ALTA 42 | Happy Family!

20.2K 3.4K 912
                                    

Halloha!!! Aku kembali🥰

Spam comment di
setiap paragraf yok!!

Yang masih nungguin cung ; 🖐

Maaciw

o0o
H A P P Y
R E A D I N G
o0o


Hal apa yang membuat semua orang merasakan begitu banyak penyesalan? Yaitu, saat dimana kita sedang berada dalam tahap kehilangan.”

Semua orang disekitar Alex itu ingin sekali menyadarkan Alex, kalau jangan menyia-nyiakan waktu. Karena waktu akan semakin terkikis dan akan habis secara perlahan. Waktu tidak bisa diputar ulang. Tidak bisa dijeda,  walaupun sejenak. Karena waktu terus berjalan.

Mereka hanya ingin Alex seperti seorang Ayah yang sesungguhnya. Melakukan berbagai hal yang memang semestinya dilakukan seorang Ayah.

Tapi mereka tidak terlalu menghakimi Alex, karena memang mengerti akan keadaan Alex. Alex hidup hampir tanpa didikan orang tuanya. Sosok Ayah baginya hanya angin lalu. Karena Ayahnya selalu mementingkan pekerjaannya, dan meninggal saat ia kecil. Lalu, ibunya juga seperti itu. Sama-sama sibuk.

Laki-laki itu tidak tau dan bingung hal apa yang seharusnya seorang Ayah lakukan terhadap anaknya. Melihat sekitarnya, juga sama saja. Tidak paham apa yang harus ia lakukan, karena memang sifatnya yang seperti ini. Kaku.

Saat ini Alex menatap manusia kecil setinggi lututnya dengan tenang. "Apa aku keterlaluan?" gumamnya pelan.

"Kenapa harus meminta, kalau kamu bisa melakukannya kapanpun itu tanpa harus memintanya?" tanyanya pada putranya.

Ziel, bocah itu hanya terdiam tertunduk bingung. "Aku——bingung."

"Hm?" Suami Tania itu terlihat menghela napas pelan. Ia menyentuh dagu anak itu pelan, dan mengangkatnya hingga pandangan mereka bertemu. "Anak laki-laki tidak boleh menunduk. Angkat dagunya, kamu putra Daddy, kan?"

Keturunannya tidak boleh ada yang menjadi pengecut.

"Aku bingung, aku itu masih anak——Daddy," Ziel melirihkan ucapan terakhirnya karena lidahnya masih kaku untuk memanggilnya orang didepannya dengan sebutan itu. "Atau bukan?"

Alex menarik tubuh yang sangat kecil baginya itu, kedalam dekapannya. Menepuk pelan punggung putranya yang hanya terbalut kaos hitam.

"Dengarkan Daddy. Kamu itu putra Daddy, darahku mengalir deras dalam tubuhmu. Jadi, jangan pernah meragukan kalau aku ini ayahmu atau bukan."

Entah mengapa, mendadak mata jernih Ziel terasa panas. Anak itu menahannya sekuat tenaga, saat merasakan desakan air yang ingin keluar dari sana.

Anak laki-laki tidak boleh cengeng! Itu kata Daddy-nya.

Tapi——ini seakan menjadi hari bersejarahnya, dimana ia mendapat pelukan sang Ayah yang selama ini didekatnya tapi terasa sangat jauh untuk digapai.

"Daddy," gumaman itu keluar dari mulut kecil Ziel.

Alex sedikit tersentak mendengarnya, ada rasa aneh dalam dirinya.

BelieveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang