27. Konsekuensi

433 50 7
                                    

Sejak pertemuan Riku dengan Iori serta teman-temannya, Riku menjadi lebih akrab dengan mereka. Beberapa kali mereka bertemu di taman sekedar menyanyi dan memainkan musik bersama. Terkadang mereka hanya mengobrol bersama untuk menghabiskan waktu.

Yang Riku ketahui mereka sama-sama bisa menyanyi dan menari. Ada sebuah impian besar yang sama di antara mereka. Menjadi Idol. Riku suka semangat mereka. Walau dalam kondisi yang tidak memungkinkan mereka untuk menjadi idol tapi mimpi itu tetap ada.

Tidak seperti dirinya yang selalu menyerah dengan keadaan. Kadang Riku malu dengan mereka yang selalu melawan nasib mereka. Tidak hanya diam menerima nasib. Sedikitnya ia menjadi lebih berani untuk melawan keadaan.

Belakangan ini Riku menjadi sedikit berani untuk melawan para peneliti itu. Ia sengaja untuk tidak meminum obat-obatan yang diberikan untuk menunjukan protes darinya. Walau resiko yang diambil sangat besar berhubung ia tak tahu obat apa yang tidak minum. Semua obat-obatan itu ia buang dalam kloset di kamar mandinya. Satu-satunya tempat yang aman. Setahunya tidak ada CCTV di dalam kamar mandi. Mau tidak mau ia harus menahan rasa yang sangat pahit di dalam mulutnya sampai ia berhasil tidak diawasi oleh Kanzaki.

Tidak ada perubahan yang berarti dalam fisiknya. Perubahan yang terjadi hanya berhubungan dengan mentalnya. Moodnya menjadi lebih baik dibandingkan dulu-dulu. Ide-ide yang dulu ada bermunculan di kepalanya sempat hilang kini perlahan-lahan kembali berjalan. Riku menjadi sangat ragu obat ini memiliki efek psikkologis.

Dengan bukti seperti sekarang ini. Perasaannya kini membaik. Riku jadi lancar mencurahkan perasaannya dalam karya seni. Ia mencoba untuk membuat musik dari kalimbanya. Rencananya akan ia mainkan bersama dengan Iori dan teman-teman lainnya. Sejak tadi ia sibuk membuat tangga nada seadanya di buku sketsa itu. Sedekitinya Riku mengerti pembelajaran dasar terhadap tangga nada dengan berbekal ilmu yang ia dapat di sekolahnya dulu.

Tidak semudah yang ia kira. Akan tetapi, sangat amat menyenangkan. Riku benar-benar menikmatinya. Berkali-kali terjadinya kesumbangan antar nada, Riku tetap melanjutkannya. Sambil membayangkan jika mereka semua berdiri membawakan lagu ini di atas panggung. Menjadi idola semua orang.

"Riku, sudah saatnya minum obat."

Seperti biasa Kanzaki mendatanginya tepat waktu. Pemberian obat sangat terjadwal. Tidak pernah kejadian satupun Kanzaki telat memberinya obat. Begitu pula dnegan suntikan dan infus.

Kanzaki mebawa nampan obatnya tepat di depan Riku. Ia letakan di atas meja menyingkirkan peralatan tulis serta kalimba milik Riku. Berbagai macam jenis obat tersaji diatasnya. Entah dari bentuk, ukuran dan warna tersedia. Hal itu yang membuat Riku kesulitan menahan beberapa obat sekaligus di mulutnya.

Satu persatu Riku ambil obat-obatan itu. Tidak semua obat yang bisa ia tahan. Beberapa obat yang ia rasa penting mau tidak mau ia telan. Riku sendiri tidak akan bertahan menahan rasa pahit dari obat-obatan itu. Opsi ini lebih baik dan aman menurutnya.

Keamanan dalam prosedur ini yang Riku tahu bukanlah sebatas CCTV yang mengintai setiap sudut kamarnya. Akan tetapi mata dari Kanzaki yang bisa saja melapor pada Akira maupun Tsukumo kapan saja jika terjadi kejanggalan. Riku bersusah payah untuk terlihta natural di mata Kanzaki.

"Seluruh obat telah di konsumsi. Silahkan membersihkan diri dan pergi tidur."

Kanzaki selalu memberikan konfirmasi setelah kegiatan ini selesai. Kanzaki lalu mencatat sedikit sesuatu hal yang jelas tidak Riku ketahui. Kemudian ia ambil kembali napan obat-obatan tersebut. Tidak ada sepatah kata lagi Kanzaki langsung keluar.

Riku tidak bisa serta merta langsung menuju kamar mandi. Ia tahan obat-obatan itu di balik lidah sambil merapikan peralatannya. Obat-obatan itu semakin meleleh. Rasa pahitnya menjalar di seluruh dinding mulut. Rasa mual ingin memuntahkan obat-obatan itu hampir tidak ia tahan.

Tatsukete Tenn-nii [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang