rain, 2021

461 72 3
                                    

Eric bangun dari tidurnya ketika jam tepat menunjukkan pukul sembilan pagi. Ah, dia ketiduran saat sedang fokus mencorat-coret asal di kertas. Maka dari itu Eric beranjak, meregangkan tubuhnya yang kaku dan sakit dibeberapa tempat karena posisi tidur yang salah, sebelum berjalan menuju tempat tidur dan mengambrukkan diri— berniat kembali tidur lagi.

Eric tidur dalam posisi meringkuk, sembari memegang selimut— mencoba memejamkan mata namun sayang ia sudah benar-benar dalam arti sadar dan susah untuk kembali tidur. Dengan malas Eric bangkit, menatap dirinya yang acak-acakan dikaca sebelum beranjak menuju kamar mandi untuk menyikat gigi dan mencuci mukanya.

Bagi Eric, ini masih terlalu pagi untuk beraktivitas. Namun saat akan keluar kamar, ponselnya berdering. Diambilnya dari atas nakas, Eric mengernyit saat telepon tiba-tiba mati, sebelum bergetar memunculkan notifikasi pesan yang masuk.

Pesan dari saudara sepupunya menyuruh untuk dibelikan buku latihan ujian di toko buku dekat sekolahnya. Dengan malas Eric kembali masuk ke dalam kamar mandi, guna membersihkan dirinya.

Keluar-keluar, ia mengeringkan rambutnya dengan handuk. Lalu memakai asal jaketnya dan menyemprotkan parfum yang biasa ia pakai.

“Wangi.”

Eric terpaku, menatap botol parfum yang ia bawa dengan jantung berdegup kencang. Apa-apaan? Hanya benda seperti ini, namun kenapa kenangan itu sekelebat melintas?

Eric menggelengkan kepalanya, berusaha membuang jauh-jauh memori itu. Namun yang terjadi sebaliknya, ketika kejadian selanjutnya terngiang, tanpa jeda.

“Eric selalu wangi. Sunwoo suka.”

“Parfumnya ya?”

Sunwoo mengangguk kala itu. “Gak cuman parfumnya. Gak pake parfum juga Eric wangi. Makanya..”

“Makanya?”

Sunwoo tersenyum, mendekat ke arah Eric, mencium sekilas pipi pemuda dihadapannya hingga memerah salah tingkah. “Makanya aku betah kalo meluk kamu, cium kamu—.”

“UDAH IH MALUUU!!”

Selanjutnya tawa Sunwoo terdengar, menggema, terlihat bahagia. Namun yang kini Eric rasakan sesak.

Karena apa?

Karena ia tak bisa mendengar tawa Sunwoo lagi kali ini.

-----

Melangkahkan kaki malas menyusuri rak-rak buku yang berjejer rapi, Eric dengan wajah datarnya berjalan tanpa arah. Hingga tersadar, langkahnya terhenti, berucap lirih,

“Kenapa aku kayak gini?”

Eric menggelengkan kepalanya. Memilih berjalan menuju tempat di mana buku latihan ujian berada. Namun ia terhenti saat berada didepan rak di mana bolpoin, pensil, dan spidol diletakkan di sana. Menatap kertas yang biasa dicoret-coret untuk mencoba tinta, Eric hampir menahan napas.

“Lihat ini, E—ric.”

Sunwoo dengan senyuman manisnya menuliskan nama Eric dengan rapi, sebelum tangannya kembali bergerak— menuliskan namanya sendiri; sejajar dengan nama Eric.

“Kenapa milihnya spidol yang warna tintanya merah?”

“Karena warna merah melambangkan cinta.”

“Trus kenapa sekarang ambil kuning?”

“Karena kuning melambangkan kebahagiaan.”

Eric mengangguk paham. Lalu Sunwoo mengambil spidol berwarna hitam, menghiasi dengan menggambar bunga mawar disekeliling namanya juga nama Eric.

“Kenapa warna hitam?”

Sunwoo berpikir sejenak. “Ini... Asal pilih aja? Di sini kalo dipakein warna biru jadi aneh gak sih? Masa merah, kuning, biru? Hitam aja kan warna apapun cocok ya.”

“Iya juga,” Eric mengangguk setuju. “Lucu gambar mawarnya.”

“Yaudah besok aku bawain yang asli.”

Eric lantas terkejut. “Kok??”

Sunwoo tertawa, mengusak rambut Eric gemas.

Yang sekarang Eric dalam diamnya tak sadar ikut bernostalgia dengan menggambar bunga mawar memakai spidol hitam, berbisik lirih,

“Apa Sunwoo dulu gak tau kalau bunga mawar hitam melambangkan perpisahan?”

-----

Eric setelah diam dengan bodohnya, kembali berjalan menuju tempat di mana buku latihan ujian berada. Beberapa Eric ambil, hingga ia sedikit keberatan namun tetap dibawanya dengan sekuat tenaga.

Berjalan menuju kasir, membayar dengan uang yang dititipkan tadi, sebelum keluar dari toko buku— berjalan menuju parkiran di mana mobilnya berada.

Eric menarik napas panjang, terlalu banyak tempat yang mengingatkan ia tentang Sunwoo. Lantas bagaimana ia akan mengubur kenangannya dalam-dalam? Nyatanya itu selalu menyiksa.

Menyalakan mesin, Eric menatap jendela mobil yang kini dipenuhi titik-titik air hujan. Sejenak bersandar menenangkan diri dengan memejamkan mata, suasana hening dan suara samar-samar air hujan yang turun semakin deras terdengar.

Eric akan melajukan mobilnya, namun ketika menoleh hendak melihat keadaan sekitar, ia terpaku pada bangku samping pengemudi yang kini terlihat satu sosok di sana— begitu dengan tatapan matanya penuh rindu, senyuman manis tanpa ragu, dari jarak yang tak terlalu dekat pun Eric rasa dirinya diselimuti kehangatan.

Dengan lirih ia sebut nama yang sering ia kelu-keluan dalam gemaan ruang hatinya, tanpa sadar Eric menangis.

Nyatanya dalam sekedipan mata, bayangan itu hilang. Tak ada di sana lagi barang sedetikpun. Hingga tangan ia ulurkan harap menemukan hangatnya Sunwoo— namun yang ia dapat hanya seruan udara kosong tanpa celah.

Sunwoo-nya Eric tak ada di sana.

“Eric selalu wangi

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

“Eric selalu wangi. Sunwoo suka.”

mellifluous, sunric ✓Where stories live. Discover now