesana sekarang juga!"

Valery kembali terkekeh. Masih setia genggaman handphone disamping telinganya sambil berjalan melewati hiruk pikuk masyarakat, "Sayangnya gue udah ngomong."

Hening seketika muncul di saluran jaringan mereka. Yang satu tenggelam dalam pikirannya, dan satu lagi menunggu kalimat selanjutnya dari seberang sana karena ia tak tahu harus berbicara apalagi.

"Gue masih punya 2 orang lainnya dibelakang."

Terdengar suara dengusan nafas lenguh di dalam telepon, "Hati-hati! Jangan sampe lu kenapa-kenapa lagi! Warna di jidat lu belum pudar, jangan sampe ada tambahan lagi!"

"Iya, berisik! Udah sana ajak main temen gue."

"Ck!"

Tepat decakan itu keluar, Valery main menutup telepon sepihak, lalu kembali memasang muka dinginnya. Seenggaknya untuk mereka, Valery harus terlihat banyak bicara dan aktif. Harus.

Berapa mil lagi dia sampai di sebuah toko material. Eits, Valery disana cuma bekerja sebagai seorang kasir saja, kok. Jika ada yang membeli dia akan mencatat di nota dan menghitungnya. Cuma, yah, gangguan juga suka ada. Dia suka mendapat godaan dari pembeli dan pekerja disana. Bener-bener gak tahu umur.

"Pagi, Pak Ginanjar."

Pak Ginanjar yang tengah sibuk dengan buku keuangannya melirik Valery, "Valery, saya mau bicara dengan kamu, boleh?"

Valery yang mendapat itu tentu menghampiri pemilik dari tempat ini, "Ada apa ya, pak?"

Ginanjar membuang nafasnya berat, "Valery, saya mohon maaf sekali. Tapi kamu harus keluar dari tempat ini. Maksud saya, berhenti bekerja disini."

"Loh, kenapa pak? Saya ada salah apa? Kinerja saya bagus-bagus aja, kan."

Tentu Valery merasa demikian. Valery mengeluarkan kinerja maksimal. Valery bahkan menahan mati-matian untuk tidak memberi tatapan menusuk atau bogeman ke mereka semua yang memberinya catcalling agar tidak terlibat konflik dan melindungi citra perusahaan.

ValeryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang