16 : Happy Birthday Jim

29 5 22
                                    

"Apa yang kau lakukan disini?"

"E-eh? Paman?"

"Aku tanya, apa yang kau lakukan disini?"

"Aku kan sedang mengunjungi Paman, apa Paman tidak lihat?"

Jimin tertawa kecil tatkala anak laki-laki di depannya terlihat kebingungan dengan pertanyaan yang ia lontarkan. Ya... tidak ada yang lucu sih, hanya saja raut wajah anak itu membuatnya gemas.

"Kau tidak pergi bekerja?"

"Em... nanti."

Kepalanya mengangguk perlahan. Membuat anak laki-laki dengan surai hitam legamnya kembali memandang dirinya.

"Apa?"

"Kenapa kau tidak jujur saja pada anakku?"

Keningnya mengernyit, semakin kebingungan. "Anak Paman? Siapa?"

"Gadis yang sedang dekat denganmu."

Dia meringis kemudian merubah pandangan menjadi tatapan tidak percaya. "Sejak kapan dia menjadi anakmu, Paman?"

"Kau ini apa-apaan? Tentu dia anakku. Anak dari wanita yang paling ku cintai, satu dunia pun tahu itu."

Oh tolong, perkataan Jimin benar-benar membuatnya kebingungan. Harus dengan apalagi dia membalas semua tutur kata yang pria itu keluarkan?

"Kenapa kau membiarkan dia bersama pria lain?"

"A-apa? Aku tidak mengerti."

"Aku tahu kau menyukainya."

Kedua bola mata anak laki-laki itu terbelalak, menatap manik mata milik Jimin yang disana terlihat juga sebuah senyuman jahil. Wah, jadi Jimin tengah menggodanya? Dan siapa yang tahu jika ternyata Jimin mengetahui hal itu?

"Paman ini sok tahu."

Jimin terkekeh, "Aku memang mengetahuinya, caramu memandangnya berbeda."

"Berbeda bagaimana?"

"Aku pernah berkata pada gadisku jika dia akan menyaksikan kisah cinta segitiga di antara sang bintang, sang rembulan dan sang mentari. Sudahkah kau memperlihatkan itu padanya?"

Anak laki-laki itu mengernyit, menatap Jimin penuh keheranan, dia pun kembali bertanya. "Kisah cinta... segitiga? Siapa?"

Jimin kembali terkekeh, rupanya bocah di depannya itu tidak sadar akan permainan alur kehidupan padanya, oh... atau jangan-jangan-dia menyadarinya namun dia pura-pura tidak tahu?

"Kau bilang kau mencintai rembulanmu itu, lalu kenapa kau tidak mengatakan yang sejujurnya padanya?"

Dia pusing, benar-benar pusing dengan semua perkataan Jimin. Otaknya sedang loading saat Jimin berkata berbelit-belit, rasanya kepalanya ingin pecah saja ketika mencoba mengartikan maksud perkataan pria itu. Hei, dia sedang tidak di dalam kelas. Kenapa pria itu membuat otaknya harus berpikir keras?

My Sunshine EuphoriaWhere stories live. Discover now