11. Kisah

482 68 13
                                    

Kelopak mata itu perlahan bergerak untuk membuka dunia. Manik crimson terpampang dengan sedikit binar. Tubuhnya mulai lelah. Tidak sadar dengan apa yang terjadi dengan tubuhnya.

Perlahan dirinya mulai bangkit. Kabel-kabel bergerak sesuai dengan gerakannnya. Memegang kepalanya yang terasa pening. Memijat pangkal hidungnya guna mengurangi rasa peningnya.

Sang dokter masih senantiasa memperhatikan gerak-gerik anak itu. Mencatat berdasarkan obesrevasinya.

"Apa yang kau rasakan Riku-ku?" Tanya sang dokter.

"Kepalaku terasa pening. Apakah ada yang salah Akira-sensei?"

Akira mencatat kembali. Hipotesis-hipotesis muncul kembali di otaknya. Ada dua kemungkinan. Efek dari serum yang selalu disuntikkan pada infus Riku atau pengaruh dari alat-alat yang digunakan untuk mendeteksi gelombang otak yang belakangan ini mereka lakukan.

"Setelah ini kau minum obat yanng diberikan oleh Kanzaki-san. Aku tidak ingin mendengar kau melewatkan obatmu atau bahkan membuang obatmu lagi!" peringat Akira.

Belakangan ini juga Akira mendapatkan kabar dari Kanzaki jika Riku sering tidak meminum obat. Jika kondisi tubuhnya memburuk akibat tidak meminum obat dasarnya, keefektivan serum itu tidak akan terlihat dan teruji.

Riku yang mendengarnya hanya merematkan bajunya dan menunduk. Suara Akira membuat dirinya takut. Apalagi pusing yang ia alami saat ini. Dirinya sama sekali tidak berkutik untuk menghadapi Akira.

"Hah... Kanzaki-san tolong bawa anak ini ke kamarnya!" Perintah Akira setelah melepas seluruh kabel-kabel yang terpasang pada tubuh Riku.

"Baik Akira-sensei."

Kanzaki membantu Riku berdiri. Tubuhnya sedikit oleng. Beruntung Kanzaki memapah tubuhnya yang ringan ini. Setidaknya ia tidak perlu mencium lantai untuk kesekian kalinya akibat lemas yang selalu datang tiba-tiba di kakinya. Tanpa bantuan kursi roda mereka berjalan menjauhi ruangan ini.

...

Suara senandung keluar dari mulut Riku. Perasaan senang memenuhi hatinya. Untung saja tubuhnya mulai memiliki tenaga. Tsukumo berjanji jika hari ini mereka aka pergi keluar untuk pertama kali setelah beberapa bulan ia dirawat di rumah sakit ini.

Sebenarnya sangat sulit untuk mengajak Tsukumo pergi keluar. Jangankan untuk jalan-jalan, kehidupannya kini hanya seputar unit bawah tanah. Dirinya sama sekali tidak diizinkan untuk menyentuh pintu keluar. Bahkan untuk pergi ke bangsal anak-anak sudah tidak di perbolehkan. Dokter serta perawat di unit ini juga memiliki perilaku yang berbeda terhadapnya. Seolah menatap Riku menjadi barang. Tatapan mereka menyeramkan, terutama Akira. Tentu saja Riku sangat tidak menyukai hal itu.

Entah ada angin apa, Tsukumo mengizinkan untuk dirinya keluar dengan pengawasan Tsukumo sendiri. Akhirnya ia menemukan kesempatan untuk terhindar dari tatapan-tatapan menyeramkan dari mereka.

"Sepertinya kau senang sekali Riku."

"Tentu saja Sou-niisan!" Jawabnya semangat.

Sejak pertemuan pertama mereka, Sogo sering mengunjungi kamar Riku ataupun sebaliknya. Riku sangat senang bertemu dengan Sogo. Sekilas ia merasakan kehadiran kakak kembarnya di dalam diri Sogo. Karena itu lah dirinya menggunakan sapaan kakak pada Sogo.

"Gunakan syalmu Riku. Seharunya sekarang memasuki musim dingin," ucap Sogo sembari memberikan syal pada Riku.

"Terima kasih! Andai kau bisa ikut juga bersamaku."

Tatsukete Tenn-nii [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang