Perasaan Yang Terkunci

210 62 38
                                    

"Lo nggak pulang?" Tanya Elvano yang baru saja keluar dari ruangan Baretha.

"Gue mau liat Baretha." Wajah Bara terlihat sangat lelah karena sekarang sudah menunjukkan pukul 23:35, tapi Bara masih terjaga.

"Yaudah sekarang lo masuk aja, gue mau pulang besok ada ujian. Orang tua Baretha besok pagi bakalan kesini lagi."

"Oke, biar gue yang jaga dia."

"Gue titip Baretha." Elvano menepuk pundak Bara sembari berjalan meninggalkan Bara.

Setelah kepergian Elvano, Bara pun masuk ke dalam ruangan Baretha.

Bara menghampiri Baretha yang masih tertidur, tangan Bara menyentuh kening Baretha untuk merasakan suhu tubuh Baretha.

Kemudian Bara mengambil beskom berisi air, Bara juga mengambil handuk kecil dan di celupkannya ke air yang ada di dalam beskom tersebut.

Bara mengelap tangan dan kaki Baretha dengan telaten, Bara mengganti perban yang ada di kaki Baretha.

"Kenapa lo sampai nggak sadar dengan rasa sakit luka sebesar ini?" Bara menghela nafas pelan saat melihat luka bekas pecahan kaca di kaki Baretha.

Setelah mendengar cerita dari Elvano yang menimpa Baretha entah kenapa dada Bara terasa sakit melihat keadaan Baretha yang sangat menyedihkan.

Selesai membersihkan Baretha, Bara duduk di samping Baretha. Tangan Bara menggenggam tangan Baretha erat.

"Retha apa lo tau apa yang sedang gue sesalin sekarang?" Bara semakin mengeratkan genggamannya.

"Gue menyesal karena gue menerima pertemanan lo, seharusnya kita tidak pernah sedekat ini. Jika tidak, lo atau pun gue nggak akan menghadapi masalah ini dan gue tidak menyakiti lo sebanyak ini." Bara membawa tangan Baretha ke keningnya.

Bara merasa menyesal jika saja hubungan Bara dan Baretha seperti dulu layaknya orang asing yang tidak pernah mengenal, maka Baretha tidak akan menghadapi masalah sulit karenanya.

Bara tidak pernah menginginkan untuk menyakiti Baretha, tapi takdir seakan menghalangi hubungan pertemanan mereka berdua.

Di saat Bara ingin membangun hubungan pertemanan yang baik untuk Baretha, dinding penghalang dendam orang ketiga membuang pembatas dirinya dan Baretha.

"Tolong, jangan terluka lagi Baretha." Bara menyentuh pipi Baretha lembut hingga ibu jari Bara mengusap bibir tipis Baretha.

Sedangkan David di ruangannya sedang berdiri sembari melepaskan kemeja putihnya, tato bunga mawar yang ada di punggung terlihat sangat mempesona.

"Bara sangat membuat aku muak! Aku tidak bisa membiarkan dia mendekati Baretha!" David berdiri tepat di depan cermin besar.

Tangan yang terkepal seakan memperlihatkan betapa emosi dirinya. David sangat jengkel pada Bara yang selalu saja mengganggu hubungannya dan Baretha.

"Bara Adiwijaya sama seperti Yuda Mahesa. Sampah!" Ucap David.

Tidak lama kemudian Justin masuk ke dalam ruangannya dan Davin kembali memakai kemejanya. Justin menyerahkan sebuah berkas pada David.

"Ini catatan semua pemegang saham di perusahaan Mahesa." Ujar Justin.

"Bagus, untuk beberapa terakhir ini ikuti terus Aldi lakukan ancaman kecil untuk DEVIL dan gunakan Devan kambing hitamnya."

"Sesuai renacana, sekarang Aldi mencurigai bahwa Devan lah dalang kecelakaan Yuda Mahesa. Sekarang kita harus melepaskan Devan dari genggaman kita untuk menghilangkan jejak keterlibatan kita."

BAR-BAR [END]Where stories live. Discover now