ric

1.1K 145 3
                                    

Eric baru pertama kali ini merasakan pahitnya kehilangan orang yang dicintai. Dulu hari-harinya selalu berwarna— canda tawa Sunwoo selalu mendominasi kebahagiaannya. Namun hari ini apa yang bisa Eric harapkan?

Diam, melamunkan orang yang nyatanya keberadaannya sudah tak ada.

Eric percaya Sunwoo hanya pergi untuk sementara. Namun kenapa sampai sekarang tak pernah pulang? Kemana— kemana Sunwoo pergi? Sejauh apa jaraknya hingga Sunwoo tak pernah kembali?

Eric rindu Sunwoo. Rindu bagaimana laki-laki itu senantiasa menghangatkan hari-harinya. Rindu suara lembut Sunwoo saat memanggilnya. Rindu saat Sunwoo merengkuhnya, mendekapnya, memeluknya dengan pelan— hangat.

Eric menyukai semua afeksi yang Sunwoo berikan padanya.

Bahkan dari sekian juta suara indahnya dunia, hal favorit Eric adalah suara Sunwoo saat memanggil namanya.

“Eric.”

Dibalas Eric kemudian dengan tatapan antusias. “Iya?”

Senyum Sunwoo terbit sebelum mengatakan jawabannya. Hal yang Eric juga suka— manisnya senyum dan merdunya tawa Sunwoo; hal yang candu baginya.

Eric suka semua tentang Sunwoo. Semuanya.

“Eric Sohn.”

Eric menoleh, mengalihkan pandangannya dari buku. “Kenapa?”

Saat itu Sunwoo iseng bertanya, terkekeh pelan sebelum berbicara. “Mau punya anak marga Kim gak?”

Jawaban Eric saat itu, “Mau. Gimana caranya?”

“... Mau? .. Gimana— caranya?” Sunwoo agak shock mendengar pertanyaan Eric yang ternyata tak paham makna dibalik pertanyaannya tadi. “Ya caranya nikah sama aku? Kan aku ‘Kim’ juga Eric Sohn.”

“.. O-oh.”

Hanya ber-oh, namun pipi Eric sudah semerah tomat. Ia bingung merespon ucapan Sunwoo bagaimana— kembali fokus pada bukunya. Tidak mempedulikan Sunwoo yang sudah tersenyum geli dengan detak jantung tak karuan.

Jika pertanyaan, apakah keduanya pernah bertengkar?— tentu saja jawabannya, pernah.

Hanya sekali waktu itu, kemarahan hebat yang dilandasi dengan alasan organisasi sekolah. Sunwoo dan Eric sama-sama egois. Yang berakhir Sunwoo mengajak Eric berbicara terlebih dahulu dengan nada lembut.

“Marahannya udahan ya?”

Eric tak menjawab, menatap lurus ke depan dengan wajah datar. Sunwoo menghela napas, bertanya pelan, “kamu kangen aku gak? Seminggu kita gak berhubungan, sedikitpun apa kamu gak kangen?”

Eric masih tak menjawab, membuat Sunwoo mengganti pertanyaannya dengan pertanyaan lain.

“Kalau ‘kita’— apa kamu kangen?”

Tanpa diduga, Eric menjawab dengan lirih— hampir tak bersuara. “Kangen.”

Sunwoo menghembuskan napas lega. Lebih mendekat kepada Eric-nya lantas berbisik. “Kalau pelukanku— apa kamu kangen juga?”

Setelahnya Sunwoo oleng— hampir terjatuh sebab Eric langsung menghambur ke pelukan Sunwoo; memeluknya dengan erat.

Sunwoo tersenyum tipis, membalas pelukan kekasihnya. Mencium pucuk kepalanya, mengusap-usap punggung Eric yang bergetar sebab pemuda manis itu menangis dalam pelukannya.

Tak disangka-sangka, malam harinya Sunwoo tak bisa tidur sebab terbayang ucapan Eric yang hampir tak terdengar disela-sela tangisannya.

“Eric juga kangen Sunwoo.”

-----

Sore itu, ditanggal 27 Oktober 2019— hari Minggu. Sunwoo dengan segala kesibukannya dalam organisasi— ditambah Eric yang kini jadi prioritas utamanya, hingga Sunwoo memaksakan diri tanpa beristirahat membuat Sunwoo berakhir di ranjang rumah sakit dengan infus ditangannya.

Eric panik saat itu, berlarian dilorong rumah sakit, menangis saat sampai ruangan— memeluk Sunwoo dengan erat.

“Kamu udah janji jangan sakit, Sunwoo.”

“Maaf.”

Hanya itu yang bisa Sunwoo ucapkan. Sebelum Eric melepaskan pelukannya, memperlihatkan wajah sembabnya.

“Jangan dipaksa. Aku udah bilang.”

“Aku cuman lakuin apa yang jadi prioritasku, Ric,” Sunwoo menghela napas. “Kamu sama organisasi.”

“Sepenting apapun aku dan organisasi, yang harus jadi prioritas utamamu itu diri kamu sendiri.”

Sunwoo membasahi bibirnya, mengulurkan salah satu tangannya yang tak diberi infus lalu mengusap pipi Eric— bekas air mata. “Maaf. Aku gak akan ulangi lagi. Maaf bikin kamu khawatir.”

“Jangan minta maaf sama aku. Minta maaf sama diri kamu sendiri.”

Sunwoo mengangguk menuruti. Eric menepuk-nepuk kepala Sunwoo seraya berkata, “cepet sembuh ya.”

“Aku sakit obatnya kamu.”

Eric mendengus geli. “Apaan deh.”

“Kamu sakit obatnya aku kan?” ujar Sunwoo kepedean. “Kalau kamu pengen aku cepet sembuh—” Sunwoo menunjuk bibirnya, mengode.

Eric yang paham, melotot. “GAK GAK GAK!!”

Sunwoo menghela napas kecewa. “Yah.. Gak bakal sembuh kalau kayak gi—”

Cup!

“Udah kan ya?” Eric mendekat, menepuk-nepuk kepala Sunwoo pelan. “Cepet sembuh.”

Sunwoo terdiam, menatap mata Eric lembut. Lalu tersenyum tipis. “Makasih ya?”

baru tau cerita se-gajelas ini ada yg baca..

btw, ni kok jdi ricsun..

mellifluous, sunric ✓Where stories live. Discover now